Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menantang Proposal Obama

Aturan pengetatan kepemilikan senjata masih jauh dari kenyataan. Selain pembahasannya alot, ada negara bagian yang terang-terangan menentang.

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa rak di toko serba ada Walmart tak lagi memajang senjata api. Selasa pekan lalu, tempat belanja yang terletak di San Gabriel, California, Amerika Serikat, itu hanya memajang tumpukan kotak dalam berbagai ukuran yang bergambar senapan angin.

Tak ada pengunjung yang melihat-lihat senapan berisi peluru karet untuk berburu binatang kecil itu. Kepada Tempo, seorang pegawai toko yang mengaku bernama Richard mengatakan, sejak penembakan di Sekolah Dasar Sandy Hook, Connecticut, 14 Desember tahun lalu, tak semua toko Walmart menjual senjata api.

Kebijakan serupa diterapkan Big 5 Sporting Goods di San Gabriel. Toko alat-alat olahraga itu hanya memajang senapan, tidak lagi menjual pistol. Namun pembeli tak dapat menjangkau senapan yang dipajang. Melihat dan mencoba senapan harus seizin manajer toko. Berbeda dengan di Walmart, terlihat ada antrean pembeli di toko ini.

Kedua toko tersebut menerapkan ketentuan baru dalam penjualan amunisi. Walmart, misalnya, membatasi pembelian amunisi tiga kotak per pembeli per hari. Sedangkan Big 5 membatasi lima kotak saja. Ketentuan baru itu terpampang di lemari kaca tempat amunisi biasa dipajang. Lemari itu kini tampak melompong.

Manajer Big 5, Steve, mengatakan penjualan senjata tetap tinggi. Tokonya kerap kehabisan senapan merek terkenal, seperti Remington, karena permintaan pembeli tinggi tapi barang terbatas. Dia mengatakan senapan semiotomatis dengan kapasitas peluru banyak sangat diminati karena orang khawatir pemerintah segera melarang penjualannya.

Hal serupa tampak di toko senjata Bain & Davis di San Gabriel. Sekelompok pemburu, yang rata-rata sudah berburu dan menembak selama 15-20 tahun, tampak sedang melihat-lihat senjata. Menurut mereka, senapan serbu laris manis diserbu pembeli baru. Alasannya setali tiga uang dengan pelanggan Big 5: mereka takut pemerintah melarang penjualannya. "Yang panik membeli senjata justru orang-orang baru, yang belum pernah menembak," ujar Sukanto, pria asal Indonesia yang bergabung dengan rombongan pemburu itu.

Pemilik bengkel mobil di Arcadia, California, itu sudah 35 tahun tinggal di Amerika. Dia mengaku memiliki sekitar 20 senapan berburu. "Belum lama ini saya membawa rombongan dari Jakarta berburu di California," ujar pria 50-an tahun itu.

Tak sulit memiliki senjata di California. Untuk membeli senapan, calon pembeli cukup menunjukkan surat izin mengemudi (SIM) California. Sedangkan untuk membeli pistol, calon pembeli hanya perlu memperlihatkan SIM California dan surat izin memiliki senjata, yang dengan mudah diperoleh setelah menjawab 30 pertanyaan.

Sejauh ini, California belum mengubah aturan pembelian senjata. Sebab, proposal pengetatan kepemilikan senjata yang diajukan Presiden Barack Obama pada Januari lalu masih menjadi perdebatan di Kongres dan belum ditetapkan menjadi peraturan.

Proposal Obama meliputi larangan kepemilikan senapan serbu, pembatasan penjualan amunisi, pemeriksaan yang lebih ketat terhadap latar belakang calon pembeli senjata, dan peningkatan perawatan kesehatan mental. Proposal itu dibuat untuk meminimalkan aksi penembakan. Proposal itu pun segera diadopsi menjadi peraturan—seluruhnya ataupun sebagian—oleh sejumlah negara bagian, seperti New York, Colorado, dan Massachusetts.

Namun ada pula negara bagian yang menentangnya. Alih-alih memperketat kepemilikan senjata, Jumat dua pekan silam, Gubernur Dakota Selatan Dennis Daugaard justru menandatangani peraturan yang mengizinkan pegawai sekolah, termasuk guru, membawa senjata api ketika bekerja.

Dakota Selatan merupakan negara bagian pertama yang secara eksplisit mengizinkan pegawai sekolah membawa senjata api. Ini adalah negara bagian yang memiliki tradisi berburu. Anak-anak sudah belajar menembak sejak berusia delapan tahun.

Anggota Dewan Dakota Selatan dari Partai Republik, Scott Craig, berharap peraturan itu akan membuat sekolah makin aman. "Peraturan ini lebih aman daripada yang orang bayangkan, karena ini lebih bersifat pencegahan," ujarnya.

Namun persyaratannya tak mudah. Undang-undang itu menyatakan sekolah boleh mengizinkan pegawainya, petugas keamanan, atau relawan menjadi "­pengawal" bersenjata api di sekolah. Tapi, sebelumnya, pihak sekolah harus mendapat izin dari pejabat keamanan setempat. Pegawai yang akan dipersenjatai juga harus mengikuti pelatihan lebih dulu.

Asosiasi Senapan Nasional (NRA) punya andil besar dalam meloloskan peraturan itu. Juru bicara NRA, Andrew Arulanandam, mengakui pihaknya melobi legislator Dakota Selatan untuk meloloskan peraturan itu. "Pemerintah pusat dan daerah harus merumuskan dan melaksanakan program untuk keamanan pelajar," katanya.

Setelah penembakan di Sandy Hook, yang menewaskan 27 orang, termasuk pelaku, NRA memang gencar mengusulkan petugas keamanan di sekolah dipersenjatai. NRA terus melobi legislator Abang Sam untuk menolak proposal Obama. Akhir Januari lalu, Huffington Post melansir bahwa tahun lalu kelompok itu telah menghabiskan dana hingga US$ 3 juta (sekitar Rp 29 miliar) untuk melobi Kongres agar tak meloloskan peraturan tentang pengendalian senjata api.

Namun lobi NRA sepertinya kurang berhasil di California. Negara bagian ini sedang gencar melacak dan mengikuti perkembangan para pemilik senjata api. Petugas Departemen Kehakiman California akan menyita senjata api bila pemiliknya diketahui melanggar hukum atau mendapat perawatan sakit mental.

Senat California menyetujui pengeluaran US$ 24 juta (sekitar Rp 231,5 miliar) untuk mempercepat penyitaan senjata dari orang-orang yang tak layak memilikinya. Senator dari Partai Demokrat, Mark Leno, mengatakan pemotongan anggaran Departemen Kehakiman telah memukul program yang menyasar pembeli senjata secara ilegal itu. "Ini ancaman serius bagi keamanan publik," ujarnya seperti dikutip Los Angeles Times.

Jaksa Agung California Kamala Harris, 48 tahun, mengatakan California merupakan satu-satunya negara bagian yang melaksanakan program itu. Harris, orang Demokrat, mengatakan sekitar 20 ribu pemilik senjata dinyatakan tak layak memilikinya, termasuk para penjahat dan penderita sakit mental.

Yang lebih mengkhawatirkan, seperti diungkapkan Direktur Program Riset Pencegahan Kekerasan Universitas California Garen Wintemute, sekitar 200 ribu orang di seluruh negara tak memenuhi syarat memiliki senjata. Dia mengatakan sejumlah negara bagian tak memiliki program seperti California karena tidak memiliki data lengkap soal jual-beli senjata. "Sangat sedikit negara bagian yang punya arsip pemilik senjata seperti yang kami miliki," ujar Wintemute, yang membantu program itu.

Di tengah perdebatan yang tak kunjung usai mengenai pengetatan kepemilikan senjata, nyawa terus berjatuhan. Rabu pekan lalu, empat orang tewas dalam penembakan di Herkimer, New York. Menurut polisi, Kurt Myers, 64 tahun, memuntahkan peluru di dua tempat berbeda, yakni di kedai cukur dan tempat cuci mobil, yang berjarak lebih dari satu kilometer. Tersangka tak memiliki catatan kejahatan selain pernah sekali ditangkap polisi karena mengemudikan kendaraan dalam keadaan mabuk pada 1973.

Keempat korban tersebut menambah panjang daftar korban penembakan di Amerika dalam dua tahun terakhir. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat, pada tahun lalu saja, lebih dari 11 ribu nyawa melayang sia-sia karena senjata api.

Sapto Yunus (Reuters, New York Times), Lolo Kartikasari Santosa (Los Angeles)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus