INI temu wicara yang santai, berayun-ayun di perahu. Presiden Soeharto dengan wajah merah dipanggang matahari dan rambut putih agak panjang dikibarkan angin laut, berdiri di geladak perahu Semar. Satu tangannya kadang-kadang memegang atap perahu, menjaga keseimbangan. Corong suara kecil terjepit di leher baju kaus lengan pendek. Tangan kirinya menunjuk pada ikan hasil pancingannya. "'Ni, tangan saya sampai sakit, besar-besar, lho, hasilnya," kata Presiden dalam suasana penuh gelak tawa. Puluhan nelayan Pulau Seribu yang berada di perahu masing-masing, mengelilingi perahu Presiden, kelihatan kaget melihat hasil pancingan kepala negara mereka. Apakah para nelayan juga sering memperoleh ikan besar, tanya Presiden. Jawab seseorang, "Lebih kecil, Pak. Rata-rata dua kilogram seekornya." Pak Harto ketawa, lalu membuka rahasia. "Ini saya mancing di rumpon bis-bis kota yang dibuang ke laut. Rupanya, kalau di rumpon becak, walau jumlahnya banyak, ikannya lebih kecil." Tujuh kakap, di Minggu pagi yang lalu, diperoleh Presiden. Bukan dari rumpon bis, karena bis kota tak dibuang ke laut -- cuma becak yang dirumponkan. Presiden berada di Pulau Seribu sejak Sabtu sore. Langsung ia memancing di rumpon becak yakni kawasan laut tempat pembuangan becak -- dan 48 ekor ikan menyambar kailnya dalam dua jam. Rombongan Presiden menginap di Pulau Bulat, sambil diam-diam memperhatikan kehidupan nelayan di sana. Kepala Negara menganjurkan agar nelayan di Pulau Seribu tak cuma menangkap ikan, tetapi juga menanam rumput laut. "Jadi, kalau suaminya menangkap ikan, istrinya jangan cuma cari kutu."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini