Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Antara etik dan kepentingan umum

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAWARAN O.C. Kaligis, yang akan memberi bantuan hukum cuma-cuma bagi pelanggan telepon yang merasa dirugikan Perumtel, selain mendapat sambutan juga mengundang protes. Pengacara pihak Perumtel, Minang Warman, menganggap pengumuman melalui rubrik "kontak pembaca" di koran-koran ibukota itu melanggar kode etik. "Pengacara, menurut etik, dilarang mengajak orang untuk berperkara," ujarnya. Rekan Minang, Hotma Sitompul, malahan secara resmi mengadukan tingkah laku Kaligis itu ke Dewan Kehormatan Peradin Jakarta Raya. Dalam suratnya yang disampaikannya akhir Mei lalu, Hotma menuduh pengacara pihak lawannya itu selain melanggar etik, juga telah memuat tuduhan yang bernada penghinaan terhadap kliennya, Perumtel. Surat Kaligis yang dimuat di rubrik "kontak pembaca" Sinar Harapan, 29 Maret dan Kompas, 2 Mei itu memuat keluhan Kaligis tentang melonjaknya rekening telepon rumah pribadinya. Ia juga seperti keluhan banyak pembaca lainnya (menduga kenaikan rekening) pesawat teleponnya akibat penyelewengan oknum Perumtel. Lewat surat itu ia mengimbau para pelanggan telepon: "Kami selaku pengacara akan membantu Saudara-saudara tanpa bayar, menggugat kantor telepon ke pengadilan, minta ganti rugi atas penyelewengan kantor telepon". Undangan Kaligis itu bak gayung bersambut. Pengaduan para pelanggan yang mendapat saluran baru, melalui jalan hukum, membanjiri kantornya. Secara resmi Juni lalu ia mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, mewakili beberapa orang pengadu. "Kasus ini menarik dan merupakan yang pertama kali masuk ke pengadilan," ujar Hakim Bambang Suparyo, salah seorang anggota majelis yang akan menangani perkara itu. Bambang memperkirakan kasus itu sudah bisa diperiksa bulan depan. Dalam gugatannya, Kaligis menguraikan keluhan para pengadu dan keanehan yang dialami kliennya. Tapi, yang menarik, ia tidak menuntut suatu ganti rugi sebagaimana lazimnya sebuah gugatan perdata. Ia hanya meminta Perumtel dinyatakan: melakukan perbuatan melawan hukum, mencabut kembali pemblokiran telepon kliennya, dan membatalkan penagihan yang tidak masuk akal. "Saya tidak menuntut ganti rugi, agar gugatan itu benar-benar murni dan tidak komersial," ujar Kaligis. Baik Minang maupun Hotma belum bersedia menanggapi gugatan Kaligis dengan alasan belum mendapat secara resmi tembusan gugatan itu. Tapi, "pada dasarnya, pelanggan telepon bisa menggugat ke pengadilan bila merasa dirugikan Perumtel. Hanya saja apakah gugatan semacam itu akan diterima oleh pengadilan atau tidak, itu soal lain," ujar Minang. Minang dan rekannya akan meminta pada hakim agar gugatan itu ditolak pengadilan dari awal persidangan. Sebab, pihak konsumen dan pihak Perumtel, katanya, sudah terikat pada kontrak yang ditandatangani kedua pihak sebelum mendapat sambungan telepon. Pasal 9 dalam kontrak itu berisi ketentuan: kedua pihak sepakat untuk tidak membawa perselisihan dalam pelaksanaan kontrak itu ke badan peradilan mana pun, dan semua soal akan diselesaikan sesuai dengan peraturan Perumtel. "Jadi, untuk semua perselisihan, sebetulnya sudah disepakati jalan keluarnya," ujar Minang. Namun, perdebatan soal kontrak itu bisa diramalkan akan menjadi ramai. "Sebab, kontrak atau perjanjian semacam itu bisa diminta pembatalannya," ujar direktur LBH Mulya Lubis. Dia menyatakan mendukung sepenuhnya ide Kaligis untuk menggugat Perumtel. Menurut Mulya, kontrak antara Perumtel dan pelanggan itu selain sepihak juga tidak memenuhi syarat obyektif sebuah perjanjian, yaitu: obyek yang jelas dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Direktur LBH yang juga dosen FHUI itu ikut mendukung sepenuhnya cara Kaligis memasang pengumuman di koran-koran "Itu tidak bertentangan dengan kode etik karena merupakan pelaksanaan dari fungsi sosial para advokat," katanya. Di negara maju, kata Mulya, cara-cara semacam itu sudal lazim dilakukan pengacara, bahkan melalu media televisi. "Kalau di sini ada kode etik yang melarang, larangan itu harus dihapuskan, karena bukan kepentingan umum yang harus dikorbankan," katanya. Ketua DPP Peradin, Adnan Buyung Nasution, juga dengan tegas membela tindakan Kaligis. "Tidak ada yang bisa dibatasi oleh etik atau tindakan itu demi kepentingan umum, membela rakyat banyak, atau membongkar penyelewengan," ujar Buyung. Membuat pengumuman di koran, memasang advertensi atau sebangsanya, menurut Buyung, baru "tabu" jika dimaksudkan untuk mendapatkan honorarium dari klien "Dalam kasus itu, Kaligis progresif dan kita membutuhkan pengacara-pengacara seperti itu," ujarnya. Buyung juga bisa menerima pengumuman Kaligis yang mengajak orang untuk berperkara ke pengadilan. "Ini soal negara berkembang, khususnya negara kita. Banyak anggota masyarakat yang tidak tahu hak-haknya sehingga perlu diingatkan," ujar Buyung. Tindakan Kaligis dianggap Buyung masih dalam batas-batas mengingatkan warga masyarakat untuk memperjuangkan hak haknya melalui saluran hukum. Minang Warman, bekas wakil direktur LBH Jakarta, tidak sependapat. "Kepentingan umum itu tergantung dari visi kita masing-masing. Mungkin ada yang menganggap perkara pulsa telepon itu kepentingan umum, tapi pasti ada yang menganggap tidak. Sebab, mereka yang merasa dirugika itu hanya sebagian kecil dari konsumen, ujar Minang. Ia tetap berpendapat, perbuatan Kaligis membuat pengumuman di koran-koran melanggar kode etik. "Jika tindakan itu harus dibenarkan, kode etiknya dulu yang harus diubah," ujar Minang yang sekarang mendirikan kantor pengacara sendiri bersama sejumlah rekannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus