HASAN Tiro alias Muhammad Hasan, 51 tahun, bermukim di AS jauh
sebelum peristiwa pemberontakan di Aceh meletus tahun 1953.
Menyebut dirinya sebagai "Duta Aceh" di PBB, fikiran separatis
Hasan nampaknya bermula dari dendamnya pada Bung Karno, sampai
dia menulis buku oemokrasi Untuk Indonesia.
Selain gemar membuat brosur dan pamflet, Hasan yang berasal dari
kampung Tiro di Aceh Pidie itu juga mengungkapkan fakta sejarah
secara sepotong-sepotong dan menulis dalam buku-buku dan
selebarannya dengan tujuan mencari pengikut. Tapi tak banyak
digubris orang. Barangkali, seperti kata seorang pemuka di Aceh,
"itu disebabkan karena rakyat di Aceh sudah amat menderita
akibat peristiwa 1953."
Sebuah sumber lain juga mengungkapkan kepada TEMPO, bahwa Daud
Beureueh selain tak merestui gerakan ini, "malah tidak tahu
menahu." Tapi rupanya orang tua yang sudah uzur di kampungnya di
Beureunun itu masih juga dicurigai. Malah kabarnya rumahnya kini
"dijaga".
Hasan Tiro, yang kabarnya pernah kuliah di UGM Yogya, mengaku
dianugerahi gelar Doktor dalam ilmu hukum oleh University of
Plano, Texas. Seperti tertulis dalam salah satu brosurnya, dia
juga mengaku lulusan University Columbia dan Fordam University
di New York -- sebagai ahli ekonomi, hukum internasional dan
ilmu pemerintahan.
Mendirikan "Institut Aceh" di AS. adalah Hasan pula yang jadi
Dir-Ut dari Doral International Ltd di New York. Perusahaan
itu, menurut yang empunya cerita ada berurusan dengan bisnis
minyak, timah, emas, platina dan real estate. Dia juga mengaku
punya andil dalam berbagai perusahaan di Eropa, Arab dan Afrika
dalam bisnis pelayaran dan penerbangan.
Pada tahun 1973, kata Hasan Tiro, dia telah diangkat oleh Raja
Feisal dari Arab Saudi sebagai penasehat agung uktamar Islam
se-Dunia. Demikianlah, Muhamad Hasan Tiro tak lupa melengkapi
namanya dengan sejumlah titel kesarjanaan BS, MA, Ph.D dan LL.D.
Bukan main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini