BERITA terbunuhnya presiden Korea Utara Kim Il-Sung, Senin dua pekan lalu, sempat mengecoh masyarakat Seoul. Setiap koran, siaran TV dan radio dengan gembira mengumumkan tewasnya musuh besar rakyat Kor-Sel itu. Bahkan banyak yang merayakannya dengan minum soju dan pesta-pora. Tapi keadaan berbalik keesokan harinya, setelah ternyata Kim Il-Sung terbukti masih hidup. Seorang yang dijumpai membaca posterposter berita di muka kantor Coosun Ilbo, harian terbesar di Seoul, menyatakan amat kecewa, "Mereka bunuh ayah saya. Sudah lama saya menunggu kematian pemimpinnya". Seorang wanita tua bahkan tewas terkena serangan jantung mendengar Kim ternyata masih hidup. Menurut anak wanita malang itu, Lee Won Ki, sang ibu, kehilangan ayah dan dua adiknya dalam perang saudara di Korea 1950-1953. Sepekan setelah kabar bohong itu tersebar luas, rasa kecewa, frustrasi, dan malu melanda Seoul. Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah terjadi konflik politik di Pyongyang yang menyebabkan siaran-siaran kematian Kim ataukah Seoul menjadi korban penipuan Korea Utara? Yang jelas, citra dan kredibilitas pemerintahan Presiden Chun Doo Hwan menjadi rusak di mata rakyatnya sendiri dan dunia luar. Menteri pertahanan Kor-Sel, Jenderal Lee Ki Baek, adalah yang secara resmi mengumumkan tewasnya Kim, 17 November lalu, "berdasarkan siaran pengeras suara di seberang utara". Lee bahkan melapor pada Majelis Nasional Kor-Sel bahwa info yang diperolehnya didukung oleh Jenderal William Livesay, komandan pasukan AS di Kor-Sel. Soal bagaimana info itu didapat masih diperdebatkan dan jadi tanda tanya. Para pejabat militer di perbatasan daerah Hwanchon Kor-Sel memberikan versi yang agak berbeda kepada wartawan TEMPO, Yuli Ismartono yang meninjau ke sana, Minggu, pekan lalu. "Kami mendengar siaran dari Korea Utara. Tapi tak mendengar khusus tentang Kim yang meninggal. Hanya pengumuman aneh, peninjauan kembali riwayat hidupnya, seolah mengingatinya karena ia sudah tidak ada. Tapi saya kira kita telah ditipu," kata Letnan Kolonel Bang. Bahwa Kor-Sel telah ditipu, diakui oleh PM Kor-Sel Lho Shin Yo, Rabu pekan lalu, di depan Majelis Nasional Kor-Sel, "Pemalsuan berita kematian Kim Il-Sung adalah produk perang psikologi pihak komunis yang rumit." Tak urung kritik paling tajam datang dari tokoh oposisi Kim Dae Jung. "Jelas, pemerintah gagal menangani masalah dari Kor-Ut itu. Sikap seperti ini yang sering disesalkan rakyat. Pemerintah memang bodoh sekali," kata Kim Dae Jung, dalam wawancaranya dengan TEMPO. Tapi para pengamat politik pada umumnya sepakat bahwa siaran-siaran yang dari Utara itu memang benar-benar ada, akibat adanya krisis politik di Pyongyang. Diduga telah terjadi gejolak antara Presiden Kim Il-Sung, 74, dan sekelompok birokrat senior Partai Komunis dan sejumlah unsur di AB Kor-Ut, yang tidak menyukai Kim Jong Il, 45, anak dan calon pengganti Kim Il-Sung. Juga karena ada masalah di dalam AB sendiri di sana kabarnya terjadi pertentangan antara para jenderal tua yang pro-Beijing dan para perwira muda yang condong ke Moskow. Memang telah lama beredar spekulasi bahwa menteri pertahanan Kor-Ut, O Jin U, orang nomor 3 dalam politbiro Partai Komunis, Agustus silam (saat terakhir ia tampil di muka umum) terlibat kudeta yang dilancarkan militer. Jenderal O sejak itu raib hingga kini. Kabar burung mengatakan perwira berusia 76 tahun yang pro-Beijing itu mendapat "kecelakaan" dan sekarang berada dalam keadaan koma. Bahkan ada yang berspekulasi ia telah tewas. Berita kecelakaan O untuk pertama kalinya dibenarkan pejabat Kor-Ut kepada sekelompok wartawan Barat, yang mengunjungi Pyongyang Senin pekan ini. "Ia memang telah lama tak kelihatan. Saya dengar ia terluka dalam kecelakaan mobil," kata pejabat Kor-Ut itu seperti dikutip Reuters. "Maklum, karena jalanan yang lurus tanpa hambatan, sehingga dia mengantuk," tambahnya. Tapi pemerintah Pyongyang tak pernah secara resmi mengumumkan hal kecelakaan yang menimpa sang menhan. Sejak menghilangnya O dari mata umum, dikabarkan terjadi peningkatan oposisi di kalangan militer Kor-Ut. O selama ini dianggap sebagai kunci yang menghubungkan pemerintah dengan angkatan bersenjata. Rezim Kim Il-Sung yang telah berusia 38 tahun selama ini menjalankan kebijaksanaan yang tidak memihak Cina atau Uni Soviet. Tapi belakangan ini dipandang lebih condong ke Moskow. Sinyal hubungan lebih hangat Pyongyang-Moskow tampak saat kunjungan Kim ke Moskow dua tahun lalu. Kunjungan itu menghasilkan perpanjangan perjanjian pertahanan bersama Moskow-Pyongyang. September lalu, kedua negara mengadakan latihan laut bersama. Kerja sama militer kedua negara dilakukan sebagai jawaban atas pandangan Pyongyang dan Moskow akan semakin meningkatnya pertahanan bersama antara AS, Kor-Sel, Jepang, dan Cina. Selain itu, Kim juga tak berkenan atas upaya modernisasi di Cina dan lebih menyukai bantuan ekonomi Soviet. Bulan lalu Kim kembali berkunjung ke Moskow. Keadaan seperti itulah yang diduga menimbulkan pemberontakan kelompok militer pro-Cina di Kor-Ut. Sebelum Kor-Sel mengumumkan berita kematian Kim yang menghebohkan itu, di Jepang telah beredar cerita usaha kudeta militer terhadap Kim. Dikabarkan, para pelaku kudeta gagal itu lari ke Cina. Berita ini dibantah Cina. Info mengenai Kor-Ut memang sulit diperoleh karena sifat tertutup masyarakat itu. Sejumlah pihak menganggap keccpatan Korea Selatan yang selalu terancam serbuan dari Utara itu percaya pada berita bohong tersebut dapat dimengerti, mengingat kejadian-kejadian yang telah mempengaruhi keamanan nasionalnya. Misalnya keterlibatan Kor-Ut atas terbunuhnya lebih dari setengah anggota kabinet Presiden Chun Doo Hwan di Rangoon, ibu kota Burma, 1983. Tahun 1970-an tiga terowongan yang diduga dibangun Kor-Ut ditemukan 1 km dari perbatasan. Seoul menduga pembangunan terowongan itu untuk memudahkan pasukan Kor-Ut memasuki Kor-Sel, untuk suatu penyerangan seperti pernah terjadi pada 1950 (yang menimbulkan Perang Korea itu). Terakhir ini Kor-Sel mencurigai usaha Kor-Ut membangun bendungan Kumgangsan, 10 km utara perbatasan. Dikhawatirkan bendungan itu akan membahayakan Kor-Sel secara militer. Karena itu, secara resmi Seoul telah mengajukan protes pada PBB agar pembangunan bendungan dihentikan. Semua ini menunjukkan betapa pekanya Korea Selatan terhadap apa yang terjadi di Kor-Ut. Maklumlah, keamanan nasionalnya tersangkut juga di situ. Farida Sendjaja Laporan Yuli Ismartono (Seoul) dan kantor-kantor berita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini