LUCIAN W. Pye datang lagi, entah untuk ke berapa kalinya.
Datang bersama istrinya, selama 2 pekan ini Dr. Pye memberikan
serangkaian ceramah di Jakarta dan kota-kota Indonesia lainnya.
Dia dikenal sebagai ahli masalah Asia, khususnya Cina. Lahir
tahun 1921 di Provinsi Shanshi, Cina, dia menulis buku di
samping mengajar ilmu politik, seperti di Massachusetts
Institute of Technology (MIT), dan bekerja sebagai penasihat
pemerintah Amerika Serikat. Dia juga penasihat Rand Corporation,
badan riset swasta AS terkenal dalam hubungan internasional.
Peranan Dr. Pye ternyata cukup menarik TEMPO menginterpiunya
pekan lalu. Sedikit petikan:
Menurut Presiden Marcos, sekarang muncul 2 aliansi baru di Asia.
Yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Cina di satu pihak, sedang Uni
Soviet, Vietnam dan India di pihak lain. Bagaimana pendapat anda
tentang ini?
Berbicara tentang aliansi di dunia harus diakui bahwa hubungan
AS dengan Jepang adalah yang paling kuat. Sama halnya hubungan
Soviet dengan Hanoi atau Soviet dengan India. Tapi sampai
sekarang huhungan AS-Cina masih bersifat sangat sementara,
seperti halnya Cina-Jepang. Dan apa yang disebut aliansi baru
ini dasarnya tak lebih dari harapan dan pendapat orang yang
berpijak dari apa yang akan terjadi pada masa depan. Yang jelas
sampai sekarang AS belum bersedia memberikan bantuan militer
kepada Cina. Berbeda dengan apa yang dilakukan Soviet untuk
India atau Hanoi.
Setelah perang Vietnam berakhir ada kesan bahwa AS akan
meninggalkan kawasan ini. Tapi keadaannya sekarang berubah,
bahkan kelihatan AS akan memperkuat kehadirannya di sini. Hal
apa yang menyebabkan perubahan itu?
Tadinya pemikiran strategis militer AS untuk meninggalkan
kawasan ini sebagian besar karena sudah ada hubungan baik dengan
Beijing di samping problem yang kami lihat semula sudah berubah.
Begitupun, tidak seluruh kekuatan militer AS ditarik. Dalam
waktu yang sama peranan sektor swasta Amerika bahkan makin
meningkat dan sangat aktif. Terutama dalam hubungan ekonomi dan
intelektual. Namun perubahan yang paling berarti terjadi lagi
ketika invasi Soviet di Afghanistan setelah krisis Iran. Hal ini
membuat orang Amerika merasakan adanya suatu situasi kompetisi.
Padahal sebelum itu sudah ada usaha meredakan ketegangan
(detente).
Soalnya ini bukan lagi merupakan kompetisi ideologi. Saya kira
sudah lama ideologi menjadi hal yang tak begitu penting lagi.
Kita lihat saja dalam waktu belakangan ini negara komunis sudah
saling bertempur sesamanya. Soviet vs Cina, Cina vs Vietnam.
Hampir semua negara lebih mengutamakan pasaran ekonomi, bahkan
juga Cina. Ada pendapat bahwa Cina sekarang ini merupakan
partner muda (junior partner) AS setelah Jepang di Asia.
Apakah ancaman bahaya komunis yang selama ini dikhawatirkan
ASEAN akan dengan sendirinya hapus?
Saya tak sependapat untuk menempatkan Cina sebagai partner muda
AS, walaupun kami mempunyai kepentingan yang paralel di berbagai
bidang, terutama keprihatinan kami dalam melihat gelagat
Soviet. Kini pertama kali dalam sejarah modern kami mempunyai
hubungan baik dengan keduanya, Cina dan Jepang, sekaligus.
Ketika Cina berhadapan dengan militer Jepang pada tahun 1930-an
kami membantu Cina. Setelah Perang Dunia II kami membantu Jepang
menghadapi Cina. Tentu saja dari segi ancaman kami tidak pernah
menganggap Cina begitu kuat. Dan kami tidak melihat Cina seperti
dulu ketika masih dibantu Soviet. Sekarang kami melihat Cina
sebagai negara yang sedang mencoba membangun. Begitupun, dari
segi komitmen ideologi -- ini sangat penting -- ternyata mereka
(Cina) masih tetap melakukan 3 hal. Pertama, masih menampung
pelarian politik. Kedua, masih meneruskan siaran radio bawah
tanah yang membantu gerakan revolusioner di negara ASEAN.
Ketiga, masih terus membantu gerakan komunis revolusioner. Namun
pada dasarnya Cina bukanlah masyarakat yang revolusioner lagi.
Kalaupun mereka membantu gerakan itu, bukanlah itu terpusat pada
kebijaksanamya, tapi semata-mata karena negara lain juga
melakukan hal yang sama yaitu kegiatan rahasia di luar
negaranya. Yang lebih penting saya kira Cina menginginkan sekali
hubungan yang lebih baik dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Seperti yang kita lihat Cina menentang Hanoi untuk melindungi
negara ASEAN. Begitupun saya sependapat dalam hal retorika
mendukung gerakan revolusioner memberi kesan berbahaya. Saya
berharap mereka akan menghentikannya.
Bagaimana pendapat anda tentang masih tertundanya normalisasi
hubungan Indonesia-Cina?
Kesan saya Deplu Indonesia sedang berusaha mempersiapkan
dibukanya kembali hubungan itu. Bahkan keterangan Presiden
Soeharto ketika acara perpisahan dengan Dubes Jerman (Barat)
memberi kesan bahwa pemulihan hubungan hanya tinggal soal teknis
belaka. Namun masalah kebijaksanaan RRC tentang hoakiau memang
agak membingungkan.
Dari Manila terdengar gagasan akan perlunya organisasi ASEAN
ditingkatkan menjadi suatu pakta militer. Apakah ini akan lebih
baik buat ASEAN?
Saya betul-betul tak setuju dengan ide itu. Itu adalah soal
terakhir yang harus dilakukan. Terpenting ialah apakah negara
ASEAN sudah merasa bersesuaian satu sama lain. Dan yang lebih
baik adalah menguji hubungan yang sudah ada. Saya tidak melihat
adanya ancaman baik dalam hal hubungan AS-Cina atau Jepang,
bahkan Indocina sekalipun. Adalah sangat impulsif bila ASEAN
harus melangkah ke arah pakta itu.
Ada semacam desakan terutama dari ASEAN bahwa pemecahan masalah
Kambodia hanya bisa kalau Vietnam menarik mundur pasukannya dan
dibentuk suatu pemerintahan netral di negara itu. Pendapat anda
tentang hal ini?
Dalam masalah Kambodia tak ada satu negara di dunia yang bisa
memegang peranan khusus untuk memecahkannya. Amerika sendiri
dalam politik luar negerinya telah menyerahkan kepada ASEAN
untuk memegang peranan dan AS akan mendukungnya. Tapi ASEAI
menyerahkan kembali kepada AS agar memegang peranan. Problem
yang paling dasar adalah tidak seorangpun yang percaya ada tokoh
yang netral yang bila memimpin Kambodia. Amat disayangkan,
Pangeran Sihanouk sudah memisahkan diri dari setiap orang. Dia
bukanlah alternatif yang mungkin lagi. Sedang Pol Pot sulit
untuk mendapat dukungan.
Ada semacam anggapan dari kelompok oposisi di bebcrapa negara
Asia. -- seperti di Filipina misalnya yang menuduh AS sebagai
pendukung rezim penindas. Bagaimana tentang citra Amerika ini?
AS tidak memiliki semacam kedutaan besar revolusioner yang bisa
mengubah keadaan dunia. Banyak orang yang mengharapkan AS
menggulingkan suatu pemerintah dan menggantikannya dengan yang
lain. Memang dalam beberapa tahun terakhir ini AS membiarkan
berlangsungnya status quo. Orang Amerika hampir tak memberikan
reaksi terhadap aksi yang dilakukan Soviet di beberapa negara,
seperti di Angola. Tapi belakangan ini banyak yang menganggap
itu salah. Yang jelas ketika Syah Iran dijatuhkan, AS tidak
membantunya. Dan ini jelas sesuai dengan janji Carter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini