Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Suara Dari Dua Ayatullah

Bagi Khomeini Shah harus di makzulkan & Iran harus dijadikan "republik Islam" yang, juga menjamin kebebasan beragama. Sementara di Qum, Ayatullah Shariatmaderi menghendaki kembali ke UU 1906. (ln)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA mahasiswa yang berdemonstrasi di Teheran membawa gambarnya. Pemimpin Front Nasional yang beroposisi kepada Shah, Karim Sanjabi, pekan lalu berembug dengannya. Apakah sebenarnya yang dikehendaki orang tua berumur 78 ini? Jawab Ayatullah Ruhollah Khomeini, tokoh Islam Shi'ah yang kini berada di Paris seraya nampaknya mengendalikan gerakan anti-Shah dari jauh: Shah Iran harus dimakzulkan. Tiba di Paris awal Oktober yang lalu, pemimpin agama yang selama 16 tahun hidup dalam pembuangan di Iraq itu mengisyaratkan, bahwa gerakan anti-Shah akan bisa menjadi gerakan bersenjata. "Kami tak bisa terus menerus membiarkan dada kami terbuka untuk senjata Shah," katanya kepala harian sayap-kanan Le Figaro. "Sampai kini, saya belum mengubah netunjuk bahwa kami membantu perlawanan damai. Tapi mungkin saya harus bertindak lain." Cara apapun yang dipakainya, yang menarik tentu pendapatnya tentang cita-citanya untuk Iran. Setelah kerajaan ditumbangkan, kata Khomeini, Iran akan diganti jadi "Republik Islam." Ia tegaskan dalam republik itu akan ada kebebasan bersama dan "kemerdekaan total." Tapi ia mengritik pengendoran aturan sosial dan agama yang terjadi di bawah pemerintahan Shah. Bagaimana dengan pengaruh kiri? Khomeini menolak bahwa itu terdapat dalam gerakannya. "Alasannya sederhana saja: kaum ultra-kiri dan grup komunis praktis sudah habis." Maksudnya, tentu, karena golongan kiri itu sudah dikejar-kejar dan ditangkapi oleh pemerintahan Shah. Sejauh mana Khomeini dapat menebak kekuatan kiri di negara yang selain berbatasan dengan Uni Soviet juga menyolok perbedaan sosialnya itu, tentu baru bisa dilihat di masa depan. Sampai hari ini setidaknya gelombang kaum Muslim Shi'ah saja yang nampak. Itu pun dengan gagasan yang berbedabeda tentang apa jadinya Iran nanti. Di kota Qum yang salih, misalnya seorang Ayahtullah lain mencita-citakan sebuah bentuk kerajaan parlementer. Ayahtullah Shariat-Maderi itu, 70 tahun lebih, menyatakan kepada wartawan Joseph Kraft dari International Herald Tribune, bahwa gerakan oposisi yang dipimpinnya menghendaki kembalinya UUD 1906. Parlemen boleh membuat undang-undang, tapi hasilnya harus bisa ditinjau kembali oleh lima pemimpin agama yang menjadi anggota suatu majelis. Jika majelis itu tak berhasil mufakat, keputusan terakhir di tangan pemimpin agama tertinggi di Iran. Bagi Shariat-Maderi nampaknya itu berarti dirinya sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus