Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Satu Howard, Empat Tersungkur

John Howard naik ke kursi perdana menteri untuk keempat kalinya. Kondisi ekonomi Australia yang stabil adalah kunci kemenangannya.

18 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Satu Howard, Empat Tersungkur
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kegagalan itu berawal dari beberapa detik yang celaka. Itu juga yang terjadi ketika Mark Latham, 43 tahun, gagal mewujudkan ambisinya menjadi perdana menteri termuda yang pernah dimiliki Australia. Ketua Partai Liberal dari Koalisi Nasional, John Howard, berhasil memperpanjang jabatan untuk periode keempat. Padahal jajak pendapat demi jajak pendapat menjelang pemilu hampir selalu dimenangi Latham, pemimpin oposisi yang juga Ketua Partai Buruh Australia.

Detik-detik celaka yang menggelincirkan Latham itu disaksikan jutaan masyarakat Australia pada kilasan berita tengah malam menjelang pemilu. Latham dan Howard berpapasan di luar studio radio ABC, Sydney. Dalam tradisi politik Australia, sepanas apa pun suasana politik, kedua tokoh mutlak bersalaman secara santun dan elegan. Lalu bertukar senyum, meskipun semu, sembari mengucapkan semoga berhasil bagi pihak lawan. Sebuah tata krama politik yang harus dijunjung tinggi di negeri seperti Australia.

Nah, saat keduanya mendekat, Latham memang menjabat tangan Howard. Tapi, setelah itu, ia secara agresif menarik badan Howard, yang 22 tahun lebih tua dan 20 kilogram lebih ringan, ke arah tubuhnya yang tinggi-besar. Basa-basi politik selanjutnya memang terjadi, sebelum berakhir dengan sentuhan tangan yang lebih sopan dari Latham. Namun, peristiwa singkat itu keburu menyebarkan pesan ke seluruh negeri bahwa Latham menonjolkan keunggulan fisiknya terhadap seorang politisi senior berusia 65 tahun. "Perasaan Latham dan Partai Buruh terhadap Howard bisa disimpulkan dalam satu kata: kebencian," demikian ditulis oleh Michael Kroger, mantan Ketua Partai Liberal Victoria, dalam kolomnya di The Australian.

Esoknya, sebuah kontradiksi terjadi. Popularitas Latham dan dominasi Partai Buruh yang berkuasa di semua negara bagian gagal menghadang langkah Howard. Dengan selisih suara yang sangat kecil—dari angka terendah 0,18 persen di Australia Selatan dan angka tertinggi 3,74 persen di Tasmania—akumulasi suara pemilih menyebabkan Koalisi Nasional kembali berkuasa. Mereka menambah 1 kursi di tingkat federal (pemerintah pusat) dari 82 menjadi 83 kursi. Sementara itu, perolehan Partai Buruh melorot dari 64 kursi menjadi 58.

Meski begitu, "tragedi salaman" di studio ABC bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan kemenangan Howard. Strategi kampanye kubu Koalisi, yang memfokuskan pada isu ekonomi dan keamanan dalam negeri, menjadi pertimbangan utama para pemilih. Selama tiga periode pemerintahan Howard, masyarakat Australia mengalami kondisi ekonomi yang cukup stabil dengan suku bunga serta pajak yang relatif rendah. Bahkan exit polling yang dilakukan Partai Buruh menggambarkan sekitar 45 persen pemilih menyukai suku bunga saat ini, dan menjadikan hal itu sebagai faktor utama mereka dalam menentukan pilihan.

Naiknya Latham dan Partai Buruh diasumsikan akan mengacaukan kestabilan suku bunga—buah dari kampanye intensif yang dilakukan Koalisi, terutama Menteri Keuangan Peter Costello, terhadap kemampuan tim ekonomi Partai Buruh yang dikomandani Simon Crean. Portofolio Latham yang muda, energetik, tapi belum berpengalaman di panggung eksekutif itu digoyang dengan pembentukan opini laiknya seorang dokter bedah otak yang cemerlang, muda, dan pemberani tapi belum pernah melakukan satu pun operasi. Bandingkan dengan jam terbang Howard yang amat tinggi—ia sudah menjadi menteri ketika berusia 36 tahun di bawah pemerintahan Malcolm Fraser.

Isu penanganan keamanan dalam negeri, terutama menghadapi terorisme, yang sempat menggoyangkan pamor Howard, diam-diam malah "disetujui" mayoritas rakyat, terutama setelah terjadinya bom Bali dan bom Kuningan.

Sebaliknya, isu "simpatik" yang dilontarkan Latham untuk menarik seluruh pasukan Australia pulang kampung sebelum Natal (troops home by Christmas) terbukti malah memerosotkan posisinya di jajak pendapat. Sementara itu, isu seperti pendidikan, lingkungan, pelayanan kesehatan, yang gencar dilakukan kubu Latham, ternyata hanya menjadi isu negara bagian, tak memuncak menjadi isu nasional.

Alhasil, bak seorang pendekar kampiun, Howard selalu memenangi duel atas empat pemimpin Partai Buruh dalam satu dekade terakhir: entah Paul Keating, Kim Beazley, Simon Crean, atau Mark Latham.

Akmal Nasery Basral (The Australian, The Sydney Morning Herald, ABC, Asia Pulse)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus