NADEZHDA bekerja di perusahaan negara. Gajinya tak berapa besar. Tapi ia bisa punya pesawat TV dan mobil Zaporozhets yang murah, meskipun tak aman. Problem yang timbul ialah bila TV-nya rusak atau mobilnya butuh suku cadang. Atau bila apartemennya perlu perbaikan. Nadezhda hidup di Moskow, seorang warga dari sebuah negeri sosialis. Maka, tentu saja, ia tak mengenal bengkel servis seperti yang Anda kenal di sini. Untuk perbaikan pesawat TV, orang seperti Nadezhda harus antre ke bengkel milik negara supaya dapat tiket. Dengan tiket ini ia akan bisa memperoleh tempat tertentu dalam antrean lain: antrean minta waktu kapan pesawat TV-nya bisa dibawa. Setelah itu, dia bisa bawa itu pesawat yang beratnya sampai 20 kg. Dia masih harus menunggu selama dua pekan, sampai perbaikan selesai. Itu kalau tersedia suku cadang yang diperlukan. Kalau tidak, ia harus antre di bengkel sebelah. Agar tak habis waktu buat antre, Nadezhda pakai jalan pintas: bila mobilnya rusak, ia datang ke Misha, sopir taksi yang berbagi dapur dengan dia di apartemen itu. Bila kamarnya perlu perbaikan, dia memanggil chastniki untuk membereskannya. Baik Misha, sang sopir taksi, maupun kedua mahasiswa Universitas Moskow yang memperbaiki kamar semuanya dapat bayaran. Berarti tambahan penghasilan bagi mereka. Orang Rusia menyebut kerja sambilan alias "ngobyek" ini na Iyeva (artinya: "di sisi kiri"). Buat ongkos hidupnya, orang seperti Nadezhda juga kerja na Iyeva, misalnya menjahitkan baju buat tetangga. Di Indonesia hal ini biasa, tapi di Uni Soviet perbuatan itu bisa dianggap melanggar U.U. Tapi zaman berubah. "Privatisasi", alias "swastanisasi", rupanya, melanda ke mana saja, hingga banyak ide dasar sosialisme apalagi komunisme -- rada goyah. Yang mengagumkan ialah bahwa Mikhail Gorbachev, yang memimpin Uni Soviet kini, berani mengakui itu (yah, sedikit-sedikit). Rabu pekan lalu, sebuah undang-undang baru lahir: "kerja individual", seperti yang di lakukan Misha dan Nadezhda, diizinkan. Masa berlaku: mulai 1 Mei (Hari Buruh) 1987. Tapi bagaimana usaha swasta ini cocok dengan ideologi negara? Jawaban resmi: ini bukan jalan kapitalis, karena tetap dilarang orang mempekerjakan orang lain. Harus dikerjakan sendiri? Ah, meminta bantuan keluarga boleh. Dengan begitu, di Uni Soviet, secara resmi tak boleh ada manusia yang "dihisap" oleh orang swasta itu sebagai buruh. Tentu saja, melihat cerdiknya rakyat mencari jalan sendiri, bisa terjadi sanak keluarga yang "membantu" bisnis itu akhirnya minta gaji juga. Bagaimanapun juga, pemerintah tampak berhati-hati agar tidak ada dosa ideologis. Dalam konperensi pers Jumat malam, Kepala Otoritas Perencanaan Negara Nikolai Talyzin menyatakan bahwa "kerja individual" itu hanya sedikit perannya dalam kehidupan ekonomi Uni Soviet. Seberapa banyak orang Soviet yang bekerja na Iyeva sulit diketahui. Ahli-ahli ilmu sosial di Moskow memperkirakannya 20 juta. Pemerintah menyebut angka 100 ribu. Tapi agaknya sebagian besar dari ini berupa orang yang bekerja dalam proyek eksperimen yang disponsori pemerintah untuk melihat praktek-praktek "kerja individual". Contoh yang terkenal dari "kerja individual" alias usaha swasta ini ada di Estonia, bagian paling barat Uni Soviet. Di wilayah yang berpenduduk 1,7 juta ini, tempat siaran TV dari Finlandia bisa dilihat, ada sebuah usaha servis TV yang didirikan para buruh bengkel milik pemerintah. Bentuknya koperasi. Hasilnya bukan main. Waktu perbaikan TV rusak jadi lebih singkat: dari 14 hari jadi sekitar 15 menit. Rahasianya: buruh boleh mengantungi langsung upah dari kerjanya, bukan dari gaji pemerintah. Dan ternyata negara juga dapat sesuatu yang lebih: pajak yang lebih tinggi. Subsidi buat bengkel TV itu juga kini tak perlu lagi. Dan karena waktu orang tak habis buat antre yang lama, produktivitas di industri lain naik. Menteri Keuangan Boris Gostev mengakui hal itu. Ada 29 jenis pekerjaan yang diizinkan bebas buat swasta dalam undang-undang baru itu, meskipun penguasa lokal boleh memperluasnya. Di antara yang 29 itu misalnya: menata rambut, menjahit pakaian, perawatan kosmetik, mengetik, menerjemah, mengajar, memperbaiki mobil, memperbaiki rumah, memperbaiki sepatu, menjalankan taksi dengan mobil pribadi, dan mengolah tanah sendiri (maksimum 0,5 hektar). Daftar itu menunjukkan, bagaiman keadaan pelayanan soal-soal sepele itu di Uni Soviet: sebelum undang-undang baru, semuanya diurus negara, dan hasilnya buruk. Sementara itu, daftar usaha apa yang dilarang bisa menunjukkan hal lain. Di samping larangan membuat senjata dan narkotik, juga ada larangan mengusahakan fotokopi. Di seluruh Moskow yang berpenduduk 10 juta, mesin fotokopi yang ada tak sampai 100 biji. Milik negara, tentu. Tak usah dikatakan lagi: penerbitan swasta tak boleh menerbitkan naskah yang tak disahkan pemerintah. Termasuk puisi. Tapi toh, di bawah Gorbachev, para seniman boleh bernapas lega -- setidaknya dalam usaha memasarkan karyanya. Selama dua tahun ini, di Moskow ada sekelompok kecil pelukis dan perajin yang bandel: secara teknis mereka melanggar undang-undang dengan menjual karya mereka di tempat terpencil. Tapi, bulan lalu, pemerintah kota mengizinkan bisnis gelap itu. Sebuah pengumuman disiarkan di televisi tentang perkenan itu. Ratusan seniman dan ribuan pembeli pun membanjir ke Taman Bitsa di sudut selatan Moskow. Suasana terasa lega -- mengingat tadinya pameran seperti ini 10 tahun yang lalu diserbu buldoser polisi atas perintah Dinas Rahasia KGB. Kini di Taman Bitsa seorang seniman dapat menghasilkan 30 rubel (sekitar Rp 68.000) dalam dua jam, berarti jauh lebih banyak ketimbang yang didapat buruh selama sehari. Tapi yang tmpaknya bakal mendapat uang banyak ialah mereka yang punya keahlian di bidang pangan dan jasa. Permintaan di kedua sektor ini naik keras selama 25 tahun terakhir. Penghasilan orang Soviet bertambah, tapi harga pangan secara resmi ditekan terus seperti harga tahun 1962. Akibatnya, banyak yang keluar di pasar gelap, dan sedikit yang bisa diperoleh di pasar resmi. Kini yang gelap mulai dianggap terang meskipun belum tentu akhirnya Uni Soviet akan lahap mencicipi "kapitalisme" seperti di Hungaria dan, kini, Cina. Robin Siran (Moskow)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini