Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah bercat putih berpagar bata merah di Akbar Road nomor 24 itu tak pernah sepi. Semua bergegas. Tokoh tokoh yang nama dan fotonya acap muncul di koran koran tampak keluar masuk. Satu kompi polisi ditempatkan di jalan yang jembar dan rindang itu.
Di situlah, di markas Partai Kongres India (Indian National Congress) yang berhiaskan poster besar Sonia Gandhi, politik dan ekonomi India untuk lima tahun ke depan dirancang. Setelah menang mutlak dalam pemilu India yang berlangsung sejak April hingga awal bulan ini, Kongres menjadi pusat perhatian. Dengan perolehan 135 kursi di Majelis Rendah Lok Sabha, partai ini memimpin jauh di depan—bandingkan dengan juara kedua, Bharatiya Janata Party, yang hanya memperoleh 92 kursi.
”Lewat sudah masa konflik politik yang melelahkan,” kata Perdana Menteri Manmohan Singh lega. Singh akan menduduki posisi tertinggi di India itu kedua kalinya; ia menjanjikan India yang lebih baik. Sepekan setelah kemenangan yang gemilang itu, Kongres cepat membentuk kabinet. Singh dan 19 anggota kabinetnya dilantik Presiden Pratibha Patil, Jumat malam pekan lalu, di Istana Kepresidenan Rashtrapati Bhavan.
Di luar perkiraan banyak orang, putra sulung Sonia, Rahul Gandhi, tidak masuk daftar anggota kabinet. Keturunan keempat dari dinasti Nehru Gandhi ini digadang gadang Kongres dan banyak pihak untuk menduduki pos pendidikan, bidang yang paling banyak menyita perhatiannya. Tapi semua itu harus patuh pada hitung hitungan politik. ”Kami memutuskan menyimpan Rahul untuk posisi menteri portofolio,” kata sebuah sumber di Partai Kongres. ”Ia harus dekat dengan kalangan bawah sebelum menghadapi pertarungan berat.”
Sumber itu juga menyebutkan Rahul disiapkan untuk menggantikan Singh—jika politikus berusia 78 tahun itu mengalami masalah kesehatan. ”Mungkin dalam waktu dua tiga tahun ini,” katanya.
Dalam pemilu 2009 ini, politikus berusia 39 tahun itu memang menjadi faktor penentu kemenangan Kongres. Rahul, yang menjabat sekretaris jenderal partai, banyak mempengaruhi partainya dengan gerakan kaum muda. Tidak tanggung tanggung, lulusan Trinity College, Cambridge, Inggris, ini bahkan melontarkan sebuah gagasan yang disebut sebagai Doktrin Rahul bagi partainya. Lewat doktrin itu, Rahul menggarisbawahi pentingnya merangkul kaum muda dalam kehidupan politik. Ia juga rajin berkeliling India sebagai bagian ”magang” politik. Dia sering menginap di rumah petani, di bawah sorotan kamera.
Wajahnya yang tampan dan karismatis terbukti menjadi jaminan suksesnya Rahul meraup suara kaum muda. Tidak aneh jika survei yang digagas The Hindustan Times menyebut Rahul sebagai sosok yang paling diunggulkan kaum muda untuk menjadi Perdana Menteri India.
Rahul menempuh jalan panjang sebelum menjadi faktor menentukan bagi kemenangan partai. Sebelum pemilu 2004, ia justru berada di belakang adiknya, Priyanka Gandhi, dalam kampanye Kongres. Setelah pemilu, dengan mengejutkan ia meraih kursi di parlemen mewakili wilayah Amethi. Rahul menang telak dengan selisih suara 100 ribu dibanding lawannya dari Bharatiya Janata Party. Di wilayah ini pula ayahnya, Rajiv Gandhi, menjabat anggota parlemen.
Hingga 2006, praktis Rahul tidak menjabat posisi apa pun di partai dan hanya terfokus menggarap isu isu konstituennya. Sebelum pemilu 2004, Kongres menderita kekalahan besar di Distrik Uttar Pradesh, dengan hanya meraih 10 kursi dari 80 yang ada di Lok Sabha. ”Apa yang harus kita lakukan?” kata Sonia kepada Rahul ketika itu.
Awalnya, langkah drastis dengan mengirim Rahul ke Uttar Pradesh ini mengundang kritik dari dalam tubuh partai. India, yang didominasi politikus tua, masih gamang dengan keputusan menempatkan politikus ingusan seperti Rahul. Media bahkan mengkritik Rahul dengan julukan ”pidatonya kering dan membosankan”. Tapi rupanya Rahul belajar banyak. Ia menggerakkan gerbong anak muda yang menjadi tulang punggung kekuatannya. Amethi juga dikenal sebagai basis teknologi baru India. Di sanalah berdiri sejumlah perguruan tinggi teknologi negeri itu, yang otomatis dipenuhi anak muda dengan gagasan segar.
”India adalah negara muda. Yang diinginkan kaum muda India adalah pemberdayaan,” kata Rahul. Seperti Obama, Rahul memanfaatkan sebanyak mungkin teknologi yang diminati anak muda. Situs jejaring sosialnya berisi ajakan bagaimana membangun India dengan gagasan yang dijaring dari berbagai kalangan. Tentu Rahul tak sendirian. Di belakangnya, berkumpul orang orang yang dijuluki ”Tim Rahul” oleh media India, para politikus muda yang kenal konstituennya. Salah satu yang menonjol adalah Jyoti Mirdha, dokter muda dari Rajasthan yang juga merupakan cucu tokoh parlemen India terkemuka, Nathuram Mirdha. Ia banyak memberikan gagasan pemberdayaan kaum muda kepada Rahul.
Meski begitu, lawan politiknya menganggap harapan terhadap Rahul terlalu muluk. Bagi para kritikus, kehadiran Rahul menegaskan ketergantungan Partai Kongres kepada ikon Gandhi. Mereka juga menggarisbawahi kurangnya pengalaman Rahul serta kesulitan dia berkomunikasi dengan warga biasa India.
Pihak oposisi menyatakan Rahul tidak akan mampu memimpin negara berpenduduk 1,1 miliar jiwa yang tengah menghadapi tantangan krisis ekonomi global, naiknya defisit fiskal, dan ketegangan dengan negara tetangga, Pakistan, soal serangan teror di Mumbai tahun lalu, serta konflik lokal dengan separatis Maois. Namun, seperti pengalaman banyak politikus lain, termasuk ayah Rahul sendiri, pengalaman yang dimatangkan waktu akan membentuk Rahul sebagai generasi baru Gandhi Nehru di peta politik India.
Poernomo Gontha Ridho (New Delhi), Angela Dewi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo