Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Naiknya Murid Politik Netanyahu

Naftali Bennett terpilih sebagai Perdana Menteri Israel dan menyingkirkan mentor politiknya, Benjamin Netanyahu. Menghadapi tantangan internal dari koalisi partai dengan berbagai motif dan ideologi.

19 Juni 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemimpin Partai Yamina, Naftali Bennett, menjadi Perdana Menteri Israel.

  • Memulai karier politik dalam naungan mentor yang jadi rival politiknya, Benjamin Netanyahu.

  • Menghadapi isu internal dalam koalisi yang berisi beragam partai dengan ideologi berbeda.

AKSI ribuan warga Israel berparade sambil melambaikan bendera mereka di Yerusalem Timur pada Selasa, 15 Juni lalu, menuai protes dari masyarakat Palestina. Kerumunan peserta pawai, yang sebagian besar adalah kelompok ultranasionalis Israel, itu berangkat dari Gerbang Damaskus, pintu utama yang sering dipakai warga Palestina memasuki kompleks Kota Tua Yerusalem, tempat Masjid Al-Aqsa berada. Sepanjang parade, warga Israel meneriakkan yel-yel "Yerusalem adalah milik kami" yang membuat warga Palestina meradang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pawai itu digelar untuk merayakan kemenangan Israel dalam Perang Enam Hari pada 1967 yang membuat mereka menguasai Yerusalem Timur. Warga Palestina menganggap parade itu sebagai provokasi. Apalagi para peserta pawai juga merusak sejumlah rumah dan toko milik warga Palestina serta meneriakkan ancaman untuk warga Arab. Pasukan Israel menjaga ketat jalur parade. Mereka melontarkan granat kejut serta peluru karet dan tajam untuk mengusir warga Palestina. Sebanyak 33 orang Palestina terluka dalam bentrokan itu dan 17 lainnya ditangkap polisi Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pawai kontroversial warga Israel di Yerusalem Timur itu berlangsung tiga hari setelah parlemen Israel atau Knesset meresmikan pemilihan politikus partai Yamina, Naftali Bennett, sebagai Perdana Menteri Israel yang baru. Pawai itu terang saja memicu ketegangan lagi setelah bulan lalu warga Palestina terlibat bentrokan dengan penduduk dan pasukan Israel di kompleks Masjid Al-Aqsa. "Ini adalah provokasi kepada warga kami serta serangan ke Yerusalem dan tempat suci kami," ucap Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, seperti dilaporkan Reuters.

Pawai itu digelar atas izin pemerintahan Bennett. Uniknya, peserta pawai malah menyebut Bennett sebagai pembohong. Ketegangan Israel dengan Palestina dan kritik sebagian peserta pawai terhadap Bennet itu menjadi tantangan besar bagi aliansi pemerintah baru Israel. Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid, seperti dilaporkan CNN, mengecam peserta pawai yang mengancam warga Arab. "Adanya kelompok ekstremis yang telah membuat citra Israel seperti penuh kebencian dan rasis itu sangat memalukan dan tidak bisa dimaafkan," kata Lapid.

Naftali Bennett adalah wajah baru pemerintahan Israel setelah negara itu mengalami kebuntuan politik dan empat pemilihan umum tanpa pemenang sejak 2019. Koalisi delapan partai penyokong Bennett berhasil menyingkirkan Benjamin Netanyahu, yang sudah menjabat perdana menteri selama 12 tahun. Dalam pemungutan suara di Knesset pada Ahad, 13 Juni lalu, Bennett terpilih sebagai perdana menteri ke-13 dengan dukungan 60 suara. Dia hanya unggul satu suara dari Netanyahu.

Politikus 49 tahun itu bersumpah bakal menyatukan kembali Israel, yang sudah terkoyak oleh ketegangan politik selama bertahun-tahun. Dalam pidato di Knesset, Bennett menyatakan bahwa pemerintahannya akan menjadi lebih demokratis dan berfokus pada reformasi domestik. Menurut dia, pemerintah akan melakukan apa pun sehingga tak ada lagi orang yang merasa khawatir. "Kita bukan musuh, kita adalah satu bangsa," tuturnya.

Karier politik Bennett berkembang pesat dalam 15 tahun terakhir. Sebelum terjun ke politik, anak pasangan imigran asal San Francisco, Amerika Serikat, itu pernah bergabung di unit pasukan khusus militer Israel selama enam tahun sejak 1990. Selesai berdinas di militer, dia melanjutkan kuliah dan meraih gelar sarjana hukum dari Hebrew University di Yerusalem.

Bennett juga membangun bisnis lewat perusahaan perangkat lunak Cyota dan Soluto yang menyediakan layanan pendukung teknologi berbasis komputasi awan. Ayah empat anak itu menjadi miliarder setelah menjual Cyota ke perusahaan keamanan siber Amerika Serikat, RSA Security, senilai US$ 145 juta pada 2005. Kekayaannya bertambah setelah menjual Soluto ke perusahaan asuransi teknologi Amerika, Asurion, dengan harga lebih dari US$ 100 juta.

Kiprah politik Bennett sebenarnya sangat dipengaruhi oleh Netanyahu. Dia dulu menjadi anak buah Netanyahu di partai Likud. Ketika Netanyahu menjadi perdana menteri, karier Bennett pun ikut terkerek.

Hubungan Bennett dan Netanyahu memburuk ketika permintaannya menjadi menteri pertahanan ditolak Netanyahu pada 2018. Sejak saat itu, Bennett membangun kekuatan politik sendiri dan membentuk partai Yamina. Pada pemilihan umum parlemen pada Maret lalu, Yamina mendapatkan tujuh kursi dan Bennett berkongsi dengan koalisi partai oposisi untuk menyingkirkan Netanyahu.

Ini koalisi partai pemerintah yang paling beragam dalam sejarah politik negeri itu. Koalisi itu bahkan untuk pertama kalinya juga diperkuat partai Arab Bersatu alias Ra'am. Koalisi yang dipimpin Yair Lapid dari partai Yesh Atid itu juga berisi partai Harapan Baru, Partai Buruh, partai Meretz, Kahol Lavan, dan Yisrael Beiteinu.

Kerja sama Lapid dan Bennett unik. Mereka sebenarnya memiliki ideologi politik berseberangan, terutama soal konflik Israel-Palestina. Lapid cenderung mendukung solusi dua negara tapi menolak pembagian wilayah Yerusalem, kota yang juga dianggap warga Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

Pemimpin partai United Arab List Mansour Abbas (kanan), pemimpin partai Yamina Naftali Bennett dan pemimpin partai Yesh Atid Yair Lapid (kiri), di Ramat Gan, Tel Aviv, Israel 2 Juni 2021. nited Arab List Raam/Handout via REUTERS

Partai Yamina, yang dipimpin Bennett, masuk golongan ultranasionalis. Bennett bahkan menyebut ideologi politiknya "jauh lebih kanan" dibanding Netanyahu. Dia mendukung pendudukan Israel di Palestina dan menentang keras pembentukan negara Palestina. Menurut dia, mendukung pembentukan negara Palestina sama saja membuat Israel "bunuh diri". Bennett juga pendukung aneksasi wilayah Tepi Barat.

Bennett akan menjabat perdana menteri selama dua tahun dan kemudian menyerahkan posisinya ke Yair Lapid. Pergiliran ini menjadi kesepakatan yang dibuat koalisi, meskipun partai Lapid memiliki suara terbesar di koalisi.

Palestina menyambut dingin naiknya Bennett dan perubahan pemerintahan Israel. Banyak warga Palestina justru cemas atas masa depan negerinya. Apalagi Bennett ditengarai tetap mengejar agenda politik yang sama dengan Netanyahu soal isu Palestina. Situasi ini jelas bakal menjadi sinyal buruk bagi warga Palestina, terutama di Jalur Gaza, yang sudah diblokade Israel sejak 2007.

Kelompok Hamas di Jalur Gaza menyatakan bakal melawan upaya Israel menguasai wilayah itu. Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan perubahan apa pun di pemerintahan Israel tak bisa diandalkan. "Mereka sudah bersepakat membuat kebijakan untuk membunuh warga Palestina dan mengambil hak-hak orang Palestina," kata Abu Zuhri, seperti dilaporkan Al Jazeera.

Otoritas Palestina pun memutuskan untuk menjaga jarak dengan Israel. Otoritas menyatakan terpilihnya Bennett adalah urusan internal Israel. "Posisi kami sejak awal sudah jelas. Kami ingin negara Palestina sesuai dengan peta perbatasan 1967 dan Yerusalem menjadi ibu kotanya," ucap Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Bennett juga menghadapi tantangan internal. Koalisinya terbentuk hanya berkat kesamaan ambisi untuk menyingkirkan Netanyahu. Di luar itu, setiap partai punya motif berbeda-beda. Pemimpin partai Ra'am, Mansour Abbas, bahkan sudah menyatakan akan memperjuangkan klaim untuk merebut kembali tanah yang dirampas dari warga Arab Israel.

Kesepakatan yang diteken Ra'am dan Yesh Atid meliputi pengakuan atas tiga kelompok warga Badui di selatan Israel dan menghentikan upaya pembongkaran bangunan penduduk setidaknya hingga akhir 2024. Dalam pidatonya di Knesset, Abbas menekankan bahwa partainya akan mencari jalan menangani kasus kejahatan yang menimpa warga Israel keturunan Arab. Kejahatan terorganisasi terhadap warga Arab itu telah mengancam kehidupan mereka di Israel. "Kami sudah bersabar cukup lama. Kami harus menyelesaikannya masalah ini," ujar Abbas, seperti dilaporkan Time of Israel.

GABRIEL WAHYU TITIYOGA (CNN, JERUSALEM POST, HAARETZ, AL JAZEERA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Gabriel Wahyu Titiyoga

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus