Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Monitor kamera closed circuit television di ruang tengah itu terus dipelototi empat aparat Bea dan Cukai. Sabtu dua pekan lalu, pada tengah malam itu, layar CCTV tersebut tiba tiba memunculkan gambar dua lelaki tengah mengangkut sebuah kardus ke bagasi sebuah sedan Volvo hitam.
Inilah yang ditunggu tunggu. Sejurus kemudian puluhan petugas Kan tor Wilayah Bea Cukai Jakarta dan Jawa Timur, yang sebelumnya bersembunyi di sejumlah tempat, berhamburan keluar. Semuanya bersiap ”menyambut” Volvo tersebut.
Sekitar satu jam kemudian, sebuah pintu gerbang setinggi dua meter di rumah Jalan Andong Raya 33A di kawasan Slipi, Jakarta Barat, terbuka. Sedan Volvo itu meluncur keluar. ”Target mendekat,” lewat handy talkie seorang penyelidik Bea Cukai yang bertugas mengamati rumah itu mengirim pesan kepada rekan rekannya.
Baru berjalan sekitar 30 meter, sedan itu mendadak berhenti. Sebuah Toyota Avanza krem, dengan kecepatan cukup tinggi, merintangi jalan sedan tersebut. Empat petugas Bea Cukai berloncatan keluar. Dalam sekejap Volvo itu dikepung puluhan petugas, yang di antaranya menenteng senjata laras panjang. ”Tolong, Anda keluar,” ujar seorang petugas dengan suara lantang.
Dari dalam sedan hitam itu keluar dua lelaki, Bambang Sugiarto dan Hengky. Yang terakhir ini keponakan Bambang sekaligus merangkap sopir. Petugas Bea Cukai mensinyalir Bambang otak sekaligus pemilik percetakan cukai rokok palsu yang sehari hari diproduksi dari Jalan Andong itu. Di bagasi sedan yang dipakai Bambang, petugas menemukan lima rim hologram dibungkus aluminum foil di dalam empat kardus mi instan. Itulah bahan cukai palsu yang dipakai Bambang untuk menjalankan aksinya.
Malam itu juga petugas menggelandang kedua orang itu ke Kantor Bea Cukai di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Sejumlah anggota tim lainnya langsung merangsek ke rumah Bambang. Di dalam rumah itu bukti dugaan kejahatan yang dilakukan Bambang terlihat: sebuah mesin tempel hologram merek Dimuken, dua mesin potong hologram, serta satu mesin potong kertas. Selain itu ditemukan pula sekitar 550 ribu keping pita cukai palsu, tujuh rol kertas bahan pita cukai, 92 kaleng tinta cetak, plus 50 rol hologram jadi.
Pada saat yang sama, di Surabaya, belasan petugas Bea Cukai juga menggeledah rumah Bambang di Jalan Andayani XI. Selain di Jakarta, Bambang kerap tinggal di Surabaya. Seperti di Jakarta, di sini aparat juga menemukan 15 rim cukai palsu. Belakangan, petugas juga menggeledah rumah kontrakan Bambang di Taman Ayun 389, Karawaci, Tangerang. Di sini ditemukan 99 rol hologram dari Cina. Setiap rol panjangnya sekitar 2.000 meter. ”Itu bisa untuk ratusan rim pita cukai palsu,” ujar Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jakarta, Septia Atma.
Menurut Septia, Bambang tak bisa berkelit lagi dengan bukti keras seperti itu. Setelah melakukan pemeriksaan sekitar tiga jam, penyidik Bea Cukai menetapkan Bambang dan Hengky sebagai tersangka pemalsu cukai dan menjebloskannya ke tahanan Direktorat Bea Cukai. Keduanya terancam hukuman delapan tahun penjara. Selain kedua orang itu, aparat juga menangkap empat karyawan Bambang. ”Tapi, karena mereka pekerja kontrak, sejauh ini mereka hanya dijadikan saksi,” ujar Septia.
PEMALSUAN yang dilakukan Bambang merupakan pemalsuan cukai terbesar yang pernah diungkap aparat Bea Cukai. Menurut Direktur Jenderal Bea Cukai Anwar Supriyadi, akibat kejahatan yang dilakukan Bambang, negara rugi sekitar Rp 560 miliar. ”Kasus ini terbesar dan tercanggih dibanding sebelum sebelumnya,” ujar Anwar.
Canggih, menurut Anwar, lantaran hasil karya Bambang ini tak bisa dipindai jika sekadar memakai detektor biasa seperti ultraviolet. ”Baru ketahuan palsu dengan pemindai khusus hologram.” Pemindai jenis ini hanya dimiliki Percetakan Uang Negara.
Begitu mendengar informasi anak buahnya berhasil menangkap Bambang, Anwar memang langsung melesat ke Slipi. Sebelumnya, sekitar enam anggota polisi militer juga datang ke lokasi itu. Kedatangan sejumlah aparat militer ini membuat warga terkejut dan baru mafhum bahwa di kompleks mereka baru saja ada peristiwa penggerebekan tempat pemalsuan cukai.
Anwar menduga lamanya Bambang bisa menjalankan bisnisnya lantaran ia menjalin hubungan dengan aparat keamanan. Sumber Tempo yang ikut dalam penggerebekan membenarkan hal itu. Menurut sang sumber, saat ditangkap, Bambang sempat meminta Hengky menelepon seorang polisi berpangkat ajun komisaris berinisial ”M” di Kepolisian Resor Jakarta Barat.
Di kediaman Bambang, aparat juga menemukan mobil Mercedes Benz milik pria 56 tahun itu, yang di kaca belakangnya tertempel stiker ”Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian”. Di mobil ini juga ditemukan sebuah map dengan kop bertulisan ”Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian” dan juga pelat nomor mobil dinas polisi 141 01, lengkap dengan surat jalannya. Kepada petugas yang menangkapnya, Bambang mengaku barang barang ”berbau” kepolisian itu diperolehnya dari temannya.
Di Surabaya, mobil KIA Sedona yang disita aparat Bea Cukai ternyata juga ”berbau” kepolisian. Menurut seorang petugas Bea Cukai, dengan mobil itulah biasanya Bambang membawa cukai palsu. Sumber Tempo di Kepolisian Jawa Timur menyatakan, mobil KIA itu adalah bekas mobil patroli lalu lintas. Menurut sang sumber, dari hasil penggerebekan, petugas menemukan surat surat kendaraan itu atas nama seorang polisi berpangkat komisaris besar.
Meski disebut sebut kasus ini melibatkan polisi, hingga saat ini belum ada seorang polisi pun yang diperiksa. Menurut Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Abubakar Natraprawira, Markas Besar Kepolisian akan mengusut keterlibatan anggotanya jika pihak Bea Cukai mengajukan permintaan secara resmi. ”Siapa pun, bila memang terlibat, pasti diproses.” Kepada Tempo, Kepala Satuan Reserse Polres Jakarta Barat, Komisaris Sujudi Ario Seto, menegaskan nama polisi berpangkat ajun komisaris yang disebut Bambang tak ada di lembaganya.
TERBONGKARNYA percetakan cukai palsu ini merupakan pengembangan dari operasi aparat Bea Cukai di Jawa Timur. Pada Januari lalu, aparat Bea Cukai di sana menangkap seorang kurir yang tengah memasarkan cukai palsu. ”Dari sini kemudian terungkap, percetakannya ada di Jakarta,” kata Direktur Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai, Thomas Sugijata.
Untuk menangkap tangan otak pelaku tersebut, Bea Cukai bertindak ekstra hati hati. Persiapan dilakukan secara matang. Pada April lalu, selama dua pekan, sejumlah petugas Bea Cukai diterjunkan mencari ”percetakan cukai” yang disebut sebut terletak di Jalan Andong, Slipi, itu.
Setelah yakin di Andong itulah Bambang mencetak cukai palsunya, ”tim buru sergap” Bea Cukai segera mengontrak rumah di depan kediaman Bambang. Di atap rumah tersebut dipasang kamera CCTV yang mengarah ke rumah itu. Kepada sejumlah warga, tim Bea Cukai ini mengaku mahasiswa pascasarjana yang tengah melakukan penelitian perihal kependudukan. ”Sejak itulah kami terus memantau gerak gerik rumah itu,” ujar Thomas.
Bambang menjalankan operasi pemasaran cukai palsunya dengan sistem sel, bak mafia narkoba. Jaringannya terbagi dalam tiga zona: zona timur (Jawa Timur), zona tengah (Jawa Tengah), dan zona Jakarta. Di setiap zona, terjadi pergantian kurir untuk menerima cukai palsu itu. ”Tujuannya memutus rantai informasi,” kata Thomas. Untuk memuluskan barang sampai ke konsumen, para kurir ini dilengkapi surat jalan palsu. Adapun sistem penjualannya, bayar di depan.
Di kalangan pelanggannya, Bambang dikenal sebagai ”juragan cukai dari Slipi”. Ia turun langsung mencari pembeli. Produksinya hanya berdasarkan pesanan. Harga per rimnya Rp 2,5 juta. Satu rim berisi 500 lembar cukai dan setiap lembar terdiri atas 120 keping pita cukai. Jika berlebih, Bambang menjual dengan harga Rp 6 juta per rim. ”Percetakan itu sempat terhenti pada 2005 sampai 2008 karena tidak ada pesanan,” ujar Septia.
Menurut Septia, harga cukai palsu ini tidak sampai satu persen dari harga resmi. Pasar cukai palsu ini, menurut Septia, adalah produsen rokok di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kepada Tempo, seorang penyidik Bea Cukai berbisik, cukai palsu itu diserap sekitar 22 perusahaan rokok. Petugas kini tengah menelusuri produsen rokok itu berdasarkan kode personalisasi atau identitas cukai tersebut. Beberapa di antaranya: cengmaso, ngapusio, bhujukio, sumurmuo, jarnoaeo, dan bhenoaeo.
Menurut Thomas, pengguna cukai palsu itu adalah para produsen rokok sigaret kretek mesin golongan II. Harga rokok kelas seperti ini per bungkusnya Rp 8.000 dan produksinya kurang dari dua miliar batang per tahun. ”Produsen rokok seperti ini banyak, terutama di daerah terpencil di luar Jawa,” katanya. Pemakai cukai ini biasanya tidak memiliki nomor pokok barang kena cukai. ”Kalau perusahaan itu kami temukan, akan kami tutup,” kata Thomas.
Dari Jawa Timur, Ketua Umum Forum Masyarakat Rokok Indonesia Malang, Geng Wahyudi, menjamin anggotanya tidak ada yang terlibat. Menurut dia, 90 persen anggotanya memiliki izin dan jelas, tidak mungkin mereka memakai cukai palsu. Adapun sisanya menjual rokok sistem batangan sehingga tidak kena cukai.
Anton Aprianto, Anne L. Handayani, Bunga Manggiasih, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Eko Widianto (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo