YITZHAK Shamir, PM Israel, yang berulang-ulang mengatakan akan menggagalkan perundingan bila disebut-sebut soal pengembalian wilayah pendudukan, adalah tokoh yang jarang bicara tentang dirinya. Berikut cuplikan wawancara reporter Lailan Young dari Sunday Times Magazine. Biasanya, saya tak berbicara mengenai diri saya. Itu hanya menunjukkan kelemahan. Sama halnya dengan mengungkapkan beberapa fakta kepada musuh. Saya bisa tidur dengan nyenyak dan bangun pagi hari pukul 05.30, setelah tidur sekitar lima jam. Sebelum berangkat ke kantor, saya biasanya makan pagi: telur rebus, roti, keju, buah zaitun, sebutir apel, dan minum teh. Saya selalu baca tiga koran: Haaretz, Davar, dan Jerussalem Post. Kalau berita utamanya tak menguntungkan saya, saya terima sebagai bagian dari kehidupan dan politik. Saya lebih tertarik pada peristiwa daripada pribadi-pribadi. Saya sehat, tak perlu bantuan obat. Kegiatan olahraga saya satu-satunya hanyalah jalan kaki lima kilometer, yang saya lakukan di hari Sabtu dan dua hari kerja lainnya di pagi hari. Meski usia saya 76 tahun sekarang, para pengawal saya yang berperawakan tegap sukar mengikuti kecepatan jalan saya. Ketika muda, saya bisa lari cepat. Saya sudah berada di kantor sebelum pukul 08.00. Saya hidup untuk bekerja, untuk satu tujuan: melindungi Israel dari musuh-musuh yang berniat menghancurkannya. Saya bertemu dengan orang sebagai bagian dari pekerjaan dan bukan karena senang. Lech Walesa, presiden Polandia, datang ke sini belum lama ini. Dengan sedikit sekali kekecualian, sikap anti-Semitisme adalah bagian tak terpisahkan dari tradisi orang Polandia. Keluarga saya dibunuh di Polandia, tapi saya tak menangis. Siapa pun yang menangis hanya akan mengikis kekuatannya sendiri. Tapi, saya adalah manusia, dan sebagaimana manusia lainnya, saya punya perasaan benci dan suka. Saya mencintai keluarga dan teman-teman saya dan tak sembarang mengobral janji kepada siapa pun kecuali bisa memenuhinya. Menurut tradisi orang Yahudi, kami harus menikmati kehidupan. Ketika pertama kalinya mengadakan konperensi pers dan tampil di layar televisi, saya merasa tak enak. Tapi, sekretaris pers saya mengatakan bahwa penampilan saya baik, terutama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan antagonistis atau tak bersahabat. Saya tak bicara tentang kesulitan saya kecuali dengan istri. Saya senang membaca laporan intelijen sampai tuntas. Saya tak takut mati dengan cara kekerasan. Saya selalu mengkhawatirkan rakyat saya. Jika saya tak bisa menyumbang lagi demi rakyat, saya akan pensiun. Biasanya, sebelum tidur, saya membaca beberapa halaman sebuah biografi politik. Kemudian saya akan bermimpi, dan ketika terbangun, tak tahu lagi apa yang saya impikan. Adn
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini