SEORANG ulama tewas diberondongi. Penguburannya diiringi insiden: lebih 50 orang tewas dan sekitar 300 yang lain luka. Itulah tokoh penting pertama korban pertikaian bersenjata marak di Jammu-Kashmir sejak Januari lalu. Mohammad Farooq, pemimpin Komisi Aksi Gerakan Rakyat Kashmir, ditembak tiga orang tak dikenal Senin pekan lalu. Warga Kashmir menuding pemerintah New Delhi dalang. Tapi pemerintahan PM V.P. Singh membantah, dan menuduh kelompok militan Kashmir pelakunya. Selama ini, walau Pemerintah India menentang sikap Farooq, ulama ini salah satu tokoh yang bisa "diajak bicara", dalam pertikaian di Jammu-Kashmir kini. Menurut India, kelompok militan Kashmir memang sering menjadikan politikus independen sebagai korbannya. Konon, inilah cara kelompok itu melakukan provokasi, agar pasukan India membalas. Dan ketika polisi membalas, yang jadi korban warga sipil, karena si penembak sebenarnya sudah menghilang. Diduga penembakan ke arah arak-arakan jenazah Farooq, yang terdiri dari sekitar 100.000 orang, terjadi karena metode seperti itu. Karena itulah New Delhi, sejak akhir April, mengubah strategi: jam malam diberlakukan, dan wilayah yang dicurigai digeledah. Sekitar 600 tersangka ditahan dalam tempo 3 minggu. Konon, siasat ini sukses -- dalam 6 minggu, sampai Senin pekan lalu, korban penduduk sipil menurun drastis. Insiden yang menewaskan Farooq tentu saja menaikkan suhu ketegangan di Jammu-Kashmir. Menurut koran Inggris The Sunday Times Ahad kemarin, satelit mata-mata AS memotret konvoi militer meninggalkan kompleks nuklir Pakistan di Kahuta, dekat Islamabad, menuju pangkalan udara militer. Diduga, konvoi itu mengangkut bom nuklir yang akan ditempatkan di pesawat tempur F-16. Di pihak lain, pemerintah Moskow memperingatkan Washington bahwa India tampaknya juga mengepak bom nuklirnya untuk persiapan menuju perang. Tapi banyak juga yang percaya bahwa gerakan itu sekadar berjaga-jaga. Pihak militer India enggan terlibat perang, karena baru saja sebagian anggotanya kembali dari Sri Lanka. Di Sri Lanka sekitar 1.100 tentara India tewas. "Perang cuma ada di benak para politikus," ujar pengamat yang percaya perang tak akan meletus. Isyarat lain bahwa India tak menghendaki perang, Sabtu pekan lalu Gubernur Jammu-Kashmir Jagmohan -- tokoh Hindu yang dikenal sebagai arsitek sikap keras Pemerintah India atas aksi kelompok militan muslim Kashmir -- digantikan orang baru. Yakni Girish Saxena, bekas Kepala Dinas Intel India. Terbetik berita, Sabtu pekan lalu utusan PM Singh datang di Jakarta, bertemu Presiden Soeharto. Konon, ada isyarat bahwa India berharap Indonesia bisa jadi penengah konflik India Pakistan dalam masalah Jammu-Kashmir ini. Tapi semua itu tak digubris oleh pihak Front Pembebasan Jammu-Kashmir (JKLF), kelompok pejuang militan Kashmir terbesar. "Kami melanjutkan perang sampai tercapai pembebasan Kashmir," kata Amanullah Khan, pemimpin JKLF, Ahad kemarin. Amanullah sendiri sebenarnya juga punya masalah dengan Pakistan. PM Benazir Bhutto tak menghendaki Kashmir merdeka. Padahal, itulah yang dicita-citakan JKLF selama ini. Jadi ironis, memang, sebenarnya India dan Pakistan punya sikap yang sama terhadap JKLF, tapi berbeda posisi. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini