NAMA Tentara Merah Jepang (Sekigun) menghiasi halaman-halaman
koran di berbagai penjuru dunia sejak tahun 1970. Dengan
membajak sebuah pesawat terbang domestik Jepang - memaksanya
terbang ke Korea - untuk pertama kalinya kaum radikal Jepang
memasuki gelanggang internasional. Tapi sejarah kegiatan mereka
sebenarnya sudah bermula bertahun-tahun sebelurmnya. Mula-mula
cuma dalam bentuk demonstrasi di jalan-jalan menentang
persetujuan keamanan Jepang-Amerika Serikat. Juga desakan agar
pulau Okinawa agar segera diserahkan oleh Amerika kepada
pemerintah Jepang, menjadi salah satu isyu untuk demontrasi
mereka.
Tekanan keras pemerintah Jepang terhadap mahasiswa radikal itu
memikat mereka mengalihkan kegiatan ke tingkat internasional.
Perjuangan melawan penindasan dan "manipulasi kapiubisme
terhadap rakyat tertindas" memudahkan mereka bersekutu dengan
kegiatan kaum radikal di berbagai penjuru. Dengan gerilyawan
radikal Palestina pimpinan George Habbash yang Marxistis itu
mereka mendapatkan kerja sama yang amat intim. Selepas
mendapatkan latihan militer di kamp-kamp Palestina, orang-orang
radikal dari Jepang itu pun ikut menyerang musuh Palestina di
berbagai tempat. Secara amat menyolok, di bulan Mei 1972,
lapangan terbang Lod, Israel, diserang secara membabi-buta oleh
3 anggota Tentara Merah. Korbannya: 26 orang mati dan lebih
dari 70 yang luka-luka. Dua dari penyerang tewas, sedang yang
satunya, Kozo Okamoto, sempat tertangkap.
Kerja sama Tentara Merah dengan gerilyawan Palestina menjadi
semakin nyata di tahun 1973. Pada bulan Juli tahun itu, seorang
anggota Tentara Merah bersama 3 orang Palestina membajak sebuah
jumbo milik JAL yang berada dalam perjalanan dari Paris ke
Tokyo. Semua penumpang selamat, tapi yang tersisa di lapangan
terbang Benghazi, Libya, adalah puing-puing. Pesawat mereka
ledakkan. Hampir setahun kemudian, pada bulan Januari 1974, 2
anggota Tentara Merah bersama 2 gerilyawan Palestina menduduki
instalasi penyulingan minyak milik Shell di Singapura. Kejadian
yang amat membuat panik pemerintah Republik Singapura itu,
kemudian berakhir dengan tenang setelah para pembajak tiba
dengan aman di Yaman Selatan.
Secara tersendiri, Tentara Merah juga melakukan aksi di berbagai
tempat, termasuk di Jepang. Pada bulan September 1974, 3 anggota
Tentara Merah menyerbu kemudian menyanderi 9 orang yang mereka
temukan di dalam kantor kedutaan Perancis di Den Haag Negeri
Belanda. Berunding selama 100 jam, mendapatkan pembebasan atas
teman-teman mereka yang ditahan oleh pemerintah Perancis, mereka
kemudian terbang ke Suriah. Masih di tahun yang sama, beberapa
kantor perusahaan besar Jepang di Tokyo menderita serangan bom
waktu. Salah satu kantor yang amat menderita adalah milik
Marubeni Co.
Pada tahun 1975, Tentara Merah sekaligus beraksi di dalam maupun
di luar Jepang. Di Jepang, mereka mencoba membunuh Putera
Mahkota Akihito dengan sebuah bom api. Alasan untuk tindakan ini
adalah karena Tentara Merah mendakwa keluarga kaisarlah yang
bertanggungjawab atas pecahnya perang Pasifik. Aksi ini tidak
berhasil mencapai sasaran. Sebaliknya, sejumlah anggota Tentara
Merah ditahan. Untuk melepaskan mereka, di tahun yang sama,
kedutaan Amerika di Kuala Lumpur diduduki Tentara Merah.
Pemerintah Jepang mengalah, tahanan dilepaskan, dan kedutaan
Amerika dikosongkan.
Setelah aksi-aksinya di tahun 1975 Tentara Merah tiba-tiba saja
tidak terdengar kabar beritanya. Pejabat kepolisian di Tokyo
kabarnya yakin sekali bahwa riwayat kelompok radikal itu memang
telah berakhir. "Mereka amat kekurangan tenaga," begitu seorang
perwira kepolisian menjelaskan. Berita pembajakan di antara
Bombay-Dakka itu sudah jelas amat mengejutkan Tokyo. Ternyata
kemudian bahwa masa dua tahun tanpa aksi bagi Tentara Merah
adalah periode mempersiapkan diri untuk aksi-aksi berikutnya.
Menarik untuk dicatat bahwa tanggal 28 September, hari
dimulainya pembajakan, adalah pula hari ulang tahun Fusako
Shigellobu, 32 tahun, "Ratu Teroris," sebagai yang disebutkan
oleh kepolisian Tokyo. Fusako Shigenobu inilah yang memainkan
peranan penting dalam melibatkan Tentara Merah pada kegiatan
terorisme internasional. Diperkirakan Fusako kini berada di
Beirut, setelah sekian lama meninggalkan Jepang. Ia memulai
kegiatannya ketika masih menjadi mahasiswa di awal tahun enam
puluhan di Tokyo. Mula-mula cuma sebagai penyelundup senjata -
pentungan, batu, tombak - ke dalam kampus yang berontak dan
terkepung rapat oleh polisi. Tekanan polisi dan pemerintah
Jepang membuatnya makin radikal untuk akhirnya melarikan diri ke
luar negeri. Suaminya, Takahasi Okudaira, iuga seorang anggota
Tentara Merah. Pusako kini janda, sebab Takahasi tewas dalam
penyerangan di lapangan terbang Lod pada tahun 1972.
Protes Resmi
Kalangan kepolisian di Tokyo hampir yakin bahwa pesan yang
mereka terima dari Tentara Merah lewat sebuah kantor berita di
Beirut berasal dari Fusako ini. Pesan menyebutkan nama Tentara
Merah sebagai yang bertanggungjawab terhadap pembajakan
Bombay-Dakka. Disebutkan pula dalam pesan itu bahwa yang kini
beraksi adalah unit Komando Hidaka, "sebagai peringatan dan
penghormatan terhadap Hidaka yang bunuh diri dalam penjara
Yordania pada tahun 1975." Ia ditahan oleh pemerintah Amman
karena memasuki wilayah Yordania dengan paspor palsu. Sebelum ke
Yordania Hidaka bersama teman-temannya ikut membajak kantor
kedutaan Amerika di Kuala Lumpur.
Lewat pesan dari Beirut itu pulalah pemerintah Jepang mengetahui
kehendak para pembajak: 9 tahanan serta 6 juta dolar Amerika.
Pemerintah Jepang dengan segera menyatakan persetujuannya. "Jiwa
manusia jauh lebih berharga dari pada bumi, begitu Takedo
Fukuda, perdana menteri, menjelaskan keputusan kabinetnya. Meski
keputusan Jepang itu bukan tak terduga - Jepang dari dulu selalu
menyerah kepada kehendak teroris - sejumlah negara toh
menyesalkan putusan itu. "Ini bisa mendorong kaum teroris
melakukan pembajakan lagi," kata seorang diplomat di Tokyo. Tapi
sebelum terdengar protes resmi dari negara mana pun, Hajime
Fukuda, Menteri Kehakiman Jepang, sudah menyatakan protes dengan
pengunduran diri dari kedudukannya yang penting itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini