Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Upaya Kaum Terusir

Karena terlunta-lunta di pengungsian, pengikut Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat berusaha mencari suaka politik. Pemerintah tak peduli.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah enam bulan Suhadi hi-dup tak menentu di asrama Transito, Mataram. Untuk mencukupi kebutuhan keluarganya—dua istri dan dua anak—lelaki 25 tahun itu meng-andalkan bantuan pemerintah berupa beras, mi instan, dan ikan sarden. ”Ini sekadar buat bertahan hidup agar tidak mati,” katanya.

Selain Suhadi, ada 137 orang peng-ikut Ahmadiyah yang masih berta-han di asrama milik Dinas Transmi-grasi -Nusa Tenggara Barat. Mereka tidur di bilik-bilik yang hanya dibatasi kain atau sarung. Untuk memasak, pengungsi menggunakan emperan asrama. Sebagian dari mereka jatuh sakit. Pendidikan anak-anak juga tidak terurus.

Pengikut Ahmadiyah di Lombok Ba-rat itu mengungsi sejak Februari lalu. Me-reka menyelamatkan diri setelah rumah mereka di kompleks BTN Bumi Asri di Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, dirusak dan dibakar massa. Padahal, ”Saya membeli tanah BTN seharga Rp 4 juta, itu pun dengan mencicil, ” kata Kaerudin, seorang pengikut Ahmadi-yah yang rumahnya sudah hancur.

Kini mereka kesulitan untuk kembali ke rumah. ”Warga menolak kehadiran mereka,” kata Maridun, Camat Ling-sar-. Karena penolakan ini, tim yang di-bentuk Bupati Lombok Barat, Iskandar Ali, merekomendasikan agar warga Ahmadiyah pindah ke Kota Mataram. Apalagi, Wali Kota Mataram, Moh. Ruslan, pernah menyanggupi akan mene-rima mereka asalkan bisa hidup membaur dengan warga lain.

Hanya, menurut Syamsir Ali, penasihat Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat, mereka sulit menemui Wali Kota. Bebe-rapa kali mengajukan permohonan bertemu Ruslan tidak pernah ditanggapi.

Karena merasa tak diurusi pemerintah, pengurus Ahmadiyah lantas men-cari suaka politik ke Australia. Senin dua pekan lalu, mereka berangkat ke Denpasar, Bali untuk menemui vice consul Australia, Adelaide Worcester. ”Ini upaya terakhir karena kami tidak nyaman di daerah sendiri, ” ujar Syamsir kepada Tempo. Menurut dia, sang konsul akan memprosesnya.

Konflik umat Islam di Nusa Tenggara Barat dengan pengikut Ahmadiyah mempunyai jejak yang panjang. Kelompok ini menganut ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang berkembang sejak 1836 di Qadian, Pakistan. Ajaran ini mulai masuk ke NTB pada 1957. Yang meng-ajarkannya adalah M.A. Ja’far Ahmad, seorang keturunan India dan Bali yang pernah belajar di Surabaya.

Selain di Mataram, ajaran Ahmadiyah juga disebarkan di Kabupaten Lombok Timur oleh Lalu Masta, warga Desa Kapong, Lombok Timur, yang pernah belajar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada 1980-an, Ahmadiyah sempat mempunyai 303 kantor cabang di Nusa Tenggara Barat. ”Tapi kami terus ditentang, ” kata Jauzi, Ketua Ahmadiyah di provinsi ini.

Tentangan datang dari para tuan gu-ru (ulama) di Nusa Tenggara Barat yang menilai Ahmadiyah sebagai ajaran sesat. Soalnya, kelompok Ahmadiyah me-yakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi akhir zaman. ”Prinsip itu menabrak keyakinan umat Islam yang meyakini Muhammad adalah nabi penutup,” kata Hasanai Zuani, pemimpin Pondok Pesantren Nurul Haramain Putri, Lombok Barat.

Perbedaan keyakinan itulah yang -mengakibatkan terjadi pengusiran dan pembakaran rumah pengikut Ahmadiyah di Kecamatan Keruak, Lombok Timur, pada 1998. Tiga tahun kemu-dian, Pa-puk Hasan, pengikut Ahmadiyah di- Sambi- Elen, Kecamatan Bayan, Ka-bu-paten Lombok Barat, juga tewas karena di-keroyok massa. Pengusiran itu ter-ulang lagi pada Februari lalu, sehingga me-re-ka harus mengungsi ke asrama Transito.

Walau sebagian pengungsi kini ber-usaha meminta suaka ke Australia, Pe-merintah Provinsi Nusa Tenggara- Barat ti-dak peduli. Wakil Gubernur NTB, Bo-nyo Thamrin Rayes, malah mem-per-silakan mereka mencari suaka politik. ”Kami sudah melindungi mereka. Jika mereka ingin minta suaka politik, ya silakan, ” katanya.

Zed Abidien dan Supriyanto Khafid (Mataram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus