TAK ada lagi yel-yel tuntutan hukuman mati bagi Chun Kyung-Hwan terdengar di ruang sidang pengadilan Seoul. Sekitar 100 mahasiswa mempengaruhi jalan persidangan seperti Juli lalu gagal menerobos masuk pengawalan ketat pasukan antihura-hara yang dikerahkan menjaga gedung pengadilan tersebut. Tapi semua itu tetap tak menolong jaksa mengorek keterangan dari mulut terdakwa. Chun, yang tampil di sidang selama lima jam dengan tangan terikat, pekan silam, tetap menolak buka mulut sebagaimana sidang terdahulu. Chun Kyung-Hwan, adik bekas Presiden Chun Doo-Hwan, diseret ke pengadilan atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi US$ 10 juta. Terdakwa Chun dituding telah menerima suap dan menggelapkan dana-dana umum serta pajak ketika menjabat kepala Saemul, proyek pembangunan daerah pedalaman. Betulkah tuduhan itu? Chun Kyung Hwan, 45 tahun, mengakui bahwa ia telah menerima uang 200 juta won (sekitar Rp 470 juta) dari seorang tokoh bisnis, dan 17 juta won lagi dari seorang kepala rumah sakit. Tapi uang itu, katanya, disalurkannya untuk kepentingan Saemul. Chun membantah uahg itu sebagai suap agar ia, lewat pangaruh abangnya, berusaha melicinkan bisnis sang pengusaha dan mencegah pembangunan sebuah rumah sakit lain yang sejenis. Pengadilan Chun dilakukan pemerintahan Presiden Roh Tae-Woo sebagai pemenuhan janji akan mengganyang korupsi sampai ke akar-akarnya. Chun Doo-Hwan, kabarnya, mendorong Roh agar membuat terang tuduhan korupsi terhadap anggota keluarga bekas presiden itu. "Chun Doo-Hwan ingin melihat siapa yang benar dan siapa yang salah," ujar sebuah sumber pemerintah. Tapi segala bentuk penyelidikan atas keluarga Chun Doo-Hwan membuat lingkaran pemeriksaan makin dekat pada bekas kepala negara Korea Selatan itu. Sebaiknya, Chun Doo-Hwan dan istrinya, Lee Soon-Ja, tulis sebuah media Barat, meninggalkan tanah air mereka seperti dilakukan bekas Presiden Filipina Ferdinand Marcos, yang menyingkir ke Hawaii. Tanda-tanda penyelidikan akan merambat sampai ke Chun Doo-Hwan memang telah mulai terlihat. Pekan lalu, sebuah komisi yang dibentuk Dewan Nasional (Parlemen) telah melakukan inspeksi ke kuburan orangtua Chun Doo-Hwan untuk menyelidiki tuduhan golongan oposisi bahwa bekas presiden itu telah mengalihkan sejumlah dana pemerintah guna memperbaiki kuburan kedua orangtuanya. Chun Doo-Hwan, menurut kelompok oposisi, ketika berkuasa telah memerintahkan pejabatpejabat bawahannya membangun sebuah taman dengan dekorasi yang mewah pada makam ayah dan ibunya. Kantor berita Korea Selatan, Yon Hap mengabarkan sebelum wakil-wakil kelompok oposisi dan pemerintah itu melihat kuburan yang terletak di sebelah selatan Kota Kwangju, mereka lebih dulu meninjau rumah kediaman gubernur yang diubah menjadi istana peristirahatan kepala negara. Komisi penyelidik, tulis Yon Hap mengutip pernyataan Lee Ki-Taek, anggota Parlemen dari kelompok oposisi, berhasil menemukan bukti bahwa pemerintahan Chun DooHwan telah menghamburkan uang US$ 1,7 juta untuk pembangunan tempat peristirahatan tersebut. Komisi dikabarkan juga akan memeriksa sebuah rumah luks yang didirikan dekat sebuah danau di Kwangju, yang dibangun pada masa pemerintahan Chun Doo-Hwan. Rumah itu sekarang jadi tempat peristirahatan musim panas Presiden Roh Tae-Woo. Komisi penyelidik belum memberikan laporan tertulis keterlibatan Chun Doo-Hwan dalam penghambur-hamburan dana pemerintah untuk kepentingan pribadi dan keluarganya kepada Parlemen. Tapi para pemimpin OpOSi51 sudah menuntut agar bekas presiden itu diajukan sebagai saksi pada peradilan adiknya, Chun Kyung-Hwan. Usul itu belum tentu akan berhasil, bahkan mungkin akan ditentang pendukung-pendukungnya dalam Partai Keadilan Demokrasi (DJP), yang memerintah. Paling banter, Chun Doo-Hwan hanya memberikan kesaksian tertulis kepada komisi penyelidik. Selain kasus penyelewengan, ada perkara lain yang juga pasti akan menyeret nama Chun Doo-Hwan. Pemerintahan Roh Tae-Woo, atas desakan partai oposisi, sedang mempersiapkan sebuah komisi untuk menyelidiki penyebab dan dampak kerusuhan di Kwanju pada 1980. Pemberontakan yang dipelopori mahasiswa itu telah minta nyawa 191 demonstran. Langkah awal penelitian peristiwa Kwangju itu telah dimulai dengan meminta bekas Presiden Choi Kyu-Hah, yang memerintah pada 1979, memberi kesaksian. Mula-mula DJP menentang rencana itu, tapi desakan kclompok oposisi begitu kuat, sehingga mereka terpaksa menyetujui tuntutan tersebut. Tapi tak berarti VJP menyerah begitu saja pada tuntutan kelompok oposisi. Mereka bahkan berusaha memukul balik dengan mengancam akan membuka dosa-dosa yang telah dilakukan golongan oposisi kepada umum. Tokoh oposisi yang mereka tuding melakukan kecurangan, antara lain, Kim Dae-Jung dan Kim Young-Sam. Kedua tokoh itu, menurut sumber DJP, telah menggelapkan dana partai untuk kepentingan pribadi, antara lain dengan menanamkan uang organisasi dalam bisnis dan real estate. Menurut pengamat politik di Seoul, kalau kelompok oposisi masih terus memojokkan Roh Tae-Woo, keadaan itu tak menguntungkan mereka dan perkembangan demokrasi di sana. Militer pasti akan turun tangan lagi mengatasi keadaan. Pengaruh Roh TaeWoo dan Chun Doo-Hwan, keduanya jenderal purnawirawan, masih cukup besar di kalangan tentara. Dengan alasan ancaman komunis, yang memang benar ada dan laten, tentara bisa memutar keadaan kembali ke situasi pra-Roh. Kalau tuntutan kelompok oposisi memang akan menjerumuskan menjadi anarki, tak mustahil Roh Tae-Woo minta militer bertindak. A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini