PRESIDEN Irak Saddam Hussein seperti menantang dunia. Kamis dini hari pekan lalu, 400 tank dan 100.000 tentaranya bergerak masuk ke Kuwait, tetangganya di selatan, dikawal sejumlah armada udara. Seratus pasukan yang sudah disiagakan di perbatasan sehari sebelumnya itu hampir tak mendapatkan perlawanan. Dua puluh ribu tentara Kuwait, yang semula juga disiapkan di perbatasan, tibatiba ditarik mundur sebelum tentara Irak bergerak. Konon, ada informasi intelijen yang diterima pihak militer Kuwait, bahwa perbatasan tak perlu dijaga lagi, karena Presiden Saddam sudah berjanji tak akan menggunakan kekuatan militer. Maka, hanya dalam waktu sekitar sembilan jam, praktis Kuwait, negeri seluas 17.600 km2, sudah dikuasai Irak. Ibu kota Kuwait memang hanya sekitar 100 km dari perbatasan dengan Irak terdekat. Itulah tindakan Irak, setelah perundingannya dengan Kuwait di Jeddah sehari sebelumnya gagal. Perundingan yang membicarakan tuduhan Irak (bahwa Kuwait mencuri minyak Irak, dan bersama dengan Uni Emirat Arab merusak harga minyak di pasaran internasional), sementara Kuwait balik menuduh Irak (bahwa gertakan itu hanya dalih agar Irak punya alasan untuk tak usah membayar utangnya, sekitar US$ 10 milyar). Maka, dunia pun bereaksi kira-kira sama kerasnya dengan tindakan Presiden Saddam, Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara Masyarakat Eropa mengumumkan pembekuan- kekayaan Irak dan Kuwait. Juga negara-negara itu memboikot pembelian minyak dari Irak dan Kuwait. Bahkan para pemasok senjata ke Irak selama ini tegas menyatakan penghentian penjualannya -- mula-mula Uni Soviet, kemudian diikuti oleh RRC dan Brasil. Ikut dibekukannya kekayaan Kuwait di negara-negara tersebut tentunya untuk mencegah dipakainya harta itu oleh pemerintah boneka bikinan Irak. Dengan langkah pengamanan ini, bisa jadi pihak Barat memperhitungkan, Irak bisa dipaksa menarik pasukannya kembali. Benar, Ahad kemarin, Saddam menyatakan penarikan pertama pasukannya dimulai di hari itu. Tapi wartawan Reuters mengatakan, pasukan yang kembali ke Baghdad tak sekadar pulang, melainkan membawa pula tank-tank yang diduga milik Kuwait. Dan bila tentara yang pulang itu dalam kondisi segar dan rapi, menurut harian terbesar di Kairo, Al Ahram, di Kuwait mereka memborong sampo dan parfum. Gratis? Oh, tidak, konon mereka memperoleh uang dari Bank Sentral Kuwait. Dan pada penduduk, tentara Saddam itu bersahabat. Mereka mengetuk pintu, minta minum. Bukan cuma itu. Konon, tentara Irak sempat berpatroli keliling Kota Kuwait menggunakan mobil-mobl mewah yang ditinggalkan para pejabat yang lari. Tapi umpama saja pasukan Irak ditarik pulang seluruhnya, persoalan belum juga selesai. Berdirinya pemerintah (sementara) Kuwait yang dibentuk oleh Irak merupakan masalah sendiri. Rezim baru ini dipimpin oleh Kolonel Alaa Hussein Ali, yang merangkap empat jabatan sekaligus: perdana menteri, panglima angkatan bersenjata, menteri pertahanan, dan menteri dalam negeri. Menurut beberapa Kedutaan Besar Kuwait, tak ada perwira Kuwait bernama Alaa Hussein Ali. Ia bukan orang Kuwait, melainkan pejabat teras di Baghdad dan menantu Saddam Hussein. Pun delapan anggota kabinet Ali adalah para perwira keturunan Irak. Ada bantahan langsung datang dari Irak sendiri. Tentu saja membenarkan diri sendiri. Kantor berita Irak, INA mengatakan, pemimpin baru Kuwait dan para pembantunya itu benar-benar putra Kuwait, "yang keluarganya dikenal masyarakat." Menurut Baghdad, tentu saja, Pemerintah Darurat Kuwait Bebas -- demikian nama resmi pemerintah baru Kuwait -- sudah mampu berfungsi penuh dan mampu melindungi wilayahnya sendiri. Pemerintah baru ini disebut-sebut memiliki 80.000 "tentara rakyat". Padahal, sebelum diserbu Irak, Kuwait cuma memiliki 20.300 tentara, dan Pemerintah Darurat Kuwait mengumumkan bahwa perwira tinggi di atas kolonel dipensiunkan. Dari mana jumlah besar mendadak itu? Ada dugaan, personel tentara rakyat Kuwait berasal dari sebagian warga Palestina yang bermukim di Kuwait. Sekitar 300.000 bangsa Palestina di Kuwait, yang selama ini diperlakukan sebagai warga kelas dua, kabarnya tak suka pada keluarga Al Sabah, penguasa Kuwait sejak 250 tahun lalu. Tapi banyak pihak percaya, yang disebut tentara rakyat Kuwait sebenarnya terdiri dari pasukan Irak. Masalahnya kini, apakah pemerintahan Ali yang baru sudah diterima rakyat Kuwait. Sekalipun pemerintah baru sudah mendapat legitimasi rakyat Kuwait -- banyak yang meragukannya -- pengakuan tentara Stasiun radio dan televisi serta tempat-tempat strategis lainnya juga dikawal ketat. Didi P. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini