Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Silat lidah setelah "sakhalin"

Tuduh menuduh antara as dan soviet atas penembakan pesawat penumpang boeing-747 korean air lines oleh soviet. ogarkov menuduh pesawat tersebut sebagai mata-mata. (ln)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG sejarah kepresidenan Amerika Serikat, belum pernah kata-kata keras dihamburkan demikian borosnya, seperti dalam dua pekan terakhir ini. Begitu meninggalkan ranch-nya di Kalifornia untuk balik ke Washington, sehari setelah penembakan B-747 KAL itu, Presiden Ronald Reagan langsung mengucapkan "barbarisme." Dari seberang sana datang jawaban yang tak kalah serunya. Kremlin mengangkat kembali sejumlah istilah baku dari kamus diplomatiknya yang belum berubah: "provokasi, kampanye anti-Soviet, mata-mata... Insiden Sakhalin, tampaknya, mengembalikan sosok lebih jelas politik luar negeri Presiden Reagan sejak ia menjejakkan kaki di Gedung Putih. Ada faktor kebetulan yang menarik. Setelah ia dilantik menjadi presiden, Januari 1981, kepala negara asing pertama yang diterimanya sebagai tamu resmi ialah Chun Doo-hwan, Presiden Republik Korea Selatan. Kini, pesawat sipil negeri sekutu itulah yang dijadikan bulan-bulanan oleh peluru Mig-23 Soviet (lihat: Korea). Bagaimana Reagan tak berang. Sejak semula kebijaksanaan luar negeri Reagan cenderung memilih pendekatan anti-Soviet. Tampil dengan tekad agar "Amerika unggul lagi", di bawah dia terbayang citra Amerika Serikat 1950-an, bau "perang dingin", dan semangat "Amerika terbaik." Dalam kasus terakhir, Soviet memang agak gelagapan menjawab AS. Pengakuan resmi baru diumumkan Jumat 9 September, lebih dari seminggu setelah peristiwa. Esok harinya tv Moskow menampilkan seseorang yang disebut sebagai "penerbang yang menembak B-747 KAL" itu. Lelaki, yang tidak jelas nama dan identitasnya itu, konon, diwawancarai di salah satu pangkalan di Pulau Sakhalin. Lelaki itu berusia sekitar 40-an. Rambutnya kusut dan kelabu. Air mukanya keras, suaranya sedikit serak. "Saya menerima perintah yang jelas dan tegas untuk menembak jatuh pesawat itu," katanya. Ia yakin sedang berhadapan dengan "pesawat musuh." Ia, menurut pengakuannya, sudah mengepak-ngepakkan sayap pesawatnya di depan B-747 KAL itu, dan siap menuntun pesawat asing itu mendarat. Tapi B-747 itu "terus saja terbang tanpa mengubah ketinggiannya," katanya. Saat itulah rupanya datang perintah menembak. Pilot lain yang diwawancarai Alexander Tikhomirov, wartawan tv Soviet itu, merasa yakin pesawat asing itu melakukan kegiatan mata-mata. Atau "membawa bom, yang bisa saja dijatuhkan di atas rumah kami," ujarnya. Mereka mengaku menembakkan empat peluru penjejak di depan hidung B-747 itu. Mereka yakin isyarat mereka kelihatan, sebab mereka melihat, pesawat itu berawak banyak. Tuduhan mata-mata, seperti dalam banyak kasus, memang sulit dibuktikan. Menurut beberapa spesialis AS dan NATO, pemotretan spionase dengan menggunakan pesawat terbang sudah bukan zamannya lagi. Satelit bekerja lebih ampuh. Dari ketinggian 162 km lebih, konon, satelit bisa memotret geladak kapal Soviet sampai ke besi-besi palangnya. Dalam pemotretan satelit yang lain, seorang penduduk di sebuah kota Rusia Utara kelihatan sedang membaca koran. Logo koran itu, Pravda, jelas terlihat "Semua hal mengenai mereka kami ketahui," ujar ahli tadi. Karena itu, di mata mereka, Marsekal Ogarkov yang tetap menuduh pesawat B747 itu melakukan kegiatan mata-mata, dinilainya naif dan tidak mengikuti perkembangan inteligen elektronik. Tapi para ahli itu juga mengaku, RC-135 dan beberapa pesawat AS lain memang kerap mengembara di sekitar perbatasan Soviet. Bukan untuk memotret, melainkan melakukan monitoring elektronik terhadap uji coba peluru kendali Soviet di Laut Okhotsk, antara Kamchatka dan daratan Siberia. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kesetiaan Soviet terhadap perjanjian persenjataan AS-US. Sebaliknya, Soviet juga rajin memonitor tes peluru kendali Amerika di Samudra Pasifik. Kecurigaan Marsekal Ogarkov, di mata para pengamat Amerika, memperlihatkan betapa pentingnya instalasi Timur Jauh bagi Angkatan Bersenjata Soviet. Sejumlah kapal selam nuklir dari Armada Pasifik Soviet kini memang berlabuh di Sovetskaya Gavan, di bagian barat Sakhalin. Lebih dari dua ribu pesawat terbang Soviet dari berbagai jenis bertebaran di kawasan ini. Namun, saling tuduh antara kedua negara besar itu tampaknya tak lebih dari sekadar bersilat kata. Tak terbayang sanksi drastis yang bakal jatuh. Menurut William Safire, kolumnis surat kabar The New York Times, hari-hari ini "Reagan bicara lebih galak daripada Theodore Roosevelt, tapi bertindak lebih cuak ketimbang Jimmy Carter." Presiden AS itu mengimbau pembatasan hubungan diplomatik dengan Soviet, sementara ia sendiri agak kagok membuka urus. Reagan rupanya tidak ingin mengulangi kasus Polandia, ketika ia menjatuhkan sejumlah sanksi, dan tidak diikuti oleh negara lain yang terbilang sekutu. Ia, misalnya, tidak akan berani melakukan embargo penjualan gandum kepada Soviet. Langkah itu pasti membangkitkan amarah petani Amerika, yang menganggap "ekspor sesuatu yang suci". Paling tidak 25 juta metrik ton gandum Amerika mengalir ke Soviet setiap tahun. Tambahan pula, kasus pipa gas alam Siberia membangkitkan kritik Eropa Barat yang tidak sedikit ke alamat Reagan. Dalam sejarah hubungan AS-US sejak 1950-an, memang tersirat benang merah yang selalu menyalakan harapan. Seburuk-buruknya hubungan kedua negara, jalur kontak antara para pemimpin tetap terpelihara. Sekarang belum ketahuan sampai di mana jalur itu masih bermanfaat. Soalnya, Andropov belum angkat bicara. Karena itu pula, pertemuan Reagan-Andropov yang tadinya diharapkan berlangsung akhir tahun ini, atau pertengahan tahun depan, belum bisa dibayangkan sekarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus