Kuba menyusun program baru sosialismenya untuk membuka jalan ekonomi baru karena Soviet mengurangi bantuannya. DENTANG lonceng raksasa Rabu pagi pekan lalu menandai dibukanya Kongres Partai Komunis Kuba. Potret raksasa pahlawan Kuba Jose Marti dan bapak komunisme Karl Marx menyambut kedatangan Fidel Castro di tempat Kongres, di gedung teater yang baru dibangun di Santiago de Cuba, 1.000 km sebelah tenggara Havana, ibu kota Kuba. "Viva Fidel" bergaung di dalam gedung, diteriakkan oleh para peserta, begitu lelaki berewokan, berpakaian tentara, dan bersepatu lars itu memasuki ruangan. Pertemuan empat hari itu dihadiri tak kurang dari 2.000 anggota delegasi. "Kita ingin adanya diskusi yang benar-benar terbuka. Silakan berdebat," kata Fidel Castro dalam pidato sambutannya. Lalu Castro, yang kini 65 tahun itu, selama lima jam menyampaikan pandangannya tentang sosialisme dewasa ini, yang kini dikelilingi lautan kapitalisme, dan sikap Kuba sebagai negeri yang sejak 1959 berideologi komunis. Castro dengan tegas mengecam tindakan Presiden Mikhail Gorbachev yang membetot Partai Komunis dari puncak kekuasaan Soviet, sebagai langkah yang "mengerikan, buruk, dan tak terbayangkan sama sekali." Ia dengan tak kurang tegasnya menandaskan bahwa Kuba akan tetap mempertahankan sosialisme sebagai landasan bangsa dan negara. Yang kemudian terdengar kontradiktif, Castro minta pada Kongres untuk membahas empat resolusi tentang program dan status baru Partai Komunis Kuba. Empat hal itu, katanya, akan menjadi landasan reformasi di Kuba, yakni reformasi yang tetap berlandaskan sosialisme. Belum jelas benar hasil bahasan sidang. Yang sudah jelas, Kuba kini bersedia membuka hubungan ekonomi dengan negara Barat mana pun. Sebagaimana yang terjadi dengan Korea Utara (lihat Biar Lapar Asal Sosialis), mudah ditebak, itulah akibat Soviet mengurangi atau menyetop bantuan yang selama ini mengalir secara kontinu. Sikap Uni Soviet tampaknya sudah sangat jelas. Jumat dua pekan lalu, Mikhail Gorbachev menyatakan akan segera menarik sekitar 11 ribu anggota pasukan Soviet dari Kuba. Itu bisa ditafsirkan bahwa Soviet tak lagi membutuhkan Kuba sebagai sekutunya dalam menghadapi Amerika Serikat. Itu berarti bahwa Soviet tak akan peduli apa pun yang akan menimpa Kuba. Padahal, Kuba selama ini sangat bergantung pada Soviet. Bayangkan, Soviet selama ini harus menyuntik Kuba sekitar US$ 10 juta sehari. Itu antara lain karena produksi gula di pasaran dunia jatuh. Tanpa Kuba, dunia kini sudah memproduksi lebih dari 107,5 juta ton gula, padahal kebutuhan dunia hanya 108 juta ton per tahun. Ini antara lain akibat sejumlah minuman ringan tak lagi meggunakan gula. Maka, terpaksalah Soviet membeli sebagian besar gula Kuba. Kini, selain pembelian gula dikurangi, subsidi gandum pun dihentikan oleh Soviet. Akibatnya segera dirasakan oleh 11 juta rakyat Kuba. Ekonomi seret jalannya. Dulu, sekali dalam sembilan hari, satu keluarga dengan empat jiwa mendapat jatah seekor ayam. Kini jatah itu baru turun setelah setengah sebulan. Lalu bagaimana dengan daging babi yang menjadi kegemaran warga Kuba? "Babi? Bahasa apakah itu? Saya sampai lupa bahwa itu nama daging," kata seorang ibu dengan sinis. Ikan hanya bisa dibeli sebulan sekali. Maka, dulu rata-rata hanya ada 500 orang Kuba jadi imigran gelap d AS dalam setahun, tetapi belum sampai tahun ini berakhir pihak imigrasi Amerika sudah mengumumkan ada sekitar 2.000 imigran gelap dari Kuba. Ini merupakan indikasi kuat bahwa kesulitan ekonomi di negeri yang tahun depan akan ikut merayakan 500 tahun Columbus itu gawat. Satu contoh lagi bantuan Soviet yang dikurangi, minyak yang dulu datang dari Soviet 13 juta ton setahun, kini hanya 10 juta ton. Namun, bila Castro menyebut-nyebut reformasi, terasa masih ada optimisme. Sebenarnya saja, Kuba punya harapan membuka bisnis dengan, misalnya, negara-negara Amerika Latin. Contohnya, pabrik penyulingan minyak Kuba yang dibangun oleh Soviet mulai dilirik oleh Columbia dan Meksiko. Sejauh ini kapasitas pabrik itu tidak terpenuhi. Hanya sekitar 300.000 barel per hari minyak hasil sulingan pabrik ini. Padahal, kapasitas pabriknya tiga juta barel sehari. Maka, menteri luar negeri Columbia September lalu menyebut-nyebut soal pengiriman minyak mentah negara ini ke Kuba untuk disuling. Pembayarannya pun sudah disebut-sebut yakni dibayar dengar minyak. Bagi Columbia ini menguntungkan karena pipa minyak Columbia sering diledakkan oleh gerilyawan komunis. Dengan adanya kerja sama dengan Kuba, diharapkan gerilya komunis tak menyerang lagi. Lalu Meksiko menyebut-nyebut hal yang sama. Castro pun, dalam pertemuan Organisasi Negara-Negara Amerika Latin Juli lalu, mengundang anggota organisasi untuk menanam modal di Kuba. Peraturan penanaman modal asing di negerinya, kata Castro, sudah diperlunak. Sampai pekan lalu, memang sudah ada yang memenuhi undangan itu, antara lain Venezuela, yang membuka pabrik farmasi, dan Meksiko, yang memutarkan US$ 300 juta uangnya di Kuba. Semua itu baru penanaman modal kecil-kecilan. Bukannya negara-negara Amerika Latin tak tertarik pada Kuba, melainkan mereka takut akan ancaman Amerika. Pasalnya, Kuba masih sosialistis. Menurut seorang anggota Kongres AS, Kuba akan meniru Cina, "melakukan reformasi ekonomi, tapi tak disertai keterbukaan politik." Paling banter, kata anggota Kongres itu, akan dibolehkan adanya usaha swasta kecil-kecilan. Tampaknya, langkah selanjutnya Kuba akan bergantung kepada keputusan kongres partainya. Bila mereka yang berpandangan demokrat di antara 600 ribu anggota Partai menang, itulah harapan bagi Kuba meski itu kemungkinan besar bisa berarti redupnya komunisme, untuk kemudian lenyap. Namun, itu pun dengan syarat, Fidel Castro menyetujui hasil Kongres itu dengan lapang dada. Bila itu yang terjadi, bisa jadi Kuba akan mengalami proses seperti di Uni Soviet. Bila tidak, nasib negeri gula ini akan tergantung kewibawaan Presiden yang brewokan itu, yakni seberapa lama rakyat masih mendukungnya. Bila ekonomi membaik, dukungan itu mungkin tak sulit. Bila tidak, revolusi Rumania, menurut analisa seorang anggota Kongres AS, bisa meledak di Kuba. DP (Jakarta) & BHM (Washington)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini