SUDAH dapat dipastikan: Sawito Kartowibowo akan mulai diadili 6
Oktober ini. Tuduhannya juga sudah jelas: melakukan kejahatan
subversi, makar, pemalsuan surat dan pencermaran nama baik
Presiden. Tapi Pengadilan Negeri lakarta Pusat, yang akan
membereskan perkara Sawito pada tingkat pertama ini, ternyata
mengumumkan: Belum ada advokat yang akan mendampingi terdakwa
sebagai Pembela.
Lalu Mr Yap Thiam Hien yang telah mendapat kuasa sebagai pembela
dari Sawito sendiri? Apa boleh buat - Moehamad Soemadijono SH,
Ketua Pengadilan yang akan memimpin sendiri persidangan perkara
Sawito, belum mau menganggap Yap sebagai pembela. "Nama-nama
anggota tim pembela baru saya baca dari koram Resminya saya
belum dikasih tahu. Tapi, pokoknya, setiap pengacara kita beri
kesempatan untuk membela Sawito."
Rupanya, hingga kini - seminggu sebelum perkara dibuka - belum
ada persesuaian faham antara Soemadijono dellgan Yap. Pangkal
kericuhannya, tak ada kemajuan dalam penyelesaiannya, masih soal
dulu juga: formalitas belaka. Yap, pengacara tua ini, sudah
merasa berdiri di tempat yang benar: Ia telah mengajukan
permohonan memeriksa berkas perkara dengan melampirkan fotokopi
surat kuasa dari kliennya. Advokat ini tak mau mundur dari
pendiriannya: "Advokat tak memerlukan suatu surat kuasa tertulis
- cukup dengan pernyataan lisan saja." Jadi fotokopi surat
kuasa, yang diserahkan ke pengadilan, menurut Yap: telah lebih
dari cukup untuk memenuhi syarat pemberian kuasa.
Tapi Soemadijono juga tak kurang pula kerasnya. Yap tetap tak
diperkenankan membaca berkas perkara, "sebelum memenuhi syarat
perundangundangan." Yang belum dipenuhi oleh Yap, menurut Ketua
Pengadilan ini ialah menyerahkan surat kuasa asli dari Sawito.
Tak Ada Komentar
Perdebatan antara para ahli hukum ini cukup seru. Ketua Mahkamah
Agung hanya memberi komentar yang enteng: "Penolakan pengadilan
belum final." Artinya, persesuaian antara Yap dengan Soemadijono
masih bisa digarap. Organisasi advokat (Peradin), baik cabang
Jakarta maupun pusat, dibikinnya repot. Mengadakan pendekatan,
baik kepada Soemadijono maupun Ketua MA. Tapi hasilnya tetap
saja tak enak. Kali ini betul-betul: batu ketemu batu (TEMPO, 20
Agustus).
Sementara para ahli hukum berdebat soal formalitas, yang bakal
terkena getahnya tentu terdakwa Sawito. Sidangnya 6 Oktober ini
- jika umsan kepembelaannya tetap bertele-tele seperti sekarang
- ia bakal duduk menghadap hakim tanpa didampingi pembela.
"Sidang pertama tetap akan dibuka 6 Oktober," kata Soemadijono
bersikap. Soal pembela yang belum beres - apalagi tim pembela
Yap, Abdurrachman Saleh, Tamrella, Nurbani Yusuf dan Soenarto
Soerodibroto, akan ikut kongres Peradin tanggal 6, 7 dan 8
Oktober di Yogya? "Yah, nanti ditentukan pada sidang pertama.
Pokoknya jangan diributkan dulu," kata Soemadijono kepdda TEMPO.
Akhirnya orang tetap akan bertanya: apa sebenarnya keberatan Yap
memberikan surat kuasa asli seperti yang diminta pengadilan?
"Tak ada komentar !" jawab Yap. Lalu penyelesaiannya? "Nanti
akan dibicarakan dalam kongres Peradin saja," lanjut Yap. Soal
polemik Yap lawan Soemadijono, seperti dibenarkan oleh beberapa
orang pengurus Peradin, memang akan diselesaikan lewat kongres.
Padahal dari Sawito sendiri urusan sudah dibereskan. Di samping
surat ku asa kepada Yap - yang disampaikan fotokopinya kepada
pengadilan - Sawito telah mengeluarkan surat kuasa, 15 Agustus,
kepada semua anggota tim pembela. Dan entah mengapa - hanya soal
keras-kerasan kepala saja -- surat kuasa itu, belum juga
ditunjukkan kepada pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini