Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Abel yang diragukan

Meskipun abel muzorewa telah menang pemilu di rhodesia, tapi pengakuan dunia masih seret. kaum nasionalis kulit hitam menganggap pemilu tersebut tidak jujur. (ln)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ABEL Muzorewa, tokoh nasionalis kulit hitam di Rhodesia, sudah terjamin. Sesudah partainya memenangkan pemilihan umum April lalu, tibalah waktunya bagi pemerintahan Muzorewa diakui berkuasa mulai awal Juni ini. Setidaknya, kaum minoritas kulit putih mengakuinya. Namun pengakuan internasional belum akan diperolehnya segera. Ini berarti sanksi ekonomi dunia masih mencekam Rhodesia. Soal "mengakui atau tidak mengakui" terutama sekali memusingkan London dan Washington sekarang ini. Pekan lalu Menlu Inggeris Lord Carrington dan Menlu AS Cyrus Vance merundingkannya di London. Keduanya rupanya saling menunggu siapa gerangan yang terlebih dulu mengakui pemerintahan Muzorewa. Keduanya, menurut ulasan pers dari London, seakan-akan berkata: Afteryou, Sir. Di Washington, Presiden Jimmy Carter masih mengundurkan keputusannya walaupun pihak Congress sudah mendesak. Dengan suara 75 lawan 19, Senat menerima dua pekan lalu resolusi yang menghimbau Carter supaya mengakhiri sanksi dalarn waktu 10 hari sesudah Muzorewa resmi menjadi perdana menteri tanggal 1 Juni. Kemudian menyusul pula langkah di House of Representatives untuk menyodorkan RUU supaya Amerika segera mengakui Muzorewa. Tenang Dan Jujur Di London, PM Margaret Thatcher juga mendapat desakan yang sama. Sebelum 3 Mei, hari pemilu Inggeris yang dimenangkannya, Ny Thatcher memang berjanji akan mengakui pemerintahan mayoritas kulit hitam jika pemilu Rhodesia berjalan tenang dan jujur. Di mata kaum kulit putih, yang kebetulan menjagoi Muzorewa, pemilu Rhodesia itu jujur. Di mata kaum nasionalis kulit hitam umumnya pemilu itu suatu sandiwara belaka dengan konstitusi yang bertujuan melindungi kepentingan kaum kulit putih. Patriotic Front, kelompok nasionalis yang bergerilya, memboikot pemilu itu sama sekali. "Dalam pandangan kami," lapor missi partai Konservatif, pemilu Rhodesia (17-21 April) berjalan secara fair, pantas. "Kami pikir hasilnya mencerminkan hasrat mayoritas pemilih negeri itu." Missi itu, pimpinan Lord Boyd, ditugaskan Ny Thatcher selagi ia masih memimpin pihak oposisi. Kini pemerintahan Thatcher, demikian parlemen Inggris diberitahu pekan lalu, akan berpegang pada konklusi missi itu dalam menentukan langkah berikutnya. Namun PM Thatcher tampak masih berhati-hati, cenderung menunda keputusannya sampai konperensi para kepala pemerintahan Commonwealth (Persemakmuran Inggeris) yang direncanakan di Zambia Agustus nanti. Comrmonwealth itu terancam bahaya perpecahan, terutama negara anggotanya di Afrika mungkin marah, jika Inggeris akhirnya mengakui pemerintahan Muzorewa. Zambia kebetulan menjadi pangkalan Joshua Nkomo, tokoh Patriotic Front. Bagaimana sesudah konperensi Commonwealth itu PM Thatcher pekan lalu membiarkan halnya tergantung tapi, katanya, "biarlah palemen sendiri memutuskan." Dilemma bagi PM Thatcher ialah keputusannya tidak bisa ditunda lebih lama. Nopember nanti akan berakhir Rhodesia Act, UU tahun 1965, yang menetapkan sanksi terhadap pemerintahan minoritas kulit putih di Salisbury yang melepaskan diri dari Ingeris secara sepihak ketika itu. UU itu tak mungkin diperpanjang lagi. Situasi dan kondisinya sudah berobah. Ada gagasan pemerintahan Thatcher untuk memulihkan legalitas Rhodesia, berarti kembali menjadi koloni Inggeris terlebih dulu. Segera sesudah itu Inggeris akan memberi kemerdekaan pada Zimbabwe-Rhodesia, tentu saja, di bawah pemerintahan Muzorewa. Dengan Muzorewa, pemerintahan mayoritas memang sudah terwujud dan menyenangkan kaum kulit putih. Menlu Vance di London pekan lalu pun mengakui, seperti dinyatakannya dalam konperensi pers, adanya new reality, kenyataan baru. Tapi Vance belum bisa mengatakan apakah gerangan yang akan dilakukan Carter. Dikatakannya Carter akan memutuskan tentang ini 15 Juni. Soalnya ialah mungkin Afrika Selatan saja yang akan sepenuh hati mengakui pemerintah Muzorewa. Bila ada pula pengakuan Inggeris-Amerika, maka itu hanya lebih mendorong Afrika Hitam ke pangkuan pengaruh Soviet-Kuba. Konfrontasi negara-negara "garis depan" -- yang tadinya menentang Rhodesia dan rasialis Afrika Selatan -- diduga akan memperoleh tambahan peluru karenanya. Bila salah melangkah dalam soal Rhodesia, komentar Wall Street Journal, Carter mungkin pula membahayakan harapannya untuk terpilih kembali. "Kami berada dalam satu kotak," kata satu pejabat pemerintahan Carter yang dikutip koran Amerika itu. Artinya: Carter terjerat alam kotak yang dibikinnya sendiri. Semula ia menganjurkan supaya diadakan pemilu, sedang pemilu itu diketahuinya tidak diikuti semua golongan di Rhodesia. Hasil pemilu itu tampak sudah mendapat dukungan luas di Amerika. Namun Carter merasa melawan pahamnya sendiri bila menerima pemerintahan Muzorewa. Itulah dilemma Carter. apalagi pihak Congress memojoknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus