SEBAGAI presiden, perdana menteri yang sekaligus merangkap
jabatan ketua parlemen, Ferdinand Marcos tentulah amat sibuk di
Manila. Tapi kesibukan itu nampaknya kini sedikit bertambah oleh
sebuah insiden kecil yang menyebabkan tewasnya seorang anak
muda.
Kisahnya terjadi tanggal 25 Juni yang lalu. Pada sebuah
pertandingan bola voli, regu yang dipimpin oleh Andrew Avelino
Barbara -- anak dari saudara perempuan Presiden Marcos --
mengalami kekalahan. Kekalahan itu diikuti oleh suatu keributan.
Dan keributan itu membuka kesempatan bagi keponakan Marcos untuk
menembakkan senjatanya.
Korban yang tewas adalah Jebboy Buendria, 18 tahun, seorang
mahasiswa teknik tahun kedua pada Universitas Pilipina. Jebboy
ini memang malang. Ia sebenarnya tidak tahu apa-apa mengenai
keributan di lapangan voli itu. Sedang berada di tempat tidur
untuk istirahat karena menderita demam panas, Jebboy
meninggalkan pembaringannya tatkala mendengar keributan di luar.
Ketika ia kembali masuk ke rumah, ia cuma sempat berkata kepada
ayahnya: "Pak, saya tertembak." Dua hari kemudian anak itu
meninggal di rumah sakit.
Menembak Orang Tua
Seorang agen polisi -- demi keamanan, namanya dirahasiakan --
telah memberikan kesaksian di bawah sumpah bahwa ia telah
melucuti senjata genggam dari tangan Andre Avelino Barbara,
setelah yang terakhir ini menembak Jebboy dan kedua orang
tuanya. Kini kedua orang tua almarhum masih berbaring di rumah
karena luka akibat tertembus peluru ukuran 45 milli di lengan
dan kaki. Saksi-saksi mata menyebutkan bahwa keponakan presiden
itu menembakkan senjatanya secara membabi buta dan menimbulkan
panik setelahsebuah botol kosong terlempar ke lapangan
permainan. Tidak diketahui siapa yang melemparkan botol kosong
tersebut.
Kekacauan yang terjadi di kawasan Makati -- daerah elit Manila
-- tidak segera bisa diatasi karena bersama keponakan Presiden
ada pula sejumlah pengawal. Kabarnya pengawal itu pun ikut
menembakkan senjata mereka. "Hanya karena keponakan Presiden
terlibat maka kami ini tidak dapat memperoleh keadilan dari
pihak penguasa," kara Rodolfo Buendia, 41 tahun, di tempat
pembaringannya. Diam sejenak, Rodolfo, ayah Jebboy, kemudian
melanjutkan: "Saya yakin Presiden tidak tahu menahu mengenai hal
ini. Karena itu saya berharap ia akan memberikan keadilan kepada
kami."
Dari sumber istana Malacanang diperoleh keterangan bahwa
Presiden Marcos telah mengeluarkan perintah kepada Biro
Penyelidikan untuk mengusut kejadian berdarah di Makati itu.
Tapi polisi di kawasan Makati enggan memberikan keterangan.
Seorang polisi dari bagian pengusutan -- tidak suka menyebutkan
namanya karena alasan keamanan pribadi -- mengungkapkan bahwa
komandan pengawal pribadi presiden, Kolonel Diego, meminta
mereka untuk tutup mulut. Keterangan ini ternyata dibantah oleh
Diego.
Pihak keluarga Barbara sendiri hingga kini tidak mengeluarkan
komentar sepatah kata pun. Satu-satunya yang diketahui bahwa
ayah dari keponakan Presiden yang terlibat pembunuhan itu adalah
seorang kolonel yang saat ini diperbantukan pada kantor
kepresidenan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini