SETIAP ada ledakan bom di London, tuduhan pertama biasanya
tertuju pada Irish Republican Amy (IRA) -- suatu organisasi
bersenjata yang berjuang mempersatukan Irlandia. Aksi teror
mereka memang tidak tanggung-tanggung. Setelah kematian Bobby
Sands, aksi itu semakin meningkat.
Penduduk Inggris sejak beberapa tahun terakhir ini selalu
diperingatkan agar tidak membuka langsung surat atau paket yang
mereka terima. Karena ada kckhawatiran itu berisi bom.
Suatu sampul berisi bom diadreskan kepada Pangeran Charles pekan
lalu. Hal ini diketahui oleh seorang pegawai pos yang curiga
melihat bentuknya. Menurut S'cotland Yard, surat itu dikirim
oleh suatu organisasi yang menyebut dirinya English Republican
Association -- yang diduga punya hubungan dengan IRA. Surat
semacam itu juga dikirimkan kepada PM Margaret Thatcher dan dua
anggota parlemen Inggris.
Nama IRA memang sulit dilepaskan dari sebutan 'teroris'. Apalagi
aksinya selalu dengan kekerasan -- tidak hanya di Irlandia dan
Inggris tapi juga di berbagai kota benua Eropa. Salah satu
operasinya yang cukup menonjol adalah pembunuhan terhadap Duta
Besar Inggris di Belanda, Sir Richard Skyes, Maret 1979. Ia
mendadak meninggal ketika bom meledak di mobilnya.
Peristiwa lain yang cukup mengejutkan adalah pembunuhan terhadap
Lord Mountbatten, sepupu Ratu Elizabeth, yang begitu dicintai
rakyat Inggris karena kepahlawanannya selama Perang Dunia II.
Mountbatten waktu itu berusia 79 tahun, sedang berlibur bersama
keluarganya ke desa pantai Mullaghmore, dekat Teluk Donegal di
barat laut Irlandia.
Sebagai orang yang gemar memancing, ia sering berlibur ke situ.
Suatu hari dalam Agustus 1979, ia kembali melayari Teluk
Donegal. Baru beberapa ratus meter dari pantai, kapal pesiarnya
Shadow V tiba-tiba meledak.
Begitu tersiar kabar Lord Mountbatten dan lima, anggota
keluarganya tewas, IRA langsung mengeluarkan pernyataan di
Belfast. "IRA bertanggungjawab terhadap pembunuhan Lord
Mountbatten," kata pernyataan itu. "Operasi ini salah satu cara
yang bisa kami lakukan untuk mengingatkan rakyat Inggris bahwa
negara kami diduduki secara berkepanjangan."
Memang sejarah perjuangan IRA sudah melalui masa yang panjang.
Didirikan tahun 1919, IRA menggantikan gerakan Sukarelawan
Irlandia -- suatu organisasi nasionalis militan yang lahir enam
tahun sebelumnya. Tujuan IRA semula adalah membebaskan Irlandia
dari Inggris. Melalui aksi bersenjatanya IRA membantu perjuangan
politik bagi tercapainya suatu negara Irlandia yang merdeka.
Sebagai kelompok bersenjata dari Partai Sinn Fein, partai
nasionalis Irlandia, IRA mulai menggunakan taktik gerilya semasa
perang kemerdekaan (1919-1921). Waktu itu pasukannya bergerak
dalam kelompok kecil yang terdiri dari 15 sampai 30 orang.
Mereka melakukan berbagai sabotase. Aksi mereka ini ternyata
berhasil memaksa Inggris mencari penyelesaian politik. Dan
Januari 1922, terbentuklah Negara Irlandia Merdeka (Irish Free
State) yang berstatus dominion.
Namun dari 32 wilayah di Irlandia, hanya 26 yang mau bergabung
dengan negara baru itu. Selebihnya, yaitu yang berada di Ulster
(Irlandia Utara), tetap terpisah. Kenyataan ini tak bisa
diterima oleh sebagian anggota IRA. Maka terjadi perpecahan --
sebagian mendukung penyelesaian damai, sedang yang lain menolak.
Kelompok pertama langsung menjadi inti Tentara Negara Irlandia
Merdeka, sedang lainnya dikenal sebagai Irregulars. Kelompok
Irregulars ini kemudian malah membentuk pasuIan bersenjata
melawan pemerintah yang baru merdeka itu.
Pada masa berikutnya (1922-23) kedua pihak ini terlibat dalam
konflik yang tajam. Akhirnya kelompok Irregulars menyerah, tapi
dengan nama IRA muncul kembali dan mulai merekrut anggotanya
secara illegal. Tujuannya jelas untuk memasukkan sisa enam
wilayah di Irlandia Utara -- yang masih dikuasai Inggris -- ke
dalam negara baru itu. Dan selalu dengan jalan kekerasan.
Akibat tindakannya itu IRA dinyatakan sebagai organisasi
terlarang pada tahun 1931. Dan sekali lagi dalam tahun 1936 IRA
dinyatakan terlarang. Namun tahun 1939, IRA menjawab dengan
serangkaian peledakan bom di berbagai tempat di Inggris. Hingga
Dail (Parlemen Irlandia) mengambil berbagai tindakan legislasi
yang tegas. Antara lain menyangkut wewenang kepolisian menahan
pelaku kekerasan tanpa harus dibawa ke pengadilan.
KEGIATAN IRA menentang Inggris selama masa Perang Dunia II
sempat membuat malu pemerintah Negara Irlandia Merdeka. Dalam
masa perang itu lima pemimpin IRA dihukum mati dan ratusan
anggotanya ditahan. Tapi setelah Negara Irlandia Merdeka berubah
statusnya dari dominion menjadi republik (Desember 1948), IRA
kembali bangkit. Cita-citanya mempersatukan Irlandia Utara --
berpenduduk mayoritas Protestan, dan bagian dari Inggris --
dengan Republik Irlandia ternyata tak pernah padam. Republik itu
berpenduduk mayoritas Katolik.
Sering kerusuhan terjadi lagi di Irlandia Utara sejak tahun
1950-an. Namun, karena kurangnya dukungan umat Katolik di
Ulster, usaha IRA menjadi sia-sia. Baru kemudian sekitar akhir
1960-an, umat Katolik mulai aktif mengadakan demonstrasi
menentang diskriminasi dalam bidang perumahan, hak suara dan
pekerjaan di Ulster. Aksi ini tentu saja didukung IRA. Sementara
itu umat Katolik di Republik Irlandia mendukung pula.
Suatu kampanye aksi kekerasan berlangsung karena adanya
diskriminasi itu. Namun aksi ini akhirnya menimbulkan konflik di
kalangan IRA. Dalam konperensi Partai Sinn Fein di Dublin,
ibukota Republik Irlandia, Desember 1969, IRA terpecah dua.
Selain kelompok 'resmi', ada yang disebut Provisional, atau
Provo. Adalah IRA Provo inilah yang kemudian banyak terlibat
dalam aksi kekerasan. Anggotanya adalah pemuda Katolik militan.
Dan ketika tentara Inggris tiba untuk memulihkan keamanan di
Ulster, Agustus 1969, IRA langsung mengadakan perlawanan. Mereka
tidak saja menembaki penduduk Protestan, tapi juga polisi dan
tentara Inggris yang baru datang. Puncaknya adalah pembunuhan
terhadap Lord Mountbatten. "Mereka mulanya bertujuan baik, tapi
sekarang mereka komunis," kata seorang pekerja di Dublin.
"Tujuan mereka bukan lagi mempersatukan Irlandia, tapi untuk
kekuasaan, seperti Ayatullah atau idel Castro," tambahnya.
Memang ada jaringan kerjasamanya dengan berbagai organisasi di
luar Irlandia. Tuduhan bahwa IRA mendapat bantuan negara
tertentu sukar dielakkan.
Dana yang diperolehnya diketahui berasal dari masyarakat
Irlandia di Amerika Serikat. Atau dari usaha melindungi rumah
pelacuran, panti pijat dan berbagai usaha kejahatan semakin
terlihat bahayanya ketika terbongkar rencana pengiriman senjata
buatan Cekoslowakia, tahun 1971.
Maria Mc Guire pernah menulis dalam suatu buku bahwa seorang
tokoh IRA, David O'Connel, sering berkelana di Eropa. Ia
mengadakan hubungan dari Paris ke Bern dan Amsterdam untuk
mencari bantuan senjata. Salah satu kontak yang pernah
dilakukannya adalah dengan Omnipol, sebuah pabrik senjata di
Praha yang diawasi oleh KGB (Badan Intelijen Soviet). Dan
O'Connel berhasil mendapat senjata sebanyak 166 peti. Namun
dalam perjalanan lewat Amsterdam rencana penyelundupan senjata
itu diketahui polisi.
Aktivitas IRA belakangan ini memang agak menonjol. Bahkan
mingguan The New York Times yang terbit awal Maret menyebut
IRA sebagai organisasi revolusioner ke-2 setelah Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO). Hubungannya dengan PLO juga cukup
dekat. Pertama kali IRA mengirim kontingennya ke Jordania untuk
berlatih di kamp gerilyawan Palestina, tahun 1969. IRA juga
pernah menjadi tamu kehormatan dalam suatu konperensi bersejarah
di Florence, Italia, Oktober 1971. Konperensi itu berakhir
dengan pembentukan Gerilya Eropa Internasional.
Mei 1972, beberapa tokoh IRA juga menghadiri pertemuan puncak
organisasi pembebasan yang diselenggarakan di Baddawi, Libanon,
oleh George Habash, tokoh PLO dari sayap Al Fattah. Ini kemudian
disusul dengan pertemuan di Paris yang mencetuskan Deklaasi
Dukungan untuk IRA Provisional. Hingga 50 anggota IRA dikirim
ke Libanon untuk mengikuti latihan gerilya tingkat lanjutan.
Hubungan ini semakin erat dan ditandai dengan seringnya diadakan
pertemuan rahasia antara flabash dan tokoh IRA di Dublin.
Tak hanya itu. Gerakan IRA ini sempat menarik perhatian Presiden
Fidel Castro. Dalam salah satu rencana operasi intelijen Kuba,
tahun 1972, disebutkan, "Kuba akan melatih IRA dalam aksi teror
dan perang gerilya."
Pemimpin Libya, Kolonel Muammar Khadafi, juga menyatakan akan
membantu perjuangan revolusioner Irlandia. Dan dalam tahun 1972
itu juga, kapal Claudia yang mengangkut sekitar lima ton senjata
buatan Soviet bertolak dari Tripoli menuju pantai Irlandia. Tapi
Angkatan Laut Irlandia berhasil menghadangnya.
Khadafi tak kapok. Fasilitas latihan bagi anggota IRA
disediakannya. Menurut orang yang pernah melihat, latihan itu
berlangsung di Tokra, timur laut Benghazi. Di sana para
instruktur Kuba memberikan latihan cara sabotase tingkat
lanjutan. Dan di Kamp Az Zauiah, berlangsung latihan bersama
dari berbagai organisasi 'teroris'. Ada yang dari Jerman Barat,
Spanyol, Yunani dan Inggris.
Dari pertumbuhan IRA ini tak terlihat titik terang bagi suatu
penyelesaian damai di Irlandia Utara. Tujuan IRA semakin jauh
dari cita-citanya semula. "Kami tidak menginginkan adanya
konfederasi Utara dan Selatan," ujar Ruairi O'Bradaigh, Ketua
IRA. Seminggu setelah kematian Lord Mountbatten, O'Bradaigh
juga pernah meyatakan IRA tidak menginginkan sekedar
kemerdekaan Ulster dari lnggris. "Kami ingin membentuk Republik
Sosialis Demokrat," katanya. Itu berarti Irlandia diinginkannya
mirip dengan Chili di masa Allende.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini