Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sesudah indira, hura-hara

Bekas pm india, indira gandhi, dipecat dari parlemen dan langsung dipenjarakan di tehyar, new delhi. akibatnya, sejumlah kota di india dilanda huru-hara demonstrasi.

30 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG-ORANG yang seperti kesurupan itu berteriak: Indira Zindabad, Desai Murdabad (Hidup Indira Mampuslah Desai). Mereka menyerang apa saja yang menarik perhatian -- toko toko, pos polisi, kantor pemerintah, bahkan bus dan kereta-api. Kejadian ini bermula hanya beberapa jam setelah Lhok Sabha (parlemen) pekan silam memutuskan, dengan mayoritas yang meyakinkan, memecat dan sekaligus memenjarakan bekas Perdana Menteri Indira Gandhi. Alasan pemecatan itu: pelanggaran terhadap hak parlemen oleh Indira ketika ia memerintah. Ia terbukti menghalangi penyelidikan terhadap perusahaan mobil Maruti milik puteranya, Sanjaj, yang dicurigai melakukan sejumlah manipulasi. Indira baru kembali menjadi anggota parlemen 8 pekan silam --setelah memenangkan pemilihan di Chikmagalur Sebelum berangkat ke penjara Tehyar, New Delhi, Indira masih sempat menjelaskan kepada wartawan: "Lewat Chikmagalur, saya akan kembali lagi ke mari." Tapi para pengikutnya nampaknya tidak bisa menerima begitu saja keputusan parlemen yang disponsori secara pribadi oleh Perdana Menteri Morarji Desai. Hari pertama penahanan Indira itu, 6 kota sekaligus dilanda huru-hara. Dengan tuduhan melanggar larangan demonstrasi, hari itu 1000 orang ditahan. Keesokan harinya, keadaan makin tak terkendalikan. Para demonstran tidak cuma menggunakan batu, tapi meningkat menjadi api. Di berbagai kota terjadi pembakaran bus, pos polisi serta keretaapi. Polisi yang diperkuat dengan pasukan para militer dan pasukan penjaga perbatasan tidak bisa mengatasi huru-hara cuma dengan gas air mata. Dan setelah menggunakan peluru tajam, tewaslah 5 orang. Di seluruh India, penahanan meningkat ke 30 ribu orang. Penahanan paling banyak terjadi di Bangalore, ibukota negara-bagian Karnataka yang sejak lama diperintah Partai Kongres. Ke negara-bagian ini, New Delhi terpaksa mengirimkan pasukan bala bantuan. Muncul pula berita pembajakan pesawat domestik India dalam suatu penerbangan dari Kalkutta ke New Delhi. Jenis Boeing 737 yang membawa 132 penumpang itu dibajak DN Pandey dan BN Pandey dengan pistol dan granat tangan. Tuntutan para pembajak: "Bebaskan Indira dan jamin keselamatan kami. " Pemerintah negara-bagian Uttar Pradesh -- tempat pesawat terbajak itu mendarat -- tidak memberikan jawaban, sementara pasukan komando diterbangkan di New Delhi. Pembajak akhirnya cuma bertahan selama 12 jam. Sesudah itu menyerah. Tidak ada korban. Kedua Pandey itu ternyata cuma menggunakan senjata mainan, dan bola cricket yang dikira granat. Mainan atau sungguhan, di Bombay pekan silam, sejumlah orang membawa kaleng berisi bensin. Mereka menyiram seorang perwira polisi yang sedang berjaga, lantas saja alat negara itu disundut api. Tentu saja ia mendadak jadi obor hidup. Untunglah tindakan penyelamatan segera dilakukan, hingga polisi itu bisa tetap hidup, meski harus disekap di rumahsakit. Para peninjau di New Delhi kabarnya betul-betul terkejut dengan kekerasan macam demikian. "Kekerasan memang merupakan bagian permainan politik di India, tapi membakar polisi hidup-hidup sudah di luar kelaziman politik negeri ini," kata seorang di antara pengamat itu. Yang nampaknya tidak sulit diketahui dari rentetan keadian yang melanda India ini ialah alasan di balik tindakan terhadap Indira di parlemen itu. Perdana Menteri Morarji Desai mengungkapkan: "Saya tidak mempunyai dendam pribadi terhadap Indira." Pernyataan ini kelihatannya perlu bagi Morarji, sebab ia dulu dipenjarakan Indira. Kembalinya Indira ke Lhok Sabha pekan silam kabarnya dirasakan sebagai ancaman bagi Partai Yanata -- pimpinan Desai -- yang makin lama makin digrogoti oleh perpecahan. Salah satu bukti dari perpecahan itu bisa terlihat jelas pada adanya pertentangan antara Desai dengan Charan Sing -- bekas menteri dalam negeri dan orang kedua Yanata - yang berakibat serius bagi hari depan partai. Dalam perdebatan mengenai Indira di parlemen pekan silam, Singh dan para pengikutnya menunjukkan sikap lunak. Tapi Desai tetap bersikeras mengusir Indira dari arena politik, karena takut puteri almarhum Pandit Nehru itu bakal menjadi ancaman bagi Yanata pada pemilu tahun 1982 yang akan datang. Sulit meramalkan hasil tindakan Desai ini terhadap hari depan karir politik Indira. Peraturan yang ada tidak melarang Indira untuk tampil kembali setelah ia bebas dari penjara. Dan jika ia kembali ke Lhok Sabba, bukan tidak mungkin popularitasnya semakin besar akibat tindakan Desai pekan silam itu. Tapi ketika semua ini belum jelas, sebagian besar India kini berada di bawah pengawasan polisi pengendali huru-hara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus