LAWAN politiknya di dalam negeri nenyebutnya dikutor militer
bertangan besi Di Eropa Barat, sejumlah tokoh politik
menyamakannya dengan pemimpin rezim militer yang menindas
demokrasi. Di Turki sendiri, 92% dari 21 juta rakyat yang
berhak memilih memberi juara kabul, bukannya kartu biru
bertuliskan red (tidak) dalam suatu referendum terhadap
konstitusi baru negeri itupun Keputusan mereka otomatis
menjadikan Jenderal Kenan Evren presiden untuk masa 7 tahun
mendatang.
Dia semula merebut kekuasaan tanpa pertumpahan darah, September
1980. Waktu itu partai-partai politik yang berkuasa telah dua
kali mengabaikan peringatannya supaya membereskan perekonomian
negara dan mengakhiri pertikaian yang sampai merenggut 5.000
jiwa. Jenderal Kenan Evren, 65 tahun, telah membubarkan semua
partai politik, melarang segala macam kritik terhadap
kebijaksanaannya, dan menutup sejumlah surat kabar. Terakhir,
awal Desember ini, harian Gurlaydin terkena pemberangusan.
Evren menjebloskan sekitar 30.000 orang yang dicurigai terlibat
terorisme, baik dari kelompok Dev Sol, organisasi eksrim
beraliran Marxisme-Leninisme, maupun dari yang ekstrim kanan.
Bersama juntanya (Dewan Keamanan Nasional yang terdiri dari
ketiga panglima angkatan perang dan kepala kepolisian), Evren
menyusun konstitusi baru sepanjang 139 pasal.
Konstitusi ini, yang diterima rakyat dalam referendum 7
November, meleukkan dasar-dasar baru bagi langkah kembali ke
arah demokrasi parlementer. Masa jabaun presiden dibatasi satu
kaii. Sedikitnya 40 orang dari 160 anggota parlemen diangkat
langsung oleh Dewan Keamanan Nasional. Sisanya dipilih oleh
Dewan di anura calon yang diajukan para gubernur dari 67
provinsi negeri itu. (Tapi pemerintah merencanakan pemilihan
umum tahun depan, jauh lebih cepat daripada yang banyak
diperkirakan orang).
Konstitusi itu juga meletakkan berbagai pembatasan atas
kehidupan politik dan kebebasan. Termasuk larangan baru terhadap
semua pemimpin partai politik yang dibubarkan September 1980
untuk ikut memilih atau melakukan kegiaun politik selama 10
tahun. Terkena langsung oleh peraturan ini antara lain Suleyman
Demirel dan Bulent Ecevit, keduanya bekas perdana menteri yang
juga pernah meringkuk dalam tahanan ketika Evren merebut
kekuasaan.
Evren dan Dewannya sungguh bertangan besi. Toh diperolehnya
kemenangan sebesar 92% dalam referendum itu. Di luar negeri,
citra para pemimpin di Ankara pernah dipertanyakan. Dewan Eropa
menuduh Turki melanggar hak asasi. Malahan Jenderal Evren
disejajarkan dengan pemimpin Polandia, Jenderal Jaruzelski.
Denmark dan Negeri Belanda, dengan dukungan kaum sosialis Eropa
Barat, berhasil mendesak OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan
Pembangunan) menunda kreditnya sebesar US$ 800 juga untuk Turki.
Mereka juga berhasil menghalangi kredit Masyarakat Ekonomi Eropa
sebesar US$ 600 juta sampai Turki kembali ke pemerintahan
demokrasi. Tapi itu dulu, sebelum referendum.
Hasil referndum itu suatu bukti bahwa kepercayaan tradisional
rakyat Turki kepada tenura mereka sebagai "bayangkari negara"
tidak luntur sejak Kemal Ataturk mengambil alih kekuasaan di
uhun 1923. Kudeta September 1980 adalah keempat kalinya tentara
mengambil alih kekuasaan--dan Jenderal Evren mengharapkan itu
yang terakhir. Yang lainnya pada 1960 dan 1971.
Garis Ataturk tampaknya dipertahankan di sana. Terbukti tentara
dalam dua tahun berkuasa bisa memenuhi janjinya. Penduduk kota
besar seperti Ankara, Istanbul dan sebagainya, sekarang sudah
berani keluar malam. Dulu, sebelum Evren merebut kekuasaan,
jalan di kota-kota besar menjadi tempat pertikaian partai
politik yang bersaing, sampai 20 orang mati sehari akibat
perbuatan teror.
Di bidang ekonomi, junta itu berhasil menekan inflasi dari 130%
dua uhun lalu menjadi 30% sekarang ini, dan masih terus turun
unpa merintangi kenaikan GNP (pendapatan kotor nasional). Tanpa
kredit OECD dan MEE. Para pengusaha dapat perangsang untuk
meningkatkan ekspor, dan pemerintah menggunakan pengaruhnya di
Timur Tengah untuk membuka jalan bagi para kontraktor Turki.
Tahun 1981, nilai kontrak yang diperoleh Turki di bagian dunia
itu mencapai US$ 4,8 milyar dan sampai Mei tahun ini meningkat
menjadi US$ 12 milyar.
Sektor kontraktor ini jadi sumber pendapatan luar negeri Turki
yang ketiga terbesar setelah ekspor dan penghasilan warga Turki
yang bekerja di luar negeri. Dengan 95% dari 45 juta penduduknya
beragama Islam, dan simpati Ankara pada perjuangan Arab melawan
Israel, Turki diduga akan mampu meningkatkan lagi pendapatan
sektor kontraktor dari Timur Tengah.
Buruh Turki terkenal sebagai tenaga kerja murah di Eropa Barat.
Kehadiran mereka (gastarbeter, kata orang Jerman Barat) dalam
resesi ekonomi sekarang sudah menimbulkan semacam ketegangan
diplomatik anura Ankara dan beberapa pemerinuh Eropa, khususnya
di Bonn.
Tenura Turki masih berada di Siprus sejak 1974 ketika mereka
menyerbu bagian utara pulau itu, menyusul perebuun kekuasaan di
sana yang didukung oleh Yunani. Yunani dan Turki adalah anggota
NATO. Tapi karena pemerintah Yunani yang sosialistis sekarang
berpikir akan meninjau kembali keanggotaannya dalam Pakta
Militer Atlantik Utara itu kepentingan Barat pada Turki jelas
makin besar.
TAHUN 1975, pemerintahan Suley man Demirel pernah menutup semua
pangkalan militer Amerika dinegerinya akibat embargo senjata
Amerika ke Turki yang menyerbu ke Siprus. Kini hubungan
Ankara-Washington mesra lagi dan keseluruhan 25 pangkalan
militer Amerika di Turki aktif kembali. Letak peu buminya,
pemegang kunci atas Selat Dardanella dan Bosphorus pintu utama
armada laut Soviet ke Timur Tengah, membuat Turki sangat
strategis bagi sistem pertahanan Barat. Hubungan Turki dengan
tetangganya di sebelah timur, Uni Soviet, tidak pula selalu
baik.
Beberapa juta orang Armenia yang hidup di balik perbatasan timur
itu dan di dalam Turki sendiri, menuntut sebagian dari wilayah
Turki. Mereka masih merepotkan pemerintah Ankara. Sudah puluhan
diplomat Turki di Eropa dan Amerika yang mati akibat tindakan
teror oleh orang Armenia ini.
Tapi tentu masalah Armenia jadi sirna setelah kemenangan mutlak
Kenan Evren. Dia merasa cukup kuat untuk memulai kunjungan
muhibah, antara lain ke Indonesia pekan ini. Kedatangannya
barangkali mengingatkan kembali persahabatan lebih dari 400
tahun lalu. Kerajaan Aceh konon pernah mengirim lada dalam
jumlah besar ke Turki untuk dibarter dengan meriam. Dan ketika
armada Aceh menyerang Portugis di Malaka tahun 1568, di antara
15.000 tentaranya, hampir 500 orang tenaga artileri Turki
membantu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini