Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hawa di Kiev telah berpekan melorot ke bawah titik beku. Namun 100 ribu lebih warga menantang dingin dan gigil dengan gagah perkasa. Selama lima hari berturut-turut mereka berkumpulbahkan berkemahdi tempat terbuka di Independence Square dan jalan-jalan sekitarnya. Di jantung Kiev, ibu negeri Ukraina, suara protes mereka bergemuruh mencairkan udara dan langit Kiev yang suram. Warga Ukraina marah besar karena Perdana Menteri Viktor Yanukovych mengumumkan kemenangan atas penantangnya, Viktor Yushchenko, dalam pemilu Ukraina.
Dilangsungkan pada Minggu 21 November, hasil pemilu itu diwarnai kecurangan besar-besaran. Kubu Perdana Menteri Viktor Yanukovych, 54 tahun, mengklaim telah menang pemilu dengan 49,46 persen suara berbanding 46,6 persen. Padahal, hasil hitung-cepat (quick count) suara memenangkan si reformis Viktor Yushchenko: unggul 11 persen atas Perdana Menteri Yanukovych. Maka Ukraina, negeri yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet, tiba-tiba menggeletar oleh hawa perpecahan.
Pendukung Viktor Yushchenko turun ke jalan menggelar protes melawan kubu Viktor Yanukovych. "Kami ingin Ukraina tak lagi berlutut (pada Rusia). Kami ingin mereka berhenti memperlakukan kami seperti orang tolol," seru seorang wanita. Harap maklum, sudah lama warga Ukraina yang rusuh hati melihat Viktor Yanukovych lebih sibuk bermesraan de-ngan Kremlin di Moskow sana ketimbang mengurusi nasib anak negerinya. Se-orang pendemo lain menjerit sekeras-kerasnya: "Demokrasi telah menang namun pemerintah tidak mau mengakuinya."
Krisis di Ukraina getarnya sampai terasa di seantero Eropa. Lembaga-lembaga pengawas pemilu independen dari belahan barat Eropa ikut sibuk menelaah kecurangan pemilu. Dari benua seberang, Presiden AS yang baru saja terpilih, George W. Bush, langsung mengirim ancaman embargo militer dan ekonomi bila kecurangan tak dibereskan. Sedangkan pihak pemenang tetap bertahan dengan alasan kemenangan itu dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah: Komisi Pemilihan Pusat Ukraina. Komisi inilah yang menyodorkan angka kemenangan 49,46 persen suara bagi Viktor Yanukovych.
Sejumlah lembaga pemantau pemilu dari Eropa segera menggelar jumpa pers. Mereka menyatakan telah terjadi kecurangan parah pada hasil final penghitungan suara pemilu Ukraina. Mereka menyodorkan contoh: partisipasi pemilih di basis-basis penguasa meningkat berlipat-lipat secara tidak masuk akal dan bias media yang mendukung pemerintah kian menjadi-jadi. Dan sang penantang, Viktor Yushchenko, 50 tahun, tidak tinggal diam. Dia mengumumkan bahwa Perdana Menteri telah mencuri kemenangan dari tangannya.
Dalam sekejap, seruan Yushchenko disambut dukungan. Demo-demo akbar yang menyerukan revolusi damai membahana di jalanan Kota Kiev. Aksi ini sampai melumpuhkan pusat-pusat pemerintahan. "Kudeta telah terjadi di Ukraina, berawal dari markas Yanukovych di Donetsk (Ukraina Timur)," Yushchenko berpidato di hadapan masa yang menyemut di Independence Square.
Puluhan ribu pendukung Yushchenko lain berkumpul di Lviv, yang menjadi basis kekuatannya selama ini. Di kota itu, serta kota lain di wilayah Ukraina Barat seperti Ternopil, Vinnytsia, dan Ivano-Frankivsk, pemerintah daerah setempat telah menyatakan akan mendukung Yushchenko sebagai presiden baru Ukraina. Adapun di Kiev parlemen telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan agar parlemen nasional tak mengakui hasil pemilihan. Sejumlah diplomat juga menandatangani pernyataan senada.
Bagi sebagian warga Ukraina, pemilu kali ini bukan lagi sekadar isu "roti dan mentega" alias kebutuhan dasar hidup. Perekonomian negara memang amat terpuruk. Tetapi, bagi mereka, lebih daripada problem ekonomi, pemilu ini menjadi pertaruhan terhadap jantung dan jiwa bangsa: perjuangan atas nilai-nilai dasar Ukraina serta posisi negeri itu di dunia internasional.
Inilah salah satu pemilu paling heboh di Eropa Timur sejak keruntuhan Uni Soviet pada 1991. Dan pemilu ini akan menentukan ke mana 48 juta warganya akan berdiri: tetap berkiblat ke Kremlin seperti selama ini atau ganti haluan ke Eropa Barat dan Amerika sembari mulai berupaya untuk tegak secara perlahan-lahan di atas kaki sendiriseperti yang diinginkan sebagian besar anak negeri.
Yushchenko, reformis demokratis yang berorientasi pasar, berjanji membawa Ukraina bersatu dengan Uni Eropa dan bersekutu dalam NATO. Sedangkan Yanukovych adalah anak kesayangan Kremlin yang pro-Rusia. Dia pula yang menetapkan bahasa Rusia sebagai bahasa resmi kedua di negeri itu. Dia mendukung embrio uni-ekonomi bersama Rusia, Belarusia, dan Kazakhstan. Yanukovych juga didukung oleh Presiden Ukraina Leonid D. Kuchma.
Satu hal, kemenangan Yanukovych ini adalah langkah maju bagi upaya Presiden Rusia Vladimir Putin yang giat meluaskan pengaruh Moskow ke bekas-bekas negara pecahannya. Putin dua kali mengunjungi Ukraina di masa kampanye pemilu lalu untuk memberikan dukungan kepada Yanukovych. Setelah pengumuman pemilu, dia juga langsung memberikan selamat.
Sebaliknya, kemenangan Yushchenko akan menjungkirbalikkan pandangan geopolitik Kiev. Amerika Serikat yang mendukung si reformis ini akan girang karena Ukraina akan menjadi jembatan strategis Timur-Barat. Didukung negara-negara Eropa, AS aktif mempengaruhi proses pemilihan dengan menempatkan utusan tingkat tinggi AS, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri di Senat Richard G. Lugar di Kiev. Amerika juga menggelontorkan US$ 24 juta (Rp 216 miliar) sebagai dana "prodemokrasi". Washington berharap, "angpau" ini dapat membantu Ukraina untuk mengulangi keberhasilan AS dalam memfasilitasi mundurnya rezim Eduard Shevardnadze di Georgia pada 2003.
Sampai pekan silam, Ukraina masih terus terbelah antara kubu kedua Viktor. Pemerintahan macet. Ketegangan meningkat antara penduduk di sebelah Barat dan penduduk Ukraina Timur yang berbahasa Rusia. Hawa panas memuai antara klan-klan atau oligarki gaya Rusia yang selama ini menguasai sebagian besar industri Ukraina dan generasi urban yang menuntut perubahan. "Kembalikan kepada kami Ukraina yang merdeka dan independen," kata-kata itu tertulis dalam sehelai poster. Sembari kedua buku terus berhantam dalam hawa bulan November yang membeku.
Wuragil (BBC, CSMonitor, AFP, AP)
Viktor versus Viktor
Viktor Yushchenko, 50 tahun
- Lahir di Sumy, Ukraina Tenggara, yang berbatasan dengan Rusia.
- Menjabat gubernur bank sentral Ukraina pada 1993.
- Naik ke kursi perdana menteri (atas penunjukan Presiden Leonid Kuchma) pada 1998.
- Popularitasnya melambung karena berhasil memperbaiki ekonomi negara, dari posisi hiperinflasi menjadi stabil.
- Presiden Kuchma memecatnya pada 2001 karena terlalu populer.
- Sejak itu dia memimpin kubu oposisi Ukraina Kami.
Viktor Yanukovych, 54 tahun
- Lahir dari keluarga miskin di Yenakiyevo, sebuah kota di sebelah timur Ukraina.
- Pernah dipenjara dua kali karena pelanggaran kriminal.
- Meraih gelar Ph.D. pada 2000.
- Pernah menjadi Gubernur Provinsi Donetsk, satu wilayah paling kaya di Ukraina.
- Menjadi Perdana Menteri Ukraina sejak November 2002.
- Di parlemen Ukraina (Verkhovna Rada), dia mendapat dukungan penuh dari koalisi yang setia kepada Presiden Ukraina Leonid Kuchma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo