HAMPIR seperempat abad, tank M-60 Patton diandalkan dalam
sistem persenjataan konvensional Amerika Serikat. Dalam karirnya
yang panjang itu, beberapa kali tipe dasarnya mengalami
peremajaan disesuaikan dengan teknologi mutakhir. Tapi Uni
Soviet terus mengimbanginya, hingga dalam perlombaan ini
Pentagon (Kementerian Pertahanan AS) menilai M-60 sudah harus
diganti.
Calonnya sudah ada. Setelah delapan tahun XM-1 dikembangkan,
April lalu huruf X (kode eksperimen) ditanggalkan dan tank baru
itu dinobatkan dengan nama M-1 Abrams. Nama itu mengenang
Jenderal Creighton W. Abrams. Tokoh ini adalah komandan pasukan
AS di Vietnam sebelum menjabat Kepala Staf Angkatan Darat.
Abrams, yang meninggal tahun 1974, semasa Perang Dunia II amat
masyhur sebagai komandan pasukan tank.
Sampai beberapa tahun lalu kekuatan pasukan tank Soviet masih
mengandalkan jenis T-54, T-55 dan T-62. Yang terakhir ini setara
dengan M-60 milik AS itu. Tapi sejak 1974 muncul T-64 yang
ternyata lebih unggul ketimbang M-60. Kemudian diketahui ada
T-80, jenis lebih baru lagi yang sedang dites pasukan tank
Soviet. Diperkirakan lebih unggul lagi dalam tahap perencanaan.
Tentu saja tank baru M-1 Abrams dalam penilaian Pentagon paling
hebat. Untuk meyakinkan Kongres, Pentagon pernah mengutip kesan
para awak yang mengetes senjata baru itu. "Lebih mudah
perawatannya, lebih nyaman, lebih gesit, lebih jitu, lebih mudah
memasukkan peluru, lebih dapat diandalkan, lebih terjamin daya
tahan dan keselamatan awak."
Juga majalah Asia-Pacific Defense lorum pernah mengumandangkan
senandung puji. "Tank andalan Amerika Serikat di masa depan
bukan sekedar sebuah tank baru," tulis majalah itu. "XM-1 suatu
revolusi, kendaraan teladan sederetan mesin tempur bertenaga
mesin turbin gas. "
Tapi justru mesin turbin gas itu pangkal kontroversi sekitar
tank baru itu. Dalam program tes pertama awal 1979, mesin itu
berulang kali mengalami kerusakan besar dan kecil dan tidak
memenuhi spesifikasinya. Dalam jarak 6.400 km kemungkinan
terjadi kerusakan setinggi 80% sedang spesifikasinya maksimal
50%. sebagian besar mesin jet itu kemasukan dcbu akibat filter
yang kurang baik. Juga terjadi gangguan pada daun turbin. Sistem
transmisi yang kurang memadai berpengaruh pada efisiensi
pemakaian bahan bakar. Menurut spesifikasinya, tanki bahan bakar
yang berisi 2.250 liter mesti mencapai 440 km tapi kenyataannya
hanya 400 km.
Hasil tes yang lemah itu menyebabkan General Accounting Office
(Badan Pemeriksa Keuangan AS) menyarankan suatu program cadangan
dengan mengembangkan mesin disel, jenis yang umum dipakai pada
tank. Awal tahun lalu Kongres menyetujui dana US$14,2 juta (Rp
8,8 milyar) untuk program itu. Tapi Pentagon agaknya enggan
mengerjakannya dan mengulur waktu. Bahkan dalam perundingan
anggaran tahun 1981, berdasarkan hasil tes yang membaik, mereka
minta program itu dibatalkan saja. "Angkatan Darat berpendapat
dana US$ 14,2 juta lebih tepat jika digunakan untuk pengembangan
XM-1 yang sedang diproduksi," kata Jenderal Donald R. Keith,
Wakil Kepala Staf Angkatan Darat bidang Riset dan Pengembangan.
Cara John Wayne
Mesin turbin gas pada prinsipnya mesin pesawat terbang
pancargas. Baru pertama kali mesin jenis itu digunakan
menjalankan tank. Tenaga tank M-1 yang 1500 DK (Daya Kuda) bisa
memacu tank seberat 54 ton itu dengan kecepatan mendekati 100 km
per jam di jalan rata. Sedang di medan tidak rata kecepatannya
sekitar 48 km per jam. Sebagai bandingan, tank utama Perang
Dunia II seperti Sherman (AS), Panzer IV dan Tiger (Jerman) atau
T-34 (Soviet) tergolong cepat dengan 40 km per jam di jalan
rata.
Tank M-1 yang dilayani empat awak mampu mencapai kecepatan 30 km
per jam dari keadaan berhenti dalam waktu hanya 6,1 detik. Jauh
lebih cepat dibanding imbangannya di Jerman Barat, Leopard-2. Ia
juga mampu melewati tembok atau halangan setinggi 1 m dan
melintas parit selebar 2,5 m. Semua itu dikendalikan dengan
kemudi yang bentuknya mirip kemudi sepeda motor, bentuk yang
agaknya disukai para pengemudi tank.
Yang mungkin tak disukai pengemudi M-1 ialah batu, lumpur dan
debu yang menyiram mukanya di saat tank itu berjalan cepat. Ini
dinyatakan dalam sebuah laporan hasil tes setebal 300 halaman
yang dikeluarkan April tahun lalu tapi tak pernah diumumkan.
Meski petugas tes Angkatan Darat di Fort Knox menulis bahwa tank
itu memuaskan dan aman dipakai menurut penilaian awak yang
mengetes, laporan itu juga berisi komentar negatif mereka.
Antara lain mereka sebut uap dan cairan -- bahaya -- yang
menyusup ke dalam luka akibat benturan karena pegangan kurang
tepat, tempat komandan tank yang tidak memuaskan, tempat awak
yang mengisi meriam tidak aman dan tidak efektif. Dalam
mengendalikan tank itu pengemudi sering kehilangan kontrol. Juga
ditemui berbagai kesulitan dengan ketiga senapan mesin tank itu.
Senapan di tempat komandan tak mungkin dibidik, menurut Sersan
Larry Clark. "Saya terpaksa menembak dengan cara John Wayne
saja," katanya. Maksudnya, ia menembak dengan sapuan dari kiri
ke kanan tanpa membidik betul.
Penyakit lain yang cukup parah bagi sebuah tank dialami M-1 itu.
Berulang kali ban rangkaian plat baja terlepas, rata-rata setiap
1.360 km. Meski belakangan angka ini sudah bisa ditingkatkan,
masih jauh di bawah rata-rata 3.200 km yang dispesifikasi. Semua
kegagalan itu tak melumpuhkan semangat pejabat Pentagon. Meski
masih terdapat berbagai problem, Jenderal Duard Ball, pemimpin
program tank M-1 itu, berkata, "Kini kita punya tank yang mampu
melakukan segala yang dari dulu kita impikan. "
Keunggulan utama M-1 dibanding tank sebelumnya, selain mesin
turbin gas, ialah jenis lapis-bajanya yang lebih tangguh. Logam
paduan unggul itu dibuat berlapis-lapis berdasarkan teknologi
yang dikembangkan di Inggris yang saat ini dinilai terunggul di
dunia. Juga tank Soviet menggunakan lapis baja jenis mirip ini.
Keunggulan lain ialah kecepatan dan percepatan yang dicapai M-1,
syarat perawatan yang lebih ringan, bentuknya yang rendah dan
ramping serta sistem kendali tembak yang lebih baik. Selain
punya tiga senapan mesin tadi, M-1 dilengkapi dengan meriam 105
mm. Sedang dikembangkan sebuah meriam 120 mm untuk M-1 menjelang
tahun 1984.
Sistem sinar laser dan komputer membantu penembakannya. Juru
tembak cukup mengarahkan meriamnya pada sasaran dan menarik
pelatuk. Ini mengaktifkan sinar laser yang menaksir jarak. Data
ini diolah komputer yang kemudian membidik meriamnya. Sekali
lagi juru tembak menarik pelatuk dan sasaran pasti kena,
sekalipun tank itu berjalan.
Semua keunggulan -- dan kegagalan -- bermula ketika dalam bulan
Juni 1973 dua perusahaan raksasa di AS, Chrysler dan General
Motors, diberi pesanan membuat prototipe sebuah tank baru dengan
kode XM-1. Awal 1976, kedua perusahaan itu menyerahkan prototipe
masing-masing. Angkatan Darat AS memilih prototipe yang dibuat
Chrysler yang kemudian diberi US$ 196,2 juta (Rp 123 milyar)
untuk membuat 11 tank percobaan.
Cukup Mahal
Tank itu memang mahal. Dari harga sekitar US$ 750 ribu (Rp 470
juta) di tahun 1976 menjadi US$ 1,1 juta (Rp 690 juta) saat ini.
Namun Jenderal Edward C. Meyer, Kepala Staf Angkatan Darat AS,
menilainya masih jauh lebih murah ketimbang tank Leolard-2
buatan Jerman Barat. Harga sebuah Leopard-2, menurut Meyer,
sekitar US$ 1,8 juta (Rp 1,1 milyar). "Pasti M-1 lebih baik,"
tandasnya meyakinkan Senator Young yang mengetuai Subkomite
Komite Penilaian Anggaran Senat AS. Senator itu memang yakin.
"Perlengkapan modern ternyata cukup mahal," katanya sambil
menghela napas panjang.
Banyak pihak ternyata masih ragu terhadap program M-1 itu.
Antara lain pihak Proyek Pembelian Militer, suatu kelompok kecil
yang cukup didengar di Washington, meragukannya. Tank ringan,
kata mereka, pasti lebih murah, cepat dan mudah diangkut lewat
udara, dan tak kalah tangguhnya jika dilengkapi rudal anti-tank.
Agaknya bukan dalam teknologi tank saja, tapi juga dalam
produksinya terjadi perlombaan antara kedua superpower. Amerika
jelas tercecer.
Saat ini Uni Soviet memiliki sekitar 50.000 tank. Dengan tingkat
produksi yang lebih 2000 setahun, Uni Soviet menjelang 1987
bakal memiliki paling sedikit 65.000 tank. Sebagian terbesar
jenis T-72 dan T-80 yang unggul.
Sementara AS saat ini memiliki sekitar 11.000 tank, sebagian
terbesar jenis M-60 Patton yang kalah unggul dengan T-72.
Produksi M-1 Abrams, menurut rencana, hanya mencapai 7058 buah
menjelang tahun 1989. Akibatnya akhir tahun 80-an, jumlah tank
Amerika tak bakal melebihi 20.000 unit.
Tapi AS tetap mengejar. Senjata antitank baru saja diperkenalkan
Pentagon. Yaitu sistem yang mampu mengendalikan roket, bom atau
peluru ke arah tank -- dinamakan sistem deteksi gelombang
milimeter. Antena kecil di pucuk roket, bom atau peluru itu
mampu mengenal pola khas gelombang radio yang terpancar dari
logam baja. Antena itu berhubungan dengan komputer kecil dalam
peluru itu. Sesudah peluru itu ditembakkan ke arah umum sasaran,
komputer -- sebesar sebungkus rokok -- bersama antena itu
mengendalikan peluru itu menemui sasaran, misalnya tank atau
kapal. Dengan senjata yang mirip bazooka itu, "setiap prajurit
mampu menghadapi tank," ujar William Perry, direktur bidang
Penelitian Pentagon.
Prajurit itu bisa menembakkannya dari jarak 1,5 km setelah
diarahkan kepada sasaran berupa tank atau gumpalan debu yang
mengitarinya. "Peluru itu mendekati sasaran dan sensur gelombang
menemukannya dan menghancurkannya," ujar Perry. Dengan bazooka,
prajurit zaman Perang Dunia II harus mendekati tank dalam jarak
100 m.
"Lebih masuk akal mengembangkan 'senjata pintar' seperti ini
daripada mengimbangi Uni Soviet tank demi tank," kata Perry
lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini