Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Pertempuran Bint Jbeil

Perang mungkin akan berlangsung berminggu-minggu. Penaklukan kota Hizbullah, Bint Jbeil, tak berarti kemenangan Israel sudah di ambang pintu.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bint Jbeil akhirnya takluk. Tapi di kota perbatasan itu, mitos bahwa militer Israel tak terkalahkan patah berantakan, dan rencana melipat pasukan Hizbullah dalam seminggu tampak seperti mimpi. Rabu pekan lalu, di Bint Jbeil, pertempuran jarak dekat, dari rumah ke rumah, meninggalkan 13 serdadu tewas (9 menurut versi lain), 30-an luka-luka. Bahkan ketika pasukan Hizbullah tak lagi di situ, anggota Batalion 51 Israel yang menguasai kota pun bisa menyaksikan bahwa situs resmi kota itu membubuhkan kata baru: ”lawan”.

Bint Jbeil—dalam artinya ”anak pe-rempuan gunung”—adalah lembah kecil di antara pegunungan di tenggara Libanon. Pada Mei 2000, saat tentara Israel mundur dari selatan Libanon, Bint Jbeil menjadi kota bersejarah bagi Hizbullah. Salah satu pemimpinnya, Syeikh Hassan Nasrallah, menjadikan Bint Jbeil sebagai ajang merayakan kemenangan. Di depan puluhan ribu pendukungya waktu itu, Nasrallah berjanji terus berjuang membebaskan orang-orang Libanon di- penjara Israel dan mengembalikan -Shee-ba, tanah yang hingga sekarang diklaim Israel, ke Libanon.

Kini, jumlah korban tewas meningkat, tapi takluknya Bint Jbeil memompa rasa percaya diri Israel untuk meneruskan aksi militer di Libanon yang telah ber-langsung sejak 13 Juli itu. Belakang-an, Israel memutuskan untuk menempat-kan tambahan tentara 25 ribu di perbatas-an dengan Libanon selatan. ”Kami siap melakukan apa pun,” kata Letnan Kolonel Yanif Asor, Komandan Batalion 51.

Dua kemungkinan terbuka: perang darat besar-besaran atau perluasan front ke Suriah. Sementara itu, Hizbullah te-rus melawan, meski beberapa kawasan di Libanon juga telah kehilangan ”kemerdekaannya”. Roket-roket dan bom-bom Israel meluluhlantakkan berbagai fasilitas umum, mulai dari bandara, jalan-jalan, jembatan, dan bangunan-ba-ngunan, mengakibatkan kerugian sekitar US$ 2 miliar (sekitar Rp 18 triliun). Hingga akhir pekan lalu, lebih dari 400 warga Libanon meninggal—korban jiwa di pihak Israel tidak sampai sepertiga-nya—dan sekitar 800 ribu jiwa kehilang-an tempat.

Sebenarnya, sejak awal, pemerintah Li-banon telah mengajukan solusi menghentikan ”aksi perang” ini. Seperti diajukan Hizbullah, poin pertama adalah pertukaran tahanan: tiga tahanan Libanon di Israel dengan dua tentara Israel yang diculik Hizbullah. Dan Israel harus mundur dari Shebaa, daerah di selatan Libanon yang masih didudukinya. Ketika mundur dari Libanon pada 2000, tentara Israel tetap menduduki Sheeba dengan alasan tetap ingin meng-awasi aktivitas Hizbullah. Israel juga me-nanam sekitar 400 ribu ranjau darat di tanah tersebut. Untuk itulah peme-rintah Libanon menuntut agar Israel memberikan peta ranjau darat tersebut. Poin lain adalah penghentian serangan militer Israel di wilayah Libanon dan -pe-ngiriman tentara Libanon ke bagian selatan negara itu.

Sayang, kelima usul itu tidak didengar Israel. Pertemuan para pejabat tinggi negara-negara Arab, Eropa, dan AS untuk mencari jalan keluar di Roma, Italia, Rabu lalu, tak menghasilkan keputusan berarti. Dengan dukungan pemerintah Amerika Serikat, Israel meneruskan se-rangan entah sampai kapan. Sementa-ra itu, pemerintah Libanon tak bisa ber-buat apa pun untuk mempengaruhi keputusan di Roma.

Ya, pemerintah pusat Libanon memang lemah setelah didera penjajahan, perang saudara (1975-1990) dan sengkarut intervensi negara lain sejak merdeka pada 1943. Kesepakatan Taif (1990) yang diteken semua faksi di Libanon seperti- Syiah, Sunni, Maronit, Druze, Katolik- Ar-menia, untuk melepas penga-ruh -asing, demi terwujudnya pemerintahan nasional Libanon yang solid, tidak efektif. ”Kesepakatan ini tidak dapat dija-lankan selama 15 tahun,” kata Mohammad Mosbah al-Hadab, anggota parlemen dari partai Democratic Renewal Movement kepada Tempo melalui hubungan telepon internasional.

Pengaruh asing bertahan kuat di Li-banon. Suriah tetap mendominasi politik di Libanon hingga 2005. Tentara Is-rael menduduki kawasan selatan Li-banon sejak 1982 hingga 2000. Keberadaan I-s-rael di Libanon juga memancing Iran untuk lebih berperan dalam mendukung Hizbullah.

Pada September 2004, Dewan Keaman-an PBB membuat Resolusi 1559, yang intinya mengharuskan semua kekuat-an asing keluar dari Libanon demi ter-wujud-nya pemilihan umum bebas dan demokratis tahun itu. Tapi, ketenangan hanya bertahan sebentar saja. Pada 14 Februari 2005, mantan Perdana Menteri Rafik Hariri terbunuh oleh bom mobil. Pemerintah Libanon pun kembali labil.

Presiden Emile Lahoud yang (meski-pun) Kristen Maronit berpihak ke Suriah. Berkat pengaruh Suriah, masa ja-batannya yang berakhir pada 2004 -diperpanjang hingga 2007. Menurut -Jos-hua M. Landis, ahli Timur Tengah dari Universitas Oklahoma, AS, ”cap” pro-Suriah membuat Lahoud lemah. Ketika terjadi demonstrasi anti Suriah di Beirut tahun lalu, misalnya, Lahoud memerintahkan polisi menghentikan demonstrasi, namun tidak dipatuhi karena dia pro-Suriah. Dalam keadaan krisis se-perti ini, Lahoud tidak mengendalikan tentara dan polisi. ”Padahal, dia adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata,” kata Landis.

Perdana Menteri Fouad Siniora yang Sunni mencoba membangun konsensus un-tuk isu-isu domestik. Tapi, menurut mantan Duta Besar AS di Suriah dan Arab Saudi, Richard Murphy, upaya-nya tidak berhasil, karena Siniora tidak punya basis politik kuat. ”Dia ahli di bidang ekonomi, tapi bukan tokoh politik,” kata Murphy.

Sedangkan Ketua Parlemen Nabih Berri adalah seorang Syiah dari Partai Amal. Berri memiliki kekuasaan nyata di parlemen. Hizbullah yang berkoalisi dengan Amal di parlemen menguasai 35 dari 123 kursi parlemen. Koalisi Hizbullah-Amal ini ada di peringkat kedua di parlemen setelah Tayyar al-Mustaqbal, koalisi Sunni, Druze, dan Partai Prog-re-sif Sosialis yang dibangun politisi Kristen. Mereka punya 72 kursi. Koalisi keti-ga dengan 21 kursi adalah Gerakan Pa-triotik Pembebasan dengan pemimpin Michel Aoun, seorang Maronit. Aoun se-ring disebut sebagai calon kuat pre-si-den—ada hukum tidak tertulis di Libanon bahwa presiden harus Maronit, PM Sunni, dan ketua parlemen Syiah.

Pemerintah Libanon memang tidak mam-pu berperan lebih besar dalam penyelesaian pertempuran Hizbullah-Israel. Mosbah al-Ahdab mengakui, dalam pemerintah ada yang pro dan kontra terhadap Hizbullah. ”Tapi terhadap agresi militer Israel, sikap pemerintah tidak terpecah: menentang,” katanya.

Posisi Hizbullah kini lebih baik. Da-lam jajak pendapat Pusat Riset dan Informasi Beirut yang dilansir Rabu pekan lalu, sekitar 70 persen warga Libanon setuju dengan penangkapan dua orang tentara Israel. Penduduk Beirut memasang spanduk bertulisan ”Harga Diri tetap Bertahan” di atas reruntuhan kantor Hiz-bullah yang dibom tentara Israel.

Kini dunia internasional mencoba me-rumuskan gencatan senjata. Indone-sia sendiri menyatakan siap mengirim ma-rinir, bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian kelak. Pemerintah AS mulai terbuka pada opsi gencatan senjata. Sedangkan Inggris juga berencana mengirim pasukan penjaga perdamaian. PBB bersikap makin keras setelah se-rang-an tentara Israel membunuh empat- pegawai PBB. Hizbullah pun makin keras menantang Israel. Al-Qaidah bersikap, menilai peperangan ini tidak tergantung pada gencatan senjata, tapi ini jihad. Pun, semakin banyak negara menentang dan protes warga terhadap aksi militer Israel. Medan pertempuran mungkin makin luas dan kompleks. Bint Jbeil bisa menjadi titik balik.

Bina Bektiati (Daily Star, Al-Jazeera, The Economist, BBC, Ynet, SFGate)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus