Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kembali terpilih menjadi Perdana Menteri Swedia, sosok Stefan Lofven, 61 tahun, kini menjadi sorotan publik dunia. Lofven terpilih setelah Swedia mengalami empat bulan kebuntuan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tugas Lofven dalam kepemimpinannya yang kedua ini, kemungkinan tidak akan semulus sebelumnya. Pasalnya, pemerintahan Lofven kali ini disebut sebagai pemerintahan Swedia paling lemah dalam 70 tahun terakhir sejarah negara itu. Pemilu pada September 2018 lalu tak menghasilkan suara mayoritas sehingga harus dilakukan negosiasi antara partai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lofven adalah Ketua Buruh dan politisi asal Partai Sosial Demokrat. Dia menjadi orang nomor satu Swedia sejak 2014 dan akan kembali berkuasa untuk periode empat tahun ke depan.
Stefan Lofven, Perdana Menteri Swedia. Sumber: TT News Agency - Reuters/aljazeera.com
Dikutip dari britannica.com, Sabtu, 19 Januari 2019, Lofven tumbuh sebagai anak asuh di sebuah keluarga kelas pekerja di Adalenm sebuah wilayah di utara Swedia. Saat kuliah di Universitas Umea, Lofven mengambil jurusan ilmu sosial sembari bekerja di sebuah pabrik kendaraan militer. Kiprahnya mulai dilirik publik Swedia saat pada 1981, dia sangat aktiv di Serikat Buruh Logam Swedia hingga mengantarkannya menjadi anggota dewan nasional dan sejumlah posisi bergengsi lainnya.
Lofven mulai merambah ke dunia politik Swedia pada 1973, saat itu dia menduduki sejumlah posisi kepemimpinan di Partai Muda Sosial Demokrat. Pada 2005, Lofven ditunjuk menjadi wakil anggota komite eksekutif Partai Demokrat Sosial Swedia. Dari sini, jabatannya perlahan-lahan terus naik hingga pada 2012, dia terpilih menjadi Ketua Partai menggantikan Hakan Juholt.
Sayap kekuasaan Lofven semakin lebar ketika pada September 2014, dia mengikuti pemilu parlemen. Partai yang mengusung Lofven mendapatkan 31 persen suara dan membentuk pemerintahan dengan Partai Hijau.
Tepatnya pada 2 Oktober 2014, garis takdir mengantarkan Lofven ke kursi Perdana Menteri Swedia. Ketika itu koalisi bentukannya tak terlalu kuat, namun Lofven meyakinkan pemerintahannya dibangun berdasarkan kerja sama, bukan konflik. Diantara prioritas pemerintahan Lofven adalah mengurangi angka pengangguran, meningkatkan sektor pendidikan dan keamanan sosial.