Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lampu di mesin faks sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Sultan Agung menyala. Mesin itu mencetak selembar kertas. Surat itu berasal dari Jakarta. Saat itu juga anggota staf sekretariat menyerahkan surat itu ke Ketua Kadin Yogyakarta Nur Achmad Affandi. Kebetulan Nur, Februari lalu itu, tengah berada di ruangannya.
Mata Nur terbelalak membaca surat itu. Di atas kertas tercantum pemecatan Nur sebagai Ketua Kadin Yogyakarta, hari itu juga. Kop surat menunjukkan pengirimnya adalah pengurus Kadin pusat di Jakarta, ditandatangani Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulisto. Di surat yang sama, Kadin menunjuk pengurus caretaker. Selain kaget, Nur ragu akan kesahihan surat itu karena tak dibubuhi stempel.
Merasa ada udang di balik batu, Nur membuat rapat internal dadakan. Empat belas pengurus presidium Kadin Yogyakarta ikut di barisan Nur, menolak surat itu. Nur juga menggandeng pengurus dari daerah lain dan menyampaikan unek-uneknya kepada para sekondannya. "Ketua Kadin telah mengambil kebijakan yang sewenang-wenang," katanya.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Koordinator Indonesia Iwa Hanafi, dalam pernyataan tertulisnya setelah dua hari surat pemecatan keluar, mengatakan Kadin Indonesia menilai Nur melanggar AD/ART dengan menciptakan friksi di kalangan internal Kadin. Nur Achmad disebut akan membawa Kadin ke dalam politik menjelang Pemilihan Umum 2014. "Ini menyebabkan iklim organisasi tidak sehat," ujar Iwa. Nur berkali-kali membantah tuduhan itu.
Kadin pusat menganggap pelanggaran Nur yang paling berat adalah membentuk Forum Kadin Provinsi, yang berisi para ketua setingkat provinsi. Nur mengetuai forum ini. Sekretarisnya Barri Djadid, Ketua Kadin Nusa Tenggara Barat. Forum ini dianggap bukan sekadar silaturahmi antarpengurus. Mereka dinilai berniat menggoyang kursi Suryo sebagai Ketua Umum Kadin.
Forum ini juga menyinggung pengurus pusat lantaran pada Januari 2013 telah dua kali mengirim surat somasi ke Kadin pusat yang ditembuskan ke Presiden, DPR, dan para menteri perekonomian. Forum itu menilai, antara lain, Suryo telah melanggar AD/ART Kadin dan tak mempedulikan investasi di daerah. Padahal itulah yang antara lain diamanatkan munas Kadin sebelumnya.
Suryo beserta pengurus Kadin di Jakarta tentu saja gerah. Selain menjatuhkan Nur dari kursinya, mereka memecat Nur dari anggota Kadin. Suryo beserta Kadin pusat kemudian menunjuk kuasa hukum dari Gani Djemat & Partners untuk "mencubit" Nur. Mereka balik mensomasi Nur agar segera mencabut surat somasi yang mengatasnamakan Forum Kadin Provinsi itu. Selain itu, dia diwajibkan meminta maaf lewat sepuluh media nasional. Tak hanya itu, Suryo memberi ancaman lain: kalau tidak meminta maaf, Nur akan diadukan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.
Nur Achmad menolak dituduh melakukan pelanggaran hukum. Menurut dia, membentuk forum komunikasi di kalangan internal Kadin adalah hal yang lumrah. Selain mereka, ada forum-forum lain di dalam Kadin, seperti Forum Kadin Sumatera. "Tak tercantum di AD/ART artinya tak dilarang," katanya. Ia juga mengatakan surat dari kuasa hukum Kadin pusat itu salah alamat karena somasi tersebut muncul dari kesepakatan bersama forum, bukan pendapatnya pribadi. "Saya tidak akan meminta maaf," ujar Nur.
Rencana Kadin membawa Nur ke jalur hukum ini terbilang aneh. Guru besar hukum dari Universitas Indonesia, Erman Rajagukguk, misalnya, menegaskan yang dilakukan Nur—mengkritik organisasinya sendiri dengan tembusan ke Presiden atau pejabat lain—bukan pencemaran nama baik. Somasi semacam itu, apalagi membentuk sebuah forum di dalam organisasi, bukan pula pidana.
Menurut pakar hukum perdata ini, Nur baru bisa dipidana pasal pencemaran nama baik bila menuduh dan memfitnah orang lain lewat media massa. Itu pun tak semudah itu, karena ada pula mekanisme cover both sides dalam pemberitaan. "Tak semudah itu menjerat orang dengan pasal pencemaran nama baik," katanya. Kasus Nur kini bergulir ke mana-mana. Sejumlah tokoh Kadin bahkan berencana menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk mempertanyakan pemecatan Nur tersebut.
Mustafa Silalahi, Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo