Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Sison, sebuah siasat ?

Jose maria sison, 47, tokoh komunis (ccp) akan membuat partai baru, partai rakyat. partai komunis filipina (dari pkp sampai ccp/npa) mengalami bbrp salah langkah. mereka bertekad filipina jadi komunis.(ln)

30 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA dilahirkan dengan nama Jose Maria "Joma" Sison, 47 tahun lalu. Presiden Marcos pernah menjebloskannya ke penjara terpencil selama enam tahun, sebelum mahkamah agung bermurah hati memindahkannya ke penjara umum. Namun, ketika Presiden Cory Aquino membebaskannya, Sison enggan kembali ke hutan. Bahkan akhir bulan ini, penyair dan bekas wartawan berkaca mata ini bermaksud meresmikan partai baru, Partai Rakyat (Partido ng Bayan). Dengan partai itu, Sison akan mengadu nasib pada pemilihan umum yang, menurut perkiraannya sendiri, dilangsungkan tahun depan. Kata Sison, Partai Rakyat bukanlah "lawan ataupun saingan maupun perpanjangan tangan Partai Komunis Filipina (CCP)." Kata-kata bersayap, agaknya. Orang tak mudah melupakan bahwa Sison itu pernah menjadi Ketua CCP (Communist Party of the Philippines). Karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak pengamat menganggap partai baru bikinan Sison itu sebagai wajah baru gerakan komunis menghadapi pemerintahan Cory. Melalui Partai Rakyat, Sison berharap dapat merekrut sepuluh ribu anggota terdaftar. Sementara itu, dua juta simpatisan aliansi kiri Bayan dikabarkan siap menyodorkan dukungan mereka. Menurut Alan Jazmines, bekas tahanan politik yang diangkat sebagai sekjen, partai baru ini bercita-cita melaksanakan program land reform atas dasar pemilikan negara. Selain itu, mereka berkeinginan menghapus pangkalan-pangkalan militer Amerika di peta Filipina. Suara ini memang mirip suara partai komunis yang mencoba merangkul angin semangat nasionalis. Tokoh-tokoh utama partai itu memang bukan orang asing. Sison memasang nama Horacio "Boy" Morales, bekas ketua Front Demokratik Nasional (NDF) sayap politik CCP. Selain itu masih ada nama Crispin Beitran, ketua federasi buruh berhaluan kiri, Kilusang Mayo Uno dan Bernabe Buscayno, alias Komandan Dante, komandan Tentara Rakyat Baru (NPA), sayap militer CCP. Tapi mengapa partai baru? Aksi boikot pemilihan presiden, Februari lalu, yang dilakukan oleh NDF, ternyata merupakan kartu mati bagi mereka sendiri. Pemilihan presiden itu ternyata tidak cuma proses legitimasi politik bagi kekuasaan Marcos. Tumbangnya Marcos dan naiknya Cory yang didukung oleh rakyat dan militer segera membuyarkan penghitungan mereka. Selain itu, mereka pun kehilangan pendukung. Tidak cuma sekali ini partai komunis "salah langkah", sejak Crisanto Evangelista mendirikan Partido Komunista ng Pilipinas (PKP), 1938. Hingga tahun 1968, PKP boleh dikata sebagai satu-satunya partai radikal di sana. Pada masa Perang Dunia II, sayap militer PKP, Tentara Rakyat melawan Jepang (Hukbo ng Bayan Laban sa Hapon, disingkat Hukbalahap), ikut melancarkan serangan ke kubu-kubu Jepang. Seusai perang, tak urung PKP dan Hukbalahap mendapat sambutan rakyat. Mereka juga mendirikan partai politik, Aliansi Demokratik, yang memenangkan enam kursi kongres pada Pemilu 1946. Namun, mereka tidak diperkenankan mengisi kursi rakyat itu, dengan tuduhan melakukan kecurangan. Dalam pada itu, pada tahun yang sama, sayap militer PKP diorganisasikan ke dalam Tentara Pembebasan Rakyat (Hukbong Mapaglaya ng Bayan, HMB). Arah perjuangan mereka tidak lagi mengusir penjajah, melainkan melawan pemerintah nasional. Sampai sejauh itu kekuatan mereka, ditambah dukungan rakyat, cukup mengkhawatirkan penguasa. Apalagi Angkatan Bersenjata Filipina (ABF), saat itu, diliputi awan demoralisasi dan ketidakdisiplinan di kalangan para anggotanya. Di tahun 1950, Jose Lava, sebagai Sekjen PKP, mengungkapkan kepada seluruh anggota PKP bahwa partai harus merancang perebutan kekuasaan lebih dini. Maka, beberapa garis partai pun diselaraskan. Antara lain dengan memperkuat kekuatan mereka melalui program ekspansi geometris: setiap anggota PKP maupun HMB harus merekrut tiga anggota baru setiap tiga bulan. Namun, program untuk membikin PKP beranggotakan 50 ribu orang (dan HMB berkekuatan 172 ribu) dalam dua tahun ternyata menjadi bumerang, karena partai akhirnya disusupi orang-orang pemerintah. Cita-cita PKP dan HMB keburu punah dengan ditangkapnya pucuk pimpinan mereka Oktober 1950. Sementara itu, Manila meminta bantuan Amerika untuk menumpas aktivitas komunis lainnya. Tidak mengherankan jika memasuki tahun 1954 HMB kehilangan gigi dan terlebih lagi mereka kehilangan dukungan rakyat. Karena itu, Dr. Jesus Lava, yang menggantikan abangnya sebagai Sekjen PKP lantas saja mengubah strategi menjadi perjuangan melalui lembaga parlementer. Namun, berdasarkan UU Anti-Subversi 1957, partai komunis dan ormas-ormasnya dianggap barang terlarang. Maka, Lava terpaksa membubarkan semua rencananya. Bahkan ia menelanjangi partainya sendiri. Berdasarkan instruksinya, para anggota partai diminta bertindak sendiri. Memasuki tahun 1960-an PKP pun boleh dibilang terkubur, kecuali beberapa kelompok pembelot yang akhirnya malah menjadikan diri mereka sebagai bandit. Di antaranya adalah Gang Sumolong, yang dipimpin Komandan Sumolong. Mereka punya usaha di bidang perjudian dan pelacuran -- tak jauh dari pangkalan angkatan udara Amerika Clark. Kemudian lahirlah CPP. Kehadiran partai komunis ini tak bisa dilepaskn dari peranan Sison. Pada sebuah pertemuan Sentral Komite Sementara PKP, April 1967, ia dipecat. Pemecatan ini sebenarnya bermula dari rancangan sejarah PKP dan petunjuk kebijaksanaan partai di masa depan yang dipersiapkan, yang dalam banyak hal mengecam Lava bersaudara. Dari sini ia kemudian mendirikan politbiro tandingan sementara. Barulah pada Desember 1968 ia mendirikan CPP bersama sepuluh revolusioner muda lainnya di Provinsi Pangasinan. Pertemuan itu disebutnya sebagai Congress of Reestablishment. Di sana ia menganggap bahwa PKP dibubarkan sendiri pada tahun 1957. Karena itu, ia merasa perlu mengikuti pemikiran Mao, kekuasaan didapat dengan jalan mengangkat senjata, dan partailah yang mengendalikan senjata-senjata tersebut. Karena itu, CPP pun mengandalkan perjuangan bersenjata sebagai cara untuk mencapai tujuan mereka: pembebasan nasional dan sosial. Sebagai kritik terhadap orang komunis sebelumnya, mereka anggap PKP gagal menggabungkan perjuangan politik dan perjuangan bersenjata, terlalu memusatkan kekuatan di sekitar Manila saja dan Luzon Tengah dan Luzon Selatan, dan mengabaikan basis-basis massa pedesaan. Sikap mengkonsentrasikan tersebut ternyata erat kaitannya dengan penolakan Jose Lava meninggalkan jabatannya sebagai analis ekonomi di Bank Nasional Filipina. Sebenarnya, pada awalnya, CPP menghadapi masalah utama. Strategi yang mereka inginkan adalah strategi revolusi yang berdasarkan pada masyarakat petani. Tapi mereka tidak punya basis petani. Mereka sendiri kebanyakan adalah mahasiswa maupun kelompok profesional yang berasal dari masyarakat perkotaan. Namun, akhirnya mereka bisa mendapatkan dukungan dari kelompok gerilyawan di bawah pimpinan Komandan Dante. Kelompok sempalan ini sebenarnya mencari kelompok politik tempat mereka berlindung. Keinginan itu bertemu dengan cita-cita Sison alias Guerrero buat membentuk kekuatan bersenjata. Berdirilah Tentara Rakyat Baru (NPA) Maret 1969. Dengan modal 100 pengikut, CPP membentuk NPA juga sebagai kekuatan propaganda, selain sebagai kekuatan bedil. Gagasan pembentukan NPA ini jelas diilhami oleh pembentukan Tentara Pembebasan Rakyat bentukan Mao. Namun, pada tahun 1974, seiring dengan tekanan pemerintah berdasarkan UU Darurat Guerrero mencoba memformulasikan kembali kekuatan bersenjatanya melalui Specific Characteristic of our People's War. Baginya, tidak mungkin bertolak dari satu kawasan yang bebas seperti yang dilakukan oleh Mao di Yenan tatkala masih bergerilya. Karena itu, setiap satuan NPA diberi otonomi dan diminta mengembangkan inisiatif sendiri. Partai sendiri membatasi peranannya hanya sebagai penentu garis. Atau dalam istilah Guerrero, diusahakanlah kombinasi antara "kepemimpinan yang terpusat dan desentralisasi operasi." Mereka mendirikan basis-basis di desa. Di setiap desa mereka membentuk kelompok sektoral, yang nantinya jadi pusat propaganda. Kelompok-kelompok inilah nantinya dibina hingga menjadi cabang CPP dan di sini dibentuk pemerintah bayangan. Dari setiap cabang dibentuklah milisi-milisi. Ketika milisi-milisi itu terwujud, NPA akan menggunakan teror sebagai langkah untuk mencegah adanya pembelotan anggotanya atau penyusupan dari kekuatan pemerintah. Setiap satuan NPA mempunyai sparrow squad, yang bertugas membunuh pejabat pemerintah. Walau demikian, tugas penting mereka lainnya adalah mengeksekusi penduduk desa yang dianggap "kontrarevolusioner". Strategi ini tampaknya cukup berhasil. Kekuatan mereka bertambah dari tahun ke tahun, kendati para pimpinan mereka diringkus. Menurut taksiran intel Amerika, laju pertambahan kekuatan mereka berkisar pada angka 20% setahun. Awal bulan lalu, Menteri Pertahanan Enrile mengatakan, kekuatan mereka sekarang diperkirakan 17 ribu orang -- 12-15 ribu di antaranya dipersenjatai, dengan daerah operasi meliputi 62 dari 72 provinsi. Menurut Sison, NPA sedikitnya menguasai 20% wilayah negeri. Sejauh ini CPP masih merahasiakan siapa pucuk pimpinan tertinggi mereka yang menggantikan Sison. Pihak pemerintah sendiri menduga jabatan ketua dipegang oleh Rodolfo Salas, sedangkan Rafael Baylosis bertindak sebagai sekjennya. Adapun struktur organisasi mereka diperkirakan tidak mengalami perubahan. Di tingkat tertinggi terdapat politbiro yang beranggotakan lima orang. Kemudian diikuti komite sentral yang membawahkan empat komite nasional (militer, organisasi, propaganda, dan front persatuan), serta 16 komite regional dan 60 front operasi. Di sisi lain, sebagai upaya menggoyahkan kestabilan pemerintah, mereka memakai jalur Front Demokratik Nasional, yakni aliansi beberapa ormas yang berafiliasi kepada CPP, yang didirikan April 1973. Kabarnya, mereka sekarang beranggotakan 50 ribu orang -- belum termasuk satu juta simpatisan. Salah satu faktor yang mempercepat laju pertumbuhan kekuatan kaum komunis ini terletak pada tekanan yang dilakukan oleh rezim Marcos -- ditambah lagi dengan desakan ekonomi. Apalagi dengan hadirnya kelompok radikal Katolik di belakang mereka, seperti yang ditunjukkan oleh Pastor Conraldo Balweg sebelum ia membelot. Petani kecil memang tidak punya banyak alternatif. "Di manakah tentara ketika kami membutuhkan mereka," kata Agustine Yamit, 50, kepala desa di salah satu provinsi diPulau Mindanao. Ia sendiri menyaksikan bagaimana kepala desa sebelumnya dibunuh tentara lantaran dicurigai sebagai anggota NPA. Dan belum lagi upacara penguburan usai, satuan-satuan tentara lainnya mendarat dengan helikopter sambil menembaki hadirin. "Sejak saat itu, desa ini tak pernah lagi tenteram," kata Yamit sendu. Sementara itu, penderitaan rakyat sendiri sebenarnya makin bertambah dengan kehadiran komunis di antara mereka. "Tadinya mereka cuma memungut pajak 2 peso per minggu. Tapi sekarang mereka mengharuskan kami membayar 10 peso. Dari mana kami harus membayarnya? Tiga tahun terakhir ini harga kopra semakin turun," keluh seorang petani kopra berulang kali. Tampaknya tak terhindarkan: kalaupun para petani terpaksa berpaham komunis, sebenarnya mereka hanya menyalurkan perasaan tidak senang mereka terhadap penguasa. Lalu bagaimana setelah Marcos tumbang dan digantikan dengan Cory? Pilihan tak beralih: Filipina tetap harus jadi komunis. Kesediaan pihak komunis duduk di meja perundingan dengan pemerintah awal Agustus ini agaknya karena itu belum berarti perdamaian buat CPP sendiri. Tawaran gencatan senjata mulai bulan depan saat Cory mengadakan muhibah ke Amerika -- barangkali merupakan saat-saat untuk "menarik napas", sementara memikirkan siasat baru. Jalan masih panjang. Revolusi Februari yang menumbangkan Marcos, seperti kata Sison, tidak berarti adanya "perubahan radikal dari masyarakat semifeodal dan semikolonial." Karena itu, kiranya belum perlu meletakkan senjata. Tapi sampai kapan? Tidak adanya negara tetangga yang mendukung perjuangan mereka, serta jauhnya mereka dari Beijing, bagaimanapun suatu hambatan. Sementara itu, kehadiran kelompok-kelompok antikomunis lainnya, seperti Partai Sosialis Demokratik Bersatu (Nagkakaisang Partido Demokratiko-Sosyalista ng Pilipinas, Soc-Dem) barangkali merupakan faktor berikutnya yang harus diperhitungkan oleh CPP. Mereka pun punya organisasi militer, Sandigan. Menghadapi tahun 1980, partai ini memang pecah menjadi Gerakan Pembebasan 6 April dan Partai Sosialis Kristen Filipina. Kelompok pertama saja yang mempertahankan kekuatan gerilya kota. Bagaimanapun, pilihan-pilihan selain jalan CPP masih tetap akan bisa muncul. Siapa tahu Cory akan punya waktu untuk mengatasi semua itu, dan siapa tahu Slson dan yang lain-lain akhirnya hanya siasat yang tak laku. James R. Laplan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus