Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

17 Maret 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CINA
Xi Jinping Jadi Presiden

Parlemen Cina akhirnya memilih Xi Jinping sebagai presiden baru menggantikan Hu Jintao pada Kamis pekan lalu. Xi menjadi presiden empat bulan setelah terpilih menjadi Sekretaris Jenderal Partai Komunis Cina pada November 2012. Parlemen juga memilih Li Yuanchao sebagai wakil presiden.

Kini pria 59 tahun itu memegang tiga jabatan penting di negara berpenduduk lebih dari 1,3 miliar tersebut, yakni Ketua Komisi Militer, sekjen partai, dan presiden.

Seperti diberitakan BBC pada Kamis pekan lalu, pemilihan di Balai Agung Rakyat Beijing itu berjalan mulus. Sejumlah 2.952 delegasi Kongres Rakyat Nasional memilih Xi, satu orang tidak memilihnya, dan tiga orang lainnya abstain.

Sejak menjabat sekjen partai, pria yang menikahi penyanyi lagu rakyat Peng Liyuan ini berjanji akan bekerja memberantas korupsi. Dia menegakkan disiplin di antara pejabat negara, antara lain melarang pejabat senior militer menyelenggarakan perjamuan yang menghidangkan minuman beralkohol.

Rakyat Cina berharap Xi membawa perbaikan di negara yang sedang menghadapi masalah kesenjangan pendapatan, korupsi, dan kerusakan lingkungan dari era pendahulunya itu. Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi Cina melemah.

Putra salah seorang tokoh revolusioner dari generasi pertama kepemimpinan Cina, Xi Zhongxun, ini juga menghadapi persoalan tak ringan di bidang politik. Cina sedang berebut pulau di Laut Cina Selatan dan Timur dengan sejumlah negara Asia lainnya. Salah satu sekutu dekatnya, Korea Utara, juga sedang bersitegang dengan Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat.

Secara resmi Xi akan menjabat presiden selama lima tahun ke depan. Tapi, jika tidak ada peristiwa luar biasa, dia akan menjabat selama satu dekade seperti halnya Hu Jintao.

CINA
Perkawinan Hantu

Pengadilan Yanchuan, Provinsi Shanxi, Cina, memenjarakan empat pria yang menggali kubur dan menjual mayat ke pasar gelap. Mayat-mayat tersebut dijual untuk upacara "Perkawinan Hantu".

Seperti diberitakan The Guardian pada Senin dua pekan lalu, ritual yang sudah berumur ribuan tahun itu mengubur bujangan yang sudah meninggal dengan seorang "istri baru", sehingga almarhum tidak akan kesepian di dalam kubur.

Para pria yang masing-masing dihukum penjara lebih dari dua tahun itu didakwa mencuri sepuluh mayat perempuan, memandikannya, dan memalsukan catatan medisnya untuk menaikkan harga. Pencurian dilakukan selama musim dingin 2011. Kesepuluh mayat itu mereka jual sekitar Rp 370 juta.

Ritual dari abad ke-17 itu kini jarang terjadi di kehidupan Cina modern. Mao Zedong melarangnya ketika berkuasa pada 1949. Namun ritual ini masih dijalankan di pedesaan Provinsi Shaanxi, Shanxi, Henan, Hebei, dan Guangdong. Keluarga biasanya menyewa mak-­comblang untuk mencarikan pasangan bagi anggota keluarganya yang sudah meninggal.

PRANCIS
Terancam Bui karena Kaus

Seorang ibu rumah tangga di Prancis, Bouchra Bagour, terancam mendekam di bui lantaran putranya, Jihad, mengenakan kaus bertulisan "Saya Sebuah Bom" dan "Lahir pada 11 September". Bocah tiga tahun itu mengenakan kaus tersebut ke sekolah.

Seperti dilansir The Telegraph, Jumat dua pekan lalu, perempuan 35 tahun itu menjalani persidangan di Avignon, Prancis selatan, dengan dakwaan membela terorisme karena memakaikan kaus itu kepada Jihad. Saudara lelakinya, Zeyad Bagour, juga menghadapi dakwaan serupa karena membelikan kaus itu untuk keponakannya.

Kepada majelis hakim, Bouchra Bagour mengakui tidak bermaksud memprovokasi. Dia hanya ingin menunjukkan bahwa putranya lahir pada 11 September dan tindakannya tidak berkaitan dengan serangan teroris pada 11 September 2001 di Amerika Serikat. Namun jaksa Olivier Couvignon mengatakan tak ada keraguan, kaus itu merujuk langsung pada aksi terorisme.

Keduanya terancam hukuman masing-masing lima tahun penjara dan denda Rp 570 juta jika divonis bersalah pada 10 April nanti.

FALKLAND
Hasil Referendum

Penduduk Kepulauan Malvinas atau ­Falkland memilih tetap menjadi bagian dari Inggris. Dalam referendum yang diikuti 1.650 pemilih pada Senin pekan lalu, 98,8 persen setuju tetap bertahan sebagai bagian dari Inggris, sedangkan sisanya tidak setuju.

Presiden Argentina Cristina Fernandez de Kirchner mengecam hasil referendum di kepulauan yang terletak 500 kilometer dari pantai timur Argentina itu. Argentina mengklaim kepulauan itu miliknya. Menurut dia, referendum itu seperti sekelompok penghuni liar yang melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah mereka akan tetap menduduki sebuah bangunan liar.

Dia menegaskan akan menempuh jalur dialog. Argentina hanya patuh pada resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Ini satu-satunya jalan untuk mencapai solusi yang memperhitungkan kepentingan penduduk di sana," ujarnya seperti dikutip The Telegraph, Selasa pekan lalu.

Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan Argentina harus menghormati hasil referendum. Dia menegaskan Inggris akan selalu mempertahankan kepulauan berpenduduk sekitar 2.800 jiwa itu. "Penduduk Falkland ingin tetap menjadi orang Inggris, dan itu harus dihormati oleh siapa pun, termasuk Argentina."

IRAN
Heboh Pelukan Ahmadinejad

Gara-gara memeluk perempuan, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad dikecam di negaranya. Seorang ulama Iran, Mohammad Taqi Rahbar, geram karena Ahmadinejad memeluk Elena Frias, ibu mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez, yang berusia 78 tahun.

Pelukan menghebohkan itu terjadi di pemakaman Chavez di akademi militer di Karakas, Jumat dua pekan lalu. Kontak dengan perempuan yang bukan muhrimnya merupakan hal tabu di Iran. Foto pelukan itu dirilis kantor pers Istana Miraflores. Dalam foto itu terlihat tangan kanan Elena Frias menggenggam tangan kiri Ahmadinejad, dan kepala mereka saling menyentuh ketika mereka berdiri di samping peti mati Chavez.

"Dilarang menyentuh perempuan bukan muhrim, apakah itu berjabat tangan atau bersentuhan pipi," ujar Mohammad Taqi Rahbar, seperti dikutip kantor berita Associated Press.

Wakil Presiden Iran Mohammad Reza Mirtajeddini, yang mendampingi Ahmadinejad ke Karakas, membantah kabar bahwa bosnya telah memeluk ibu Chavez. Dia mengatakan foto itu palsu.

Selasa pekan lalu, 18 anggota parlemen Iran mengeluarkan pernyataan meminta Ahmadinejad memegang norma nasional dan internasional ketika berkunjung ke luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus