PERUNDINGAN berlarut selama 6 tahun lebih, berlangsung dengan
tawar menawar seperti berbelanja di pasar lowak. Dimulai aman
pemerintahan Nixon, Presiden Carter akhirnya memutuskan. Di
Wina, ibukota Austria, Carter direncanakan menjumpai pemimpin
Uni Soviet Leonid Brezhnev pertengahan Juni ini. Kemudian
keduanya menandatangani perjanjian SALT-2 yang sudah lama
ditunggu itu.
SALT atau Strategic Arms Limitation Agreement -- bertujuan
membatasi produksi peluru kendali dan senjata mutakhir lainnya
--pertama kali ditandatangani oleh Nixon dan Brezhnev tahun
1972. Perundingan SALT-2 segera dilangsungkan, dan dilanjutkan
selama zaman pemerintahan Gerald Ford, malah melampaui saat
berlakunya SALT-1. Ketika dua pekan lalu prinsip SALT-2
disetujui dan diumumkan, suara pro dan kontra di mana-mana,
terutama di dunia Barat, segera menjadi santer. Tapi adalah
reaksi Senat Amerika yang paling menggusarkan Carter. Ada
kemungkinan tidak cukup jumlah suara anggota Senat yang
diperlukan untuk menggolkan SALT-2 itu. Jika Senat menolaknya,
demikian Carter, Amerika akan dinilai sebagai warmonger,
penghasut perang.
Sekali ini Carter diduga akan menghadapi ujian lebih berat
dibanding ketika ia memperjoangkan ratifikasi Senat atas
perjanjian Terusan Panama. Bahkan ada yang meramalkan Carter
akan mengalami nasib sama seperti Presiden Woodrow Wilson di
tahun 1920 dalam Senat ketika mengusahakan masuknya AS ke League
of Nations. Senat waktu itu menolak sekalipun Wilson ikut
membentuk Liga Bangsa-Bangsa itu.
Menurut pengritik SALT-2, Carter cs tidak berhasil mengurangi
peluru kendali raksasa Uni Soviet, terutama jenis SS 18.
Menjelang tahun 1985, Moskow akan bisa melengkapi SS 18 itu
dengan MIRV (Multi Independently tartgetable Re-entry Vehicle,
sistim yang memungkinkan dipasang sampai belasan satuan peledak
nuklir yang mampu dikendalikan ke sasaran yang berbeda-beda).
Akibatnya, sekalipun jumlah peluru kendali tidak bertambah,
jumlah satuan peledak nuklir berlipat ganda.
Juga soal pengontrolan terhadap pelaksanaan SALT-2 mendapat
sorotan kritjs. Pusat monitoring di Iran sudah tiada. Kemampuan
satelit kurang meyakinkan pula untuk meneliti secara tepat
jumlah MIRV yang dipasang orang Ru5ia pada peluru kendali
mereka. Tetapi Carter menjawab, "Kita yakin tidak akan terjadi
pelanggaran yang berarti tanpa diketahui oleh Amerika Serikat."
Kaum politik di Eropa umumnya condong menyetujui SALT-2. Tokoh
militer NATO keberatan, dengan alasan persetujuan itu
menguntungkan Uni Soviet terutama terhadap Eropa. SALT-2 hanya
membatasi senjata jarak tempuh jauh, tidak menyinggung tentang
senjata Soviet yang jarak tempuh sedang. Eropa merupakan sasaran
empuk. SALT-2 pada pokoknya menentukan plafon jumlah
persenjataan strategis yang boleh dimiliki AS dan Soviet sampai
tahun 1985. Selain batas kuantitas, juga kualitas mendapat
batasan terperinci, dan beberapa pengembangan baru dilarang.
Kedua fihak untuk sementara terakhir dari heharusan membiayai
perlombaan persenjataan. Sebaliknya keduanya tetap menguasai
jaminan pencegah perang dengan suatu imbangan kekuatan yang
relatif sama, terutama dalam senjata strategis.
Sesungguhnya SALT-2 mencapai sangat sedikit kalau ditinjau dari
segi pengurangan persenjataan nuklir di dunia. Tetapi lari
segi SALT-2 sebagai pengawal perundingan selanjutnya, demikian
pendukungnya ia mempunyai arti yang sangat penting.
Berkata seorang pejabat Deplu AS, "memang belum cukup, tetapi
kalau mengingat kembali dan menyadari betapa berat perjuangan
untuk sekedar mencapai ini, sedangkan SALT-2 saja tidak cukup
untuk mengakhiri perlombaan bunuh diri dengan senjata nuklir."
SALT-2 sebagai suatu persetujuan untuk membatasi jumlah
persenjataan nuklir secara kwantitatif dan kwalitatif sekalipun
sementara, harus dinilai sebagai suatu langkah maju, betapapun
kecil, ke arah yang didambakan seluruh umat manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini