SHAH Iran, yang disebut "Maharaja" itu, kini mungkin pemimpin
yang paling tcrpukul di dunia. Ia dikabarkan nampak seperti
orang yang gundah. Ia enggan menghadapi para penasihat sipil dan
militernya. Tapi ia enggan pula melibatkan diri jauh ke dalam
pengambilan keputusan penting. Iran agaknya tengah kehilangan
kepemimpinan.
Dalam situasi seperti sekarang, meskipun Presiden AS Carter
menyatakan dukungannya kepadanya, Shah yang lagi guncang seperti
itu mungkin tak membantu keadaan. Tapi keadaan memang kian sulit
untuk ditolong. Pekan lalu pukulan terhebat dari kerusuhan
anti-Shah datang: para pekerja minyak mogok.
Perdana Menteri Sharif-Emami yang diakhir pekan silam
mengundurkan diri -- mengecam pemogokan itu sebagai
"pengkhianatan." Beberapa hari sebelum mengundurkan diri, di
depan parlemen yang baru saja memberinya mosi kepercayaan, ia
menyatakan bisa memahami oposisi kepada pemerintah, "tapi kenapa
kini negara dilukai?" Kata Sharif pula: " Cobalah fikir sejenak,
apa yang akan terjadi pada negeri ini bila produksi minyak kita
terhenti?"
Jatuhnya Urat Nadi
Itu artinya Iran kehilangan 60 juta dolar sehari. Iran yang
mengekspor rata-rata 5 juta barrel minyak per harinya
menggantungkan 80% pemasukannya dari ladang-ladang minyak itu.
Maka tidak sulit untuk membayangkan bahwa berhentinya produksi
minyak di Iran tidak bisa lain kecuali berarti berakhirnya
kerajaan Parsi itu sebagai negara. Yang masih sulit dibayangkan
adalah akibat berhentinya produksi minyak Iran itu bagi
negara-negara industri, Jepang dan Eropa Barat. Yang langsung
terancam adalah Israel dan Afrika Selatan. Hampir seluruh minyak
bumi yang dipakai di kedua negara terakhir itu berasal dari
Iran.
Pemogokan itu memang tidak menghentikan seluruh produksi. Buruh
yang tetap berada di kilang minyak dan penyulingan masih
memungkinkan mengalirnya 2 juta barrel per hari. Tapi apa yang
terjadi secara meluas dari Gachsaran (Abadan) sampai dengan
Maroun, Agha Jari, Ahavas dan Masjid Sulaiman serta terminal
ekspor di P. Kharg itu menunjukkan suatu hal yang pasti: urat
nadi Iran sudah berada di tangan musuh pemerintah.
Para buruh minyak itu memang mogok untuk tuntutan politik,
selain karena juga mengharap tambahan penghasilan. Tuntutan
mereka penghentian keadaan darurat di 12 kota, pembebasan para
tahanan politik, pemulangan 500 orang tenaga ahli Barat yang
bekerja di kilang-kilang minyak, dan pengadilan segera para
koruptor. Tuntutan yang berat seperti ini sudah tentu tidak bisa
dirundingkan dengan Housang Anshary, Direktur Perusahaan Minyak
Iran (NIOC). Tawaran Anshary untuk memenuhi tuntutan kenaikan
upah buruh ternyata tidak mendapat sambutan hangat dari para
pemogok.
Ketika masalah buruh minyak belum lagi terselesaikan, muncul
pula berita pemogokan lain. Seluruh pekerja yang menangani
Iranair, penerbangan milik pemerintah, ikut pula mogok. Maka
penerbangan domestik maupun internasional mendadak terhenti di
Iran pekan silam. Kecuali beberapa pesawat asing yang hinggap di
lapangan terbang Teheran, Mehrabad, negeri itu nyaris sepi dari
penerbangan sipil. Dan para pekerja Iranair itu pun cuma
mengulangi tuntutan rekan mereka yang buruh minyak.
Keadaan di Iran menjadi makin rawan karena demonstrasi kekerasan
terus melanda hampir semua bagian negeri tersebut. Di kota
Teheran sendiri sejumlah mahasiswa tertembak -- beberapa tewas,
sejumlah besar luka-luka ketika mereka melancarkan demonstrasi
dari kampus. Akibat tembakan itu, para mahasiswa menjadi kalap
dan melakukan pengrusakan di berbagai penjuru kota. Bank,
toko-toko dan beberapa kantor pemerintah diobrak-abrik, sejumlah
kendaraan umum dibakar. Di kota Babol, 300 kilometer dari
Teheran, para demonstran melakukan pembakaran di hampir seluruh
kota. Polisi melepaskan tembakan. Seorang terbunuh, beberapa
luka-luka.
Bahaya Api
Kantor berita Iran akhir pekan silam melaporkan pula berhentinya
semua hakim di wilayah barat. Disebutkan bahwa alasan bagi
pengunduran itu adalah terjadinya aksi berdarah yang dilakukan
oleh suku-suku pegunungan yang mendukung Shah. Orang-orang
berkuda itu menggunakan senjata api dan menembaki para
demonstran anti-Shah. Korban yang jatuh di pihak demonstran 65
orang, sedang alat keamanan negara tidak mengambil tindakan yang
cepat.
Keadaan yang makin ruwet ini makin jadi rumit ketika gempa bumi
melanda beberapa bagian Iran. Bclum bisa diketahui korban yang
jatuh, sebab jaringan komunikasi terputus. Sebuah sumber di
ibukota Iran menyebut sebuah kota sebagai "telah hancur dan
ditinggalkan oleh semua penghuninya."
Goncangan politik, ekonomi dan gempa bumi itu rupanya telah
menempatkan Shah dalam suatu posisi untuk tidak bisa lain
kecuali bertemu dengan pemimpin pihak oposisi. Dari Teheran awal
pekan ini diberitakan bahwa Shah bersedia untuk berunding dengan
Karim Sanjabi, ketua Front Nasional yang mengkoordinasi semua
perlawanan politik terhadap Shah. Putusan Shah seperti ini
dianggap sangat luar biasa, sebab tidak pernah sebelumnya ia
bersedia uertemu muka dengan lawan-lawan politiknya. Karim
Sanjabi sendiri masih berada di Paris ntuk berkonsultasi dengan
Ayatullah Rohullah Khomeini -- pemimpin kaum Shiah yang telah
mengungsi selama 16 tahun -- mengenai langkah politik mereka
selanjutnya.
Ketika usaha politik sedang dicoba untuk mengatasi keadaan gawat
itu, sejumlah kecil tenaga ahli Iran bekerja keras di berbagai
instalasi minyak yang serba rumit. "Untuk menghindarkan insiden
atau bahaya api," kata seorang juru bicara. Di luar
instalasi-instalasi itu, sejumlah tentara berjaga-jaga guna
menghindari sabotase. Sampai sejauh mana mereka akan bisa
bertahan, masih jadi tandatanya besar -- juga setelah kerja
buruh yang mogok itu digantikan tentara. Dan melihat pentingnya
minyak bagi Iran, seperti halnya pentingnya minyak Iran bagi
dunia Barat, yang cemas bertanya-tanya bukan cuma mereka yang di
Teheran. Tapi juga di Washington, yang pekan lalu dikabarkan
menuduh Uni Soviet ikut memperkeruh keadaan di Iran.
Mungkinkah tak lama lagi Iran akan jadi sebuah negara yang
dikuasai komunis dengan deking Uni Soviet, seperti Afghanistan
baru-baru ini? Bagaimana dengan ekspor minyaknya kelak? Ataukah
ia akan jadi negeri Islam menurut versi tokoh agama seperti
Ayatullah Shariat-Maderi, yang mempunyai banyak pengikut dalam
oposisinya kini? (lihat box). Atau Iran akan jadi sebuah negeri
yang lebih demokratis?
Proses ke arah demokratisasi sebetulnya sudah nampak --
setidaknya selama masa gelombang oposisi kini. Ketua badan
rahasia Iran yang sangat ditakuti, Savak, oleh pemerintah
sendiri dinyatakan akan diadili. Dengan tuduhan: menyalahgunakan
kedudukan resmi. Pers Iran yang mulai makin berani dua pekan
lalu memberitakan pula bagaimana Savak menyiksa para tahanan
politik. Suasana menuju kebebasan itu memang kini dibiarkan oleh
pemerintah Iran. Itu salah satu sebabnya Presiden AS Carter
menyokongnya dengan suara gigih -- entah sampai kapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini