Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamis pukul tiga pagi pekan lalu, dari ranjang Rumah Sakit Israelita Albert Einstein di Sao Paulo, Brasil, Jair Bolsonaro mengetik di telepon selulernya. “Dengan pengalaman di Kongres Nasional, kita tahu bagaimana struktur masyarakat bekerja. Ada banyak tagihan demi keamanan, membela perempuan, serta sumber daya untuk kesehatan dan belajar dengan anggota parlemen tentang pendidikan! Di eksekutif, kita bersama akan mengubah Brasil!” cuitnya kepada 1,5 juta pengikutnya di Twitter.
Cuitan dinihari itu meluncur sepekan sebelum pemilihan umum Presiden Brasil berlangsung. Bolsonaro, kandidat presiden dari Partai Liberal Sosial (PSL), hampir tiap jam melempar komentar di media sosial.
Dia terbaring di rumah sakit itu sejak perutnya ditujah dengan belati oleh seseorang tak dikenal, 6 September lalu. Saat itu dia sedang berkampanye di Juiz de Fora, 200 kilometer dari Rio de Janeiro. Tusukan itu hampir membunuhnya. Bolsonaro mengenakan rompi antipeluru, tapi tujahan tersebut mendarat persis di bawah rompi. Polisi menahan pelaku, Adelio Bispo de Oliveira, yang sebelumnya dihajar pendukung Bolsonaro. Saat diinterogasi polisi, Bispo mengaku melakukan hal itu karena diperintahkan Tuhan.
Paulo Baia, guru besar ilmu politik di Federal University of Rio de Janeiro, mengatakan serangan itu memperkuat Bolsonaro dan praktis menjamin langkahnya menuju putaran kedua. “Kampanye itu soal gairah. Setiap kandidat yang mencoba menggunakan akal tidak akan memenangi pemilihan,” katanya, seperti dikutip The Guardian, sehari setelah penusukan. “Serangan terhadap Bolsonaro telah mengacaukan semua kekuatan politik di negara ini. Itu adalah peristiwa paling penting dalam kampanye dari beragam sudut pandang.”
Prediksi Baia terbukti. Dalam sekejap, Bolsonaro menjadi bintang. Kandidat yang mulanya kurang diperhitungkan itu tiba-tiba melesat ke posisi teratas jajak pendapat, melampaui delapan calon presiden lain. Menurut Reuters, Ibope—lembaga jajak pendapat Brasil—merilis hasil penjajak-annya pada Kamis pekan lalu yang menunjukkan Bolsonaro memimpin dengan 27 persen suara. Jajak pendapat itu dilakukan terhadap 2.000 pemilih di seluruh Brasil dua pekan lalu dengan margin of error 2 persen.
Pesaing terkuatnya, Fernando Haddad, kandidat dari Partai Buruh, berada di posisi kedua dengan 21 persen dukungan. Ciro Gomes, mantan Menteri Integrasi Nasional dan calon dari Partai Buruh Demokratik, meraih 12 persen suara. Geraldo Alckmin, mantan Gubernur Sao Paulo dan kandidat dari Partai Demokrasi Sosial Brasil, hanya memperoleh 8 persen dukungan. Sedangkan kandidat lain berada di bawah mereka.
Menurut Ibope, jika pemilihan berlangsung dua putaran, Haddad dapat mengalahkan Bolsonaro pada putaran kedua. Beberapa jajak pendapat lain memprediksi hal serupa.
JAIR Bolsonaro lahir di Glicero, Sao Paulo, pada 1955. Ayahnya, Percy Geraldo Bolsonaro, dan ibunya, Olinda Bonturi, keturunan Italia. Geraldo adalah tukang gigi yang melayani semua urusan gigi, tapi tak pernah selesai kuliah. Jair Bolsonaro adalah satu dari enam anak Geraldo.
Bolsonaro dibesarkan di Eldorado, 249 kilometer dari Ibu Kota Brasilia. Pada 1970, tentara Brasil tiba di Eldorado yang masih sepi dan melakukan latihan gerilya di sana. Bolsonaro menemui para tentara itu bersama Cidenei Alves, teman masa kecilnya yang kemudian menjadi polisi militer. “Kami mengobrol dengan tentara. Mereka memamerkan senjata mereka. Itu memikat kami,” ucap Alves kepada media Brasil, Grescer.
Bolsonaro kemudian masuk Akademi Militer Agulhas Negras di Rio de Janeiro pada 1972 dan lulus pada 1977. Dia keluar dari dunia militer pada 1988, ketika terpilih sebagai anggota legislatif Kota Rio dari Partai Demokratik Kristen. Delapan tahun kemudian, dia menjadi anggota Kongres Nasional dan terus menjalin afiliasi dengan sejumlah partai politik. Pada Januari 2018, dia keluar dari Partai Demokratik Kristen dan pindah ke Partai Liberal Sosial, yang secara resmi mengajukan dia sebagai kandidat presiden.
Bolsonaro menikah tiga kali dan punya lima anak. Istrinya sekarang adalah Michelle- de Paula Firmo Reinaldo Bolsonaro. Ketika menjadi anggota Kongres, dia merekrut Michelle sebagai sekretaris. Dalam dua tahun, sang istri mendapat promosi yang tak biasa dan gajinya berlipat tiga. Bolsonaro kemudian memecat Michelle setelah Mahkamah Tinggi Federal menetapkan bahwa nepotisme ilegal dalam pemerintahan.
Bolsonaro dikenal sebagai nasionalis yang menentang pernikahan sesama jenis, aborsi, dan imigrasi. Dia mendukung hukuman mati, penyiksaan, dan penembak-an terhadap musuh politik. Dia juga mendukung kediktatoran militer, masa ketika militer mengkudeta Presiden Joao Goulart pada 1964 hingga Janio Quadros terpilih sebagai presiden pada 1985 melalui pemilihan umum.
Bolsonaro berulang kali menunjukkan dukungannya kepada para diktator Amerika Latin. Dia memuji Presiden Peru Alberto Fujimori, yang menggunakan militer untuk mengintervensi lembaga legislatif dan yudikatif. Dalam wawancara dengan majalah Veja pada 1998, dia pun memuji Augusto Pinochet, diktator Cile. Dia menilai rezim Pinochet, yang telah membunuh lebih dari 3.000 orang, “seharusnya membunuh lebih banyak orang”.
Dia bahkan berjanji membekukan Kongres bila terpilih sebagai presiden. “Saya tak akan ragu. Saya akan memulai kudeta pada hari pertama. Dan saya yakin bahwa 90 persen rakyat akan merayakannya atau bertepuk tangan,” ucapnya dalam wawancara dengan stasiun televisi Camera Aberta.
Bolsonaro juga penentang keras orang kulit hitam, gay, orang asing, dan komunitas pribumi. Dia menilai lelaki dan perempuan seharusnya tidak mendapat gaji yang sama karena perempuan bisa hamil. Dia menganggap hukum federal yang mewajibkan pembayaran gaji bagi perempuan hamil telah merusak kerja produktif.
Dalam sebuah debat di Kongres, dia menyatakan anak-anak yang melakukan tindak pidana, seperti pemerkosaan dan pembunuhan, harus diperlakukan sebagai orang dewasa. Maria do Rosario, anggota Kongres dan mantan Menteri Hak Asasi Manusia, menanggapinya dengan menyebut Bolsonaro sebagai “pemerkosa”. Bolsonaro membalas dengan menyatakan Maria “tidak berharga untuk diperkosa”.
Kasus ini bermuara ke pengadilan. Pada 2016, jaksa mendakwanya telah melontarkan ujaran kebencian terhadap Rosario dengan ancaman hukuman enam bulan penjara dan denda. Pada 2017, dia divonis bersalah dan dihukum membayar denda sebesar 10 ribu real atau sekitar Rp 37 juta kepada Rosario.
Pandangan-pandangan Bolsonaro yang kontroversial ini memicu debat di negeri itu. Perempuan Melawan Bolsonaro, grup di Facebook yang beranggotakan 2,2 juta akun lebih, berkampanye menolak memilih Bolsonaro. Grup ini juga menggalang unjuk rasa di jalanan yang diikuti ratusan orang. Tapi Bolsonaro jalan terus.
Mulanya nama Bolsonaro belum terlalu menonjol di antara kandidat. Keadaan berubah ketika sejumlah peristiwa terjadi. Hingga Agustus lalu, Luiz Inacio Lula da Silva, kandidat dari Partai Buruh, masih menjadi calon terkuat. Tapi mantan presiden yang dipenjara karena kasus korupsi itu harus mundur dari pencalonan ketika pengadilan elektoral mengeluarkan larangan mencalonkan diri bagi narapidana.
Partai Buruh kemudian memilih Fernando Haddad sebagai calon pengganti Lula. Haddad dosen filsafat dan ilmu politik di University of Sao Paulo yang pernah menjadi Menteri Pendidikan dalam kabinet Lula. Tapi Haddad tidak sepopuler Lula.
Dukungan Bolsonaro mendadak membengkak ketika dia ditusuk di tengah kampanye. Kasus itu membuatnya mendapat liputan besar-besaran dan popularitasnya meroket, menyalip Haddad serta kandidat lain. Jajak pendapat Bloomberg hingga Jumat pekan lalu menunjukkan Bolsonaro meraih 28 persen dukungan, sementara Haddad 16 persen.
Di tengah keadaan ini, banyak pengamat yang pesimistis terhadap hasil pemilihan Presiden Brasil, terutama dalam hal upaya mengatasi masalah ekonomi negeri itu. “Brasil telah gagal dalam kebijakan sosialnya karena gagal bersungguh-sungguh membahas isu-isu penting, seperti reformasi jaminan sosial dan keuntungan pegawai negeri,” tutur Elena Landau, ekonom yang juga mantan Direktur Bank Pembangunan Brasil, seperti dikutip Rio Times. “Kita sedang melompat ke dalam kegelapan.”
IWAN KURNIAWAN (THE GUARDIAN, REUTERS, GRESCER, VEJA, CAMERA ABERTA, RIO TIMES)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo