Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Senjata AS Diduga Disalahgunakan Koalisi Arab dalam Perang Yaman

Arab Saudi dan koalisi diduga memberikan senjata AS ke pejuang afiliasi Al Qaeda, milisi Salafi garis keras dan faksi milisi lain dalam perang Yaman.

6 Februari 2019 | 16.00 WIB

Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Sumber: Nael Shyoukhi/Reuters/aljazeera.com
Perbesar
Arab Saudi diduga kuat telah merekrut anak-anak dari Darfur, Sudan, untuk berada di garda depan perang Yaman. Sumber: Nael Shyoukhi/Reuters/aljazeera.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Arab Saudi dan koalisinya diduga memberikan senjata AS ke pejuang afiliasi Al Qaeda, milisi Salafi garis keras dan faksi milisi lain yang melakukan kejahatan perang dalam perang Yaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Laporan investigasi CNN, yang dikutip pada 6 Februari 2019, bahkan menyebut senjata AS digunakan oleh pemberontak dukungan Iran. Ini berpotensi Iran bisa saja mengadopsi teknologi militer AS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab adalah pemain utama dalam perang Yaman dan menggunakan senjata produksi AS, untuk mempersenjatai milisi proksinya.

Pengalihan peralatan militer ke pihak ketiga melanggar ksepakatan penjualan senjata dengan AS, menurut Departemen Pertahanan AS. Dephan mengkonfirmasi tengah menyelidiki laporan investigasi CNN ini.

Ada dua pertanyaan yang mencuat terkait temuan ini, yakni AS telah kehilangan pengawasan terhadap sekutu mereka dalam perang, dan apakah Saudi cukup bertanggung jawab untuk membeli persenjataan AS. Faktanya, senjata As adalah instrumen serangan koalisi Arab yang menyebabkan warga sipil tewas.

Gambar dari rekaman video yang diperoleh dari Arab 24 memperilhatkan pasukan yang dipimpin koalisi Arab berkumpul untuk merebut kembali bandara internasional kota pelabuhan Hodeida, Yaman, dari pemberontak Syiah Houthi pada Sabtu, 16 Juni 2018.[Arab 24 via AP]

Tahun 2015 adalah ketika koalisi Arab meluncurkan kampanye militer untuk mengusir pemberontak Houthi proksi Iran dari ibu kota dan mengukuhkan kembali pemerintahan Presiden Abdu Rabu Mansour Hadi. Sejak itu Yaman terbelah, dan aliran senjata masuk, bukan cuma senjata ringan tetapi roket antitank, kendaraan lapis baha, laser pendeteksi panas dan artileri.

Sejak itu sejumlah "perlatan militer Amerika yang cantik", mengutip julukan yang disematkan oleh Trump, dialihtangankan, dijual, dicuri, atau ditinggalkan selama konflik.

Para pemimpin milisi memiliki banyak kesempatan untuk memperoleh perangkat keras militer sebagai imbalan bagi tenaga kerja untuk memerangi milisi Houthi. Pedagang senjata telah berkembang, dengan pedagang menawarkan untuk membeli atau menjual apa pun, dari senapan buatan AS sampai tank, kepada penawar tertinggi.

Dalam laporan Reuters, Amnesty International juga menuduh Uni Emirat Arab mengalihkan senjata yang diberikan oleh negara-negara Barat, terutama AS, dan lainnya ke "milisi yang tidak bertanggung jawab yang dituduh melakukan kejahatan perang" di Yaman.

"Pasukan Emirati menerima senjata bernilai miliaran dolar dari negara-negara Barat dan lainnya, hanya untuk memasoknya ke milisi di Yaman yang tidak menjawab siapa pun dan diketahui melakukan kejahatan perang," kata Amnesty International.

Kantor media pemerintah UEA tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Amnesty International.

UEA telah melatih dan mempersenjatai ribuan pejuang Yaman, sebagian besar di provinsi selatan dan wilayah pesisir barat, sebagai bagian dari pasukan yang memerangi Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah perkotaan termasuk ibu kota Sanaa dan pelabuhan utama Hodeidah.

Kelompok-kelompok HAM menuduh kedua belah pihak dalam konflik melakukan kemungkinan kejahatan perang, termasuk penyalahgunaan tahanan, tuduhan yang ditolak oleh pihak-pihak yang bertikai.

Amnesty International meminta negara-negara untuk menangguhkan penjualan senjata kepada pihak-pihak yang bertikai di Yaman sampai "tidak ada lagi risiko yang substansial" mereka dapat digunakan untuk melanggar hukum humaniter atau hak asasi manusia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus