Tanda-tanda kesepakatan kedua belah pihak di Timur Tengah belum tampak, tapi Baker dan Pankin tak ingin mundur. KERIKIL-kerikil tajam bermunculan di jalan perdamaian Timur tengah. Untuk itulah Menteri Luar Negeri James Baker segera terbang menuju kawasan itu untuk kunjungan yang kedelapan kalinya dalam delapan bulan terakhir sejak Perang Teluk selesai. Untuk maksud itu pula rekannya dari Uni Soviet, Boris Pankin, akan segera datang ke kawasan itu untuk kunjungan pertama kalinya. Mereka berambisi menyingkirkan kerikil. Baker merencanakan menemui para pemimpin Israel, Yordania, Mesir, Suriah, dan malah akan berbicara langsung dengan pemimpin-pemimpin masyarakat Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pankin akan singgah di Suriah, Yordania, dan Israel. Masukan yang diperoleh oleh Baker dan Pankin merupakan bahan untuk mempersiapkan konperensi pendahuluan yang direncanakan dilangsungkan pada akhir bulan ini. Bila sukses, itulah pertemuan yang mengawali kontak langsung antara semua pihak yang bertentangan di Timur Tengah, terutama antara Palestina dan Israel. Sadar akan banyaknya rintangan yang menghalangi, pagi-pagi Margaret Tutwiler, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, mengatakan bahwa "para ekstremis" dari segala penjuru di Timur Tengah sudah siap-siap untuk menggagalkan pertemuan itu. "Selagi kita berjalan makin mendekat ke penyelenggaraan konperensi perdamaian tersebut, ekstremis dari semua kubu mungkin saja mengambil langkah-langkah untuk menyabotnya," kata Tutwiler tanpa menyebut nama. Sinyalemen Tutwiler itu banyak benarnya. Kamis pekan silam, dua pemuka Palestina Tepi Barat, Faisal Husseini dan Hanan Ashrawi, dipanggil dan diinterogasi oleh polisi pendudukan Israel, beberapa jam sebelum mereka terbang ke Washington untuk berkonsultasi dengan Baker. Penahanan yang bersamaan waktunya dengan adanya kerusuhan antara tentara Israel dan penduduk Palestina beragama Islam di Masjidil Aqsa itu jelas dimaksudkan untuk menghalang-halangi kepergian kedua orang itu. Kemudian tiga pesawat tempur Israel terbang melintasi wilayah Irak sebagai suatu tindakan provokasi. Menteri Pertahanan Dick Cheney terang-terangan mengkritik hal itu, dan mengecam Israel "tidak membantu". Sementara "kami berusaha menyelenggarakan konperensi perdamaian internasional," mereka melakukan perbuatan "tidak pantas", komentarnya tentang penerbangan ketiga penempur Israel itu. Kerikil berikutnya datang dari Suriah. Dalam kunjungan terakhir Baker ke Timur Tengah, ketika ia singgah di Damaskus, Presiden Hafez Assad mengatakan kepadanya bahwa Suriah tidak akan turut serta dalan konperensi. Alasannya secara formal negara itu masih berperang dengan Israel. Mestinya pernyataan Assad bukan konsumsi umum agar tak mengganggu jalan ke perundingan. Namun, berita itu bocor ke telinga wartawan surat kabar New York Times, dan dimuat. Bila Israel makin bertingkah, bisa jadi salah satunya karena pernyataan Assad. Lalu, Jumat pekan lalu, sehari sebelum keberangkatan Baker, seorang Palestina dari Kibya di Tepi Barat, dengan menggunakan truk curian menubruk sekelompok orang yang sedang menunggu bus di sebuah sudut jalan di Tel Aviv. Dua orang serdadu Israel tewas dan 11 orang sipil luka-luka. Ini tentu merupakan tambahan alasan bagi Israel untuk menggagalkan perundingan. Sebenarnya saja, sudah sejak awal Israel sulit diajak kompromi. Perdana Menteri Yitzhak Shamir selalu mengatakan bahwa konperensi akan gagal bila itu hanya difokuskan pada usaha memaksa Israel menukar wilayah-wilayah yang diduduki dengan perdamaian. Dalam pidatonya di muka parlemen Israel, Senin pekan lalu, ia membacakan daftar persyaratan yang diajukan Israel. Ia kembali menekankan persyaratan yang tak bisa ditawar: tidak menyertakan PLO dalam perundingan. Shamir masih tetap memberi cap "organisasi teroris" pada organisasi pembebasan palestina itu. Karena itu, ia menolak kehadiran wakil Palestina, sekalipun tergabung dalam delegasi Yordania, apabila wakil-wakil itu ternyata punya hubungan organisatoris dengan PLO. Sekali lagi ia menolak merundingkan pengembalian Dataran Tinggi Golan pada Suriah, di samping mengatakan bahwa pertemuan yang direncanakan pada akhir bulan ini hanyalah peristiwa seremonial belaka. Adakah sikap Shamir hanya sebagai taktik menghadapi perundingan, atau hal yang memang mendasar? Bila Shamir tak bisa ditawar, jelas perundingan akan menghadapi jalan buntu karena kesediaan negara-negara Arab dan Palestina untuk berunding dengan Israel jelas dimaksudkan sebagai jalan memperoleh kembali wilayah-wilayah yang diduduki Israel, dan terciptanya sebuah tanah air untuk bangsa Palestina. Itu sebabnya negara-negara Arab bersedia duduk berunding dengan Israel, yang secara de facto merupakan pengakuan atas eksistensi negara Yahudi tersebut -- - sesuatu yang selalu dicari oleh Israel. Bahkan, Ketua PLO Yasser Arafat sudah beberapa tahun lalu mendahului mengakui adanya negara Israel. Mungkinkah George Bush mampu menekan Israel, yang bukan lagi sekutu AS satu-satunya di Timur Tengah kini? A. Dahana (Jakarta) & Dja'far Bushiri (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini