ORANG-ORANG yang seperti kesurupan itu berteriak: Indira
Zindabad, Desai Murdabad (Hidup Indira Mampuslah Desai). Mereka
menyerang apa saja yang menarik perhatian -- toko toko, pos
polisi, kantor pemerintah, bahkan bus dan kereta-api. Kejadian
ini bermula hanya beberapa jam setelah Lhok Sabha (parlemen)
pekan silam memutuskan, dengan mayoritas yang meyakinkan,
memecat dan sekaligus memenjarakan bekas Perdana Menteri Indira
Gandhi. Alasan pemecatan itu: pelanggaran terhadap hak parlemen
oleh Indira ketika ia memerintah. Ia terbukti menghalangi
penyelidikan terhadap perusahaan mobil Maruti milik puteranya,
Sanjaj, yang dicurigai melakukan sejumlah manipulasi.
Indira baru kembali menjadi anggota parlemen 8 pekan silam
--setelah memenangkan pemilihan di Chikmagalur Sebelum berangkat
ke penjara Tehyar, New Delhi, Indira masih sempat menjelaskan
kepada wartawan: "Lewat Chikmagalur, saya akan kembali lagi ke
mari." Tapi para pengikutnya nampaknya tidak bisa menerima
begitu saja keputusan parlemen yang disponsori secara pribadi
oleh Perdana Menteri Morarji Desai.
Hari pertama penahanan Indira itu, 6 kota sekaligus dilanda
huru-hara. Dengan tuduhan melanggar larangan demonstrasi, hari
itu 1000 orang ditahan. Keesokan harinya, keadaan makin tak
terkendalikan. Para demonstran tidak cuma menggunakan batu,
tapi meningkat menjadi api. Di berbagai kota terjadi
pembakaran bus, pos polisi serta keretaapi. Polisi yang
diperkuat dengan pasukan para militer dan pasukan penjaga
perbatasan tidak bisa mengatasi huru-hara cuma dengan gas air
mata. Dan setelah menggunakan peluru tajam, tewaslah 5 orang. Di
seluruh India, penahanan meningkat ke 30 ribu orang. Penahanan
paling banyak terjadi di Bangalore, ibukota negara-bagian
Karnataka yang sejak lama diperintah Partai Kongres. Ke
negara-bagian ini, New Delhi terpaksa mengirimkan pasukan bala
bantuan.
Muncul pula berita pembajakan pesawat domestik India dalam suatu
penerbangan dari Kalkutta ke New Delhi. Jenis Boeing 737 yang
membawa 132 penumpang itu dibajak DN Pandey dan BN Pandey dengan
pistol dan granat tangan. Tuntutan para pembajak: "Bebaskan
Indira dan jamin keselamatan kami. " Pemerintah negara-bagian
Uttar Pradesh -- tempat pesawat terbajak itu mendarat -- tidak
memberikan jawaban, sementara pasukan komando diterbangkan di
New Delhi. Pembajak akhirnya cuma bertahan selama 12 jam.
Sesudah itu menyerah. Tidak ada korban. Kedua Pandey itu
ternyata cuma menggunakan senjata mainan, dan bola cricket yang
dikira granat.
Mainan atau sungguhan, di Bombay pekan silam, sejumlah orang
membawa kaleng berisi bensin. Mereka menyiram seorang perwira
polisi yang sedang berjaga, lantas saja alat negara itu disundut
api. Tentu saja ia mendadak jadi obor hidup. Untunglah tindakan
penyelamatan segera dilakukan, hingga polisi itu bisa tetap
hidup, meski harus disekap di rumahsakit. Para peninjau di New
Delhi kabarnya betul-betul terkejut dengan kekerasan macam
demikian. "Kekerasan memang merupakan bagian permainan politik
di India, tapi membakar polisi hidup-hidup sudah di luar
kelaziman politik negeri ini," kata seorang di antara pengamat
itu.
Yang nampaknya tidak sulit diketahui dari rentetan keadian yang
melanda India ini ialah alasan di balik tindakan terhadap Indira
di parlemen itu. Perdana Menteri Morarji Desai mengungkapkan:
"Saya tidak mempunyai dendam pribadi terhadap Indira."
Pernyataan ini kelihatannya perlu bagi Morarji, sebab ia dulu
dipenjarakan Indira.
Kembalinya Indira ke Lhok Sabha pekan silam kabarnya dirasakan
sebagai ancaman bagi Partai Yanata -- pimpinan Desai -- yang
makin lama makin digrogoti oleh perpecahan. Salah satu bukti
dari perpecahan itu bisa terlihat jelas pada adanya
pertentangan antara Desai dengan Charan Sing -- bekas menteri
dalam negeri dan orang kedua Yanata - yang berakibat serius bagi
hari depan partai. Dalam perdebatan mengenai Indira di parlemen
pekan silam, Singh dan para pengikutnya menunjukkan sikap lunak.
Tapi Desai tetap bersikeras mengusir Indira dari arena politik,
karena takut puteri almarhum Pandit Nehru itu bakal menjadi
ancaman bagi Yanata pada pemilu tahun 1982 yang akan datang.
Sulit meramalkan hasil tindakan Desai ini terhadap hari depan
karir politik Indira. Peraturan yang ada tidak melarang Indira
untuk tampil kembali setelah ia bebas dari penjara. Dan jika ia
kembali ke Lhok Sabba, bukan tidak mungkin popularitasnya
semakin besar akibat tindakan Desai pekan silam itu. Tapi ketika
semua ini belum jelas, sebagian besar India kini berada di bawah
pengawasan polisi pengendali huru-hara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini