SELAT Malaka bagi Jepang sungguh merupakan 'garis hidup'.
Sebagian besar minyak bumi yang diimpor Jepang diangkut melalui
selat yang sempit itu. Begitu juga tak sedikit kapal yang
membawa peti kemas berisi hasil industri Jepang melintas di
situ. Memang sebagian besar (80%) dari sekitar 5.000 kapal tiap
bulan yang melewati Selat Malaka, menurut Malacca Strait Council
(MSC), adalah kapal Jepang atau yang disewa pihak Jepang.
Tapi akhir-akhir ini berlayar di Selat Malaka tak begitu aman.
Setidaknya begitu kesan yang sering dilaporkan kalangan
pelayaran Jepang. Mereka menyampaikan keluhan pada Departemen
Perhubungan Jepang akan adanya perompak yang sangat berani di
selat itu menaiki geladak kapal mereka. Entah betul ada
perompak, entah khayal saja, sering cerita itu beredar di Tokyo,
seperti yang tercatat oleh wartawan TEMPO Seiichi Okawa.
Dari jurusan Timur Tengah ataupun Timur Jauh, kapal yang
memasuki Selat Malaka biasanya sangat mengurangi kecepatan
sampai 12 mil laut saja bila berada di Philip Channel, tak jauh
dari Pulau Batam dan Singapura. Jalur kapal laut di Phillip
Channel paling sempit (hanya 1 km), dan k?renanya di sini
nakhoda selalu memerintahkan semua awak berhati-hati, apalagi
waktu malam hari.
Alkisah, suatu malam dalam Mei tahun lalu, sebuah tanker Jepang
(60.00 dwt) datang dari Timur Tengah. Dalam keadaan pelan di
Phillip Channel, nakhoda bersama awaknya begitu sibuk hingga tak
menyadari sebuah speed-boat mendekatinya dari belakang. Dua
orang dari perahu cepat itu gampang menggait dengan tali dan
naik ke geladak tanker, setinggi 7-8 m saja dari perrnukaan
laut. Keduanya cuma bersenjata parang tapi sudah cukup menakuti
seorang awak kapal dalam kabin. Keduanya membawa lari radio,
tape recorder, pakaian dan selimut, kata Takashi Morikawa,
seorang eksekutif JSA (Japan Shipowners' Association).
Selain JSA, assosiasi pemilik kapal Jepang, juga JSU (serikat
sekerja pelaut Jepang) kemudian sering mengadu pada Departemen
Perhubungan Jepang. Semua ceritanya hampir sama, yaitu ada
speed-boat dengan perompak yang memanjat geladak ketika kapal
sedang berlayar pelan di Phillip Channel. Dan perompak hanya
bersenjata tajam, belum ada yang berpistol. Konon mereka mudah
saja memb awa lari barang-barang, bahkan cincin, dan kadang uang
tunai pun sempat mereka sikat.
Sejak Mei tahun lalu sedikitnya 20 kasus yang dilaporkan. Jumlah
perompak setiap kali menaiki geladak kapal, menurut laporan,
tidak melebihi lima. "Kami tidak bisa bikin apa-apa, kecuali
mengharapkan pengawasan oleh pihak Indonesia, Malaysia dan
Singapura," tutur seorang pejabat Departemen Perhubungan Jepang.
Tokyo konon sudah menyampaikan harapan semacam itu lewat saluran
diplornatik.
Tanpa putus asa, JSU melalui suatu medianya sudah memberikan
petunjuk bagaimana "mengawasi Selat Malaka." Bila berada di
Phillip Channel, tulisnya a.l., "perlu anda menerangi geladak
dengan lampu sorot. Jika ada perompak menaiki geladak,
semprotlah mereka dengan alat pemadam kebakaran atau pipa air
laut."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini