Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sang Juru Kunci Menunggu Restu

DI panggung debat kandidat presiden yang untuk pertama kalinya disiarkan televisi Iran pada Jumat dua pekan lalu, Ebrahim Raisos-Sadat berbicara panjang-lebar tentang perlunya meningkatkan subsidi bagi kaum miskin. Tampak berupaya mempromosikan pesan-pesan populis yang dulu mengantarkan kemenangan kepada Mahmud Ahmadinejad, lelaki yang lebih dikenal sebagai Ebrahim Raisi ini sesungguhnya tak terdengar meyakinkan.

8 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI panggung debat kandidat presiden yang untuk pertama kalinya disiarkan televisi Iran pada Jumat dua pekan lalu, Ebrahim Raisos-Sadat berbicara panjang-lebar tentang perlunya meningkatkan subsidi bagi kaum miskin. Tampak berupaya mempromosikan pesan-pesan populis yang dulu mengantarkan kemenangan kepada Mahmud Ahmadinejad, lelaki yang lebih dikenal sebagai Ebrahim Raisi ini sesungguhnya tak terdengar meyakinkan.

Menurut Reza H. Akbari, Manajer Program Institute for War and Peace Reporting di Washington, DC, yang meneliti politik Iran, Raisi "jelas... menghindari konfrontasi tajam dengan calon-calon lain". "Apa pun pertanyaannya, Raisi menekankan kebijakan-kebijakan pokok populis seperti memberantas kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan menyediakan perumahan," katanya.

Arash Azizi, mahasiswa doktoral dan penulis di IranWire, portal untuk wartawan Iran di luar negeri, lebih blakblakan. Dia menyebut Raisi "tak terlihat punya apa yang diperlukan untuk tampil bagus di arena politik Republik Islam yang pelik". "Dia tak menawarkan alternatif yang meyakinkan," ujarnya.

Raisi belakangan mengeluhkan secara tertulis prosedur debat yang tak jelas dan cenderung menguntungkan inkumben, Presiden Hassan Rouhani, kepada komisi pengawas pemilihan umum. Tapi, bagaimanapun, penampilan mantan jaksa agung ini memang tak sebanding dengan citra yang digaungkan di media sejak dia akhirnya maju sebagai kandidat dalam pemilu presiden pada 19 Mei nanti. Meski Raisi tak terlalu dikenal, media menggambarkannya sebagai kandidat terkuat yang bisa menyaingi Rouhani.

Raisi, 56 tahun, kini menjadi juru kunci kompleks makam Imam Ridha di Masyhad, kota terbesar kedua di Iran yang merupakan tempat kelahirannya. Dia juga mengetuai Astan-e Qods Razavi, yayasan keagamaan yang menguasai dana lebih dari semiliar dolar. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei sendiri yang memilihnya untuk menduduki posisi ini. Tak mengherankan bila banyak warga Iran menduga Raisi adalah pilihan Khamenei--meski belum dinyatakannya secara terbuka.

Peran sebagai juru kunci makam Imam Ridha itulah yang antara lain diyakini bakal mengatrol namanya. Tempat ziarah sakral, makam satu dari 12 imam dalam aliran Syiah yang dianut di Iran, ini dikunjungi 30 juta orang setiap tahun.

Memang hal itu belum merupakan jaminan bagi Raisi untuk bisa memenangi pemilu. Pada akhirnya, sebagaimana yang sudah-sudah, restu kaum elite konservatif atau garis keraslah, dan terutama Khamenei, yang akan menentukan mulus atau tidaknya jalan yang akan dia lalui. Masih ada waktu yang memungkinkan terjadinya perubahan.

Sebenarnya banyak yang kaget terhadap keputusan Raisi mencalonkan diri. Sebagai ulama, dia dianggap berpeluang menggantikan Khamenei, yang kini berusia 77 tahun dan dalam keadaan tak sepenuhnya sehat. "Agak aneh mengapa dia melemparkan topinya justru ke persaingan jabatan presiden. Jika ada terlalu banyak calon, dia akan melemahkan suara untuk kelompok kanan, dan dia bisa jadi korban," kata Richard Dalton, mantan Duta Besar Inggris untuk Iran.

Yang sejauh ini sudah terlihat jelas adalah bagaimana Raisi mencitrakan dirinya dalam upaya memenangi pemilu: dia adalah figur yang dekat dengan rakyat. Dia melakukannya, melalui kampanye yang dijalaninya, dengan mengekspos terutama masalah ekonomi yang tak kunjung teratasi di mata orang kebanyakan. Kondisi ekonomi yang membaik adalah imbalan yang dijanjikan ketika Iran, di bawah kepemimpinan Rouhani yang moderat, menandatangani perjanjian nuklir dengan Amerika dan negara-negara lain yang merupakan kekuatan dunia pada 2015.

Kampanye itu mungkin berhasil. Tapi yang akan memastikan Raisi bisa melenggang adalah keputusan kaum elite konservatif dan Khamenei. Dalam hal ini, mereka semestinya telah mendapat pelajaran dari pemilu sebelumnya: membiarkan para kandidat dari kubu konservatif tetap saling bertarung, Rouhani juga yang akan diuntungkan.

Purwanto Setiadi (BBC, Al Monitor, Presstv, The Washington Post, Newsweek)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus