Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Si Penjaga Api Chavismo

Keberlangsungan gerakan revolusi Chavez diragukan bisa bertahan. Semua tergantung si kakak kandung.

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BISNIS tak pernah begitu manis bagi Juan Pablo Gonzales, seniman tato yang tinggal di Karakas, Venezuela. Di negara yang 11 persen warganya tinggal di tenda dan 20 persen lainnya menumpang di penampungan ini, perajah tubuh adalah profesi yang dipandang sebelah mata.

Namun, akhir pekan lalu, tiga hari setelah usainya waktu berkabung nasional atas wafatnya pemimpin revolusi Venezuela, Hugo Rafael Chavez Frias, peruntungan lelaki 27 tahun itu berpendar. Warung tatonya disesaki pelanggan. "Hampir semua meminta saya merajah tubuh mereka dengan apa pun yang berbau Chavez," katanya kepada Associated Press, Selasa pekan lalu. Mereka mau tato gambar wajah hingga tanda tangan Chavez.

Antusiasme warga pemuja Chavez sungguh membuat Gonzales kewalahan. Menurut dia, 16 orang rela gantre setiap hari demi tato bertema Chavez. Bahkan nomor antrean sudah ia bagikan untuk satu pekan ke depan. "Luar biasa," ujarnya. Omzet bisnisnya sepekan belakangan melonjak hampir empat kali lipat. Meski ia sudah menaikkan tarif jasa tatonya empat kali lipat untuk semua gambar Chavez, "Pelanggan tetap berdatangan. Mereka seolah-olah tak peduli."

Nasib mujur juga dikecap Eudis Carrillo, pedagang pernak-pernik serba Chavez di Lapangan Bolivar, pusat Kota Karakas. Mug, kaus, topi, stiker, celana pendek, dan bandana yang ia jajakan setiap hari selalu ludes diborong pembeli. Bahkan pesanan yang datang ke industri rumahan miliknya melebihi kapasitas produksinya. "Pembeli dan pesanan datang lima kali lipat dibandingk sewaktu Chavez masih hidup," kata lelaki 42 tahun ini, yang memang seorang Chavistas atau pengikut setia revolusi Hugo Chavez.

Namun, Carrillo mengaku, di balik semua keriangannya itu terselip duka yang masih mendalam atas kepergian sang pemimpin besar revolusi. Menurut dia, Chavez adalah segalanya, bukan hanya pemimpin berprinsip yang patut diteladankan, melainkan juga ayah bagi rakyat Venezuela.

"Berbisnis kesedihan seperti yang saya jalankan sekarang bukan hal yang baik, tapi warga sangat menginginkannya," katanya. Berbeda dengan Gonzales yang tak memiliki motif politik dalam menjalankan bisnisnya, Carrillo berterus terang bahwa apa yang ia lakukan merupakan upaya agar pemimpin besarnya tetap ada di hati warga Venezuela.

Ya, setelah Chavez mangkat, ada pertanyaan besar di antara para Chavistas, yaitu bagaimana meneruskan Chavismo—ideologi gerakan revolusi berhaluan kiri yang mengacu pada ide dan gaya kepemimpinan Hugo Chavez.

Beberapa ahli politik tentang Venezuela yakin Chavismo lambat-laun akan terkikis. Menurut Javier Corales, profesor ilmu politik dari Amherst College, Amerika Serikat, kematian Chavez harus diakui sebagai faktor pelemahan gerakannya, karena selama ini ideologi sangat bergantung pada tokoh kunci di belakangnya. Fenomena seperti itu sudah banyak contohnya, kata Corales. Di Yugoslavia, dengan brilian Josip Broz Tito mempersatukan beragam kelompok etnis. Namun, setelah kematiannya, negara itu tercerai-berai dan terperosok dalam perang saudara.

"Kekhawatiran itu juga kini menggela­yuti Venezuela menghadapi pemilihan presiden: apakah ideologi Chavez akan bertahan, walau sang pemimpin nantinya berasal dari kubu mereka? Itu yang juga masih saya pertanyakan," katanya kepada CNN. Sedangkan direktur konsultan politik Dataanalisis, Luis Vicente Leon, lebih keras berpendapat, "Tak ada lagi Chavismo tanpa Chavez, seperti tak ada lagi Peronisme tanpa Peron atau Sandisme sonder Sandino."

Semua keraguan itu memang berdasar. Namun pembuat formula Chavismo sebenarnya belum mati. Dia tentu saja bukan Chavez, melainkan kakak kandungnya, Adan Chavez Frias. Lelaki sederhana 59 tahun ini adalah profesor ilmu politik dari Universitas Andes. Orang yang berdiri terdekat dengan peti jenazah Chavez saat upacara pemakaman itu menegaskan agar para Chavistas tetap berpijak pada keyakinan mereka dengan atau tanpa Chavez. "Adan adalah orang yang punya prinsip lebih keras daripada Chavez. Dia ultra-kiri dan sudah terjun ke gerakan gerilya revolusioner jauh sebelum Chavez. Sebenarnya ia adalah api dari semangat Chavismo selama ini," kata Alberto Garrido, penulis biografi Hugo Chavez, kepada Charlotte Observer.

Adan pernah menjadi duta besar untuk Kuba, negara sahabat terdekat Venezuela. Mantan Gubernur Barinas itu juga pemilik gagasan pembagian rumah bagi orang miskin, yang ketika diterapkan membuat popularitas Chavez meroket. Ia menjadi ketua tim sukses adiknya untuk kembali merebut kursi presiden yang terakhir kali.

"Adan yang mengizinkan Maduro memakai akun Twitter untuk propaganda. Dari rumahnya, semua keputusan penting untuk Venezuela bermula," kata Michael Shifter, pengampu lembaga dialog Inter-Amerika berbasis di Washington, kepada harian Venezuela, El Universal. Nicolas Maduro adalah wakil presiden yang disebut-sebut sebagai pengganti Chavez.

Tapi Hugo Chavez dan Adan bukan seperti Fidel dan Raul Castro di Kuba. Adan tak pernah mau mengambil porsi besar kekuasaan dalam pemerintahan, walau memang ia pernah tercatat beberapa kali duduk di kursi strategis pemerintahan adiknya—salah satunya menjadi Menteri Pendidikan. Abang-adik itu bersetuju dengan proses demokrasi yang harus berjalan, bahwa satu-satunya jalan untuk menduduki kursi kepresidenan adalah dengan cara pemilihan. Adan hingga saat ini tidak menginginkan kedudukan itu. Bak Che Guevara dalam drama revolusi Kuba yang memilih berada di balik layar, dan hanya ikut menonton tatkala kekuasaan Castro mulai melar.

Rumah Adan adalah dapur gerakan Chavismo. Menurut surat kabar El Nuevo, hampir setiap pekan banyak kegiatan terjadi di rumah itu. Tak melulu politik, kegiatan seni dan pendidikan pun ia selenggarakan. "Kegiatan ini untuk menjaga api agar tak padam," katanya.

Dalam pemilihan umum terakhir, Adan juga pasang badan. Ia ketua tim investigasi bagi kubu Chavez ketika merebak tuduhan bahwa tangan-tangan asing bermain di Venezuela menjelang pemilihan tahun lalu. Bagi Adan, Chavismo tak pernah mengumbar janji, tapi memberikan bukti. "Rumah-rumah yang dibagikan itu bukan untuk kemenangan politik, tapi sebagai bukti bahwa ideologi ini bermanfaat bagi rakyat banyak," ujar Adan dalam sebuah kesempatan pembagian rumah gratis bagi kaum miskin kota tahun lalu.

Kini Chavez sudah beristirahat, tak lagi bisa memaki-maki Amerika. Namun semangatnya masih menyala. Tengok saja peningkatan penjualan suvenir Carrillo atau pelanggan warung tato Gonzales. Mereka cuma satu dari beribu pengabadi gairah itu. Dan, yang paling penting, Venezuela masih punya Adan.

Sandy Indra Pratama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus