SUASANA di halaman tempat tinggal Marcos, di 5577 Kalanianaole Highway, Honolulu, di Hawaii Sabtu siang pekan lalu mirip sebuah pesta besar. Ratusan orang Filipina yang tinggal di AS dan Kanada tampak hadir dengan pakaian warna-warni. Sebagian bernyanyi diiringi petikan gitar, sebagian lagi menari berkelompok. Tepat pukul 11 siang, Ferdinand Edralin Marcos, 69 muncul di tengah kerumunan. Dia mengenakan baju Hawaii dengan warna mencolok, yang ditutup jas hitam. Di sampingnya tampak berdiri, Imelda Romualdez Marcos, bergaun merah yang ditutup jas biru tua. "Saya benar-benar terharu, sampai-sampai tak punya persiapan makanan untuk mereka semua ini," kata Imelda dengan mata berkaca-kaca. Scorang wanita bernama Rolly Atiga, berdiri di hadapan kedua pasangan itu. Dengan suara lantang ia membacakan sebuah resolusi. Isinya, "Kami menyokong Yang Mulia Ferdinand E. Marcos sebagai presiden Filipina. Kami pun menganjurkan agar dia kembali ke Filipina untuk menumpas komunisme, mempertahankan pangkalan AS di Filipina, mengembalikan demokrasi, serta menahan gelombang anti AS." Setelah tepuk tangan riuh mereda, Marcos pun angkat bicara, "Kami merasa kaget dengan ini semua." Wajahnya cerah dan berseri-seri. "Saya masih berharap, AS akan mencegah jatuhnya negara Filipina ke tangan komunis," ujarnya berapi-api. Tampaknya, inilah pesta besar menyambut hari ulang tahun Marcos 11 September mendatang, yang didukung oleh kelompok pendukung Marcos di AS dan Kanada, yang tergabung dalam "Gerakan bagi Pemulihan Demokrasi di Filipina". Menurut kabar angin, Marcos dan Imelda yang membiayai pesta itu -- termasuk mendatangkan beberapa ratus tamu itu untuk menunjukkan pada dunia bahwa bekas presiden Filipina itu masih kuat, dan mempunyai banyak pendukung. Waktu muncul pekan lalu itu kesehatan Marcos tampak baik. Padahal, tiga hari sebelumnya dia baru saja menjalani operasi katarak pada mata kanannya. Operasi yang berlangsung selama 40 menit di Klinik The Rehabilitation Hospital Pacific di Honolulu itu berjalan lancar. Kini sehari-hari, bekas presiden Filipina bersama istrinya itu cukup sibuk. Marcos bangun pagi pukul 05.30 pagi. Setelah berolah raga senam, ia menyantap makanan pagi ala Filipina, yang -- untuk masyarakat Filipina umumnya -- terdiri dari secangkir kopi atau cokelat, nasi goreng ditambah telur mata sapi dan sepotong ikan asin, atau makanan yang disebut Langoneza: sepotong sosis goreng, ditambah telur dicampur garam, bawang, dan saus tomat. Setelah itu, barulah Marcos memulai menulis buku memoirnya. Bila tak ada kegiatan, Marcos dan Imelda menghabiskan waktu mereka dengan kebiasaan lamanya: menyanyi dan berdansa. Untuk itu seorang pianis terkenal asal Filipina sengaja diundang ke rumahnya di kawasan elite Niu Valley di Honolulu itu. Dan lagu-lagu Filipina seperti Dahil Sa Iyo (Karena Dikau) yang digemari Imelda pun mengalun. "Kalau sedang pesta dansa, Marcos betah sampai sekitar pukul 02.00 pagi," tutur Arturo Aruiza, pengawal pribadi merangkap sekretaris pers Marcos. Bila sudah bosan, pasangan ini pun bisa menikmati hidup yang tidak begitu protokoler. Mereka bisa berbelanja di tempat elite, bertandang ke beberapa keluarga Filipina di Hawaii. Kehidupan tenang yang mereka jalani agaknya karena dukungan dari sebagian masyarakat Filipina di Hawaii, 80% di antaranya berasal dari Ilocos Norte kampung halaman Marcos di utara Filipina. Di samping itu, keluarga Marcos juga masih mendapatkan bantuan dari pendukungnya di Filipina. Ada juga kelompok orang yang tak senang dengan kehadiran Marcos di Hawaii. Pernah, misalnya, rumah Marcos, yang letaknya tepat di tepi jalan raya, dilempari kaleng bekas minuman, telur busuk, sampah, dan bahkan ada pula yang melempar petasan. Tak hanya itu. Sebuah pengumpulan pendapat di antara masyarakat Filipina di Hawaii yang dilakukan koran The Honolulu Advertiser awal Agustus lalu menyebutkan, 64% dari 807 responden menginginkan agar Marcos cepat-cepat hengkang dari Honolulu, mencari tempat pengasingan lain. Sedang 17% lainnya menginginkan Marcos tetap tinggal, sementara 19%, sisanya tidak men jawab. "Ini mengherankan," ujar Paredez, atase penerangan Filipina di Honolulu, pada A. Dahana dari TEMPO. "Separuh dari orang Filipina di sini dilahirkan dan dibesarkan di Hawaii. Ini membuktikan, mereka seolah tak peduli dengan Marcos," ujarnya lagi. Marcos menolak anggapan itu dengan mengatakan hal itu kurang masuk akal. Yang mengherankan adalah reaksi Imelda Marcos. Wanita yang pernah dijuluki "Sang Kupu-Kupu Besi" itu berujar, "Saya setuju dengan pendapat itu. Bila saya dari kelompok mereka, saya akan berjuang mati-matian. Namun, berilah saya kesempatan. Bila mungkin, saya ingin pulang ke Filipina." Tampaknya, Marcos bersama Imelda masih berharap akan bisa pulang ke negerinya. Menurut Marcos, dia ingin pulang untuk membantu pemerintah Filipina memberantas komunis. "Bukan soal tentang siapa yang menjadi presiden, tetapi Filipina membutuhkan simbol legitimasi dan kewenangan. Dan sayalah simbol itu," kata Marcos. Ia pun tak lupa melancarkan kritik terhadap pemerintahan Aquino. Menurut dia Filipina kini kekurangan rasa persatuan. Cory disebutnya tidak mampu menguasai militer, dan naif. Karena itu, katanya lagi, "Filipina seharusnya mempunyai seorang presiden yang kuat. Negeri itu tidak seperti Amerika, tempat Anda bisa mendudukkan seekor monyet di Gedung Putih, sementara pemerintahan berjalan terus." Kehadiran Marcos di Hawaii tampaknya tak membahayakan hubungan AS-Filipina, selama Marcos tidak melakukan aktivitas politik. "Kita akan membiarkan Marcos tinggal di sini, selama dia suka, sebagai tamu rakyat AS," kata Presiden Reagan. Sedangkan bagi pemerintahan Aquino, kehadiran Marcos di Hawaii tersebut memudahkan pengawasan terhadapnya. "Bayangkan bila dia tinggal di Marokko atau negara Amerika latin. Kita akan sulit memantau gerak-geriknya," ujar Paredez. Didi Prambadi Laporan A. Dahana & M.S. Hakim (Honolulu, Hawai)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini