MELEWATI penyelidikan 10 bulan, Departemen Kehakiman Amerika
Serikat, Oktober lalu menyatakan bahwa suatu kasus penyogokan
Westinghouse Electric Corporation (WEC) di Pilipina sebagai
tidak terbukti. WEC belum lagi selesai berurusan dengan pejabat
hukum di Washington, sebuah kasus baru muncul pula. Surat kabar
terkemuka Amerika lainnya, The Washington Post (WP), 26 Oktober
lalu muncul dengan berita penyogokan lain. Berita yang bersumber
pada dokumen-dokumen pengadilan menyebutkan bahwa WEC telah
membayar komisi $ 322 ribu kepada Wakil Perdana Menteri Mesir,
Ahmad Sultan Ismail, untuk memperoleh kontrak peralatan listrik
bagi Mesir sebesar $ 30 juta.
Untuk mendapatkan kontrak pembangunan reaktor nuklir di Bataan,
Pilipina, Westinghouse memberi komisi $ 35 juta kepada salah
seorang kerabat Presiden Marcos. Surat kabar The New York
Times (NYT), yang mula-mula menyiarkan berita itu 14 Januari
1978, menyebut nama Herminio. Disini sebagai keluarga Marcos
yang dituduh menerima sogokan itu. Orang Pilipina itu adalah
pemimpin kelompok perusahaan Herdis (singkatan dari Herminio
Disini) yang menangani seluruh pekerjaan sipil dan asuransi
proyek reaktor nuklir di Bataan.
Terhadap penyogokan yang menyangkut diri pembesar Mesir itu
(kini telah meletakkan jabatan), badan peradilan Amerika
menyatakan Westinghouse sebagai bersalah. Untuk itu denda yang
harus dibayar oleh perusahaan alat-alat listrik itu meliputi $
300 ribu. Keputusan pengadilan ini menimbulkan suatu masalah
baru di Washington. Mengingat jumlah yang terlibat dalam kontrak
dengan Mesir itu terlalu kecil dibanding dengan uang yang
diperoleh dari kontrak di Bataan $ 1 milyar, tidakkah ada
sesuatu permainan di balik putusan pengadilan itu? Begitu orang
bertanya-tanya.
Pertanyaan itu ternyata tidak menghalangi pejabat-pejabat
peradilan Mesir untuk bertindak. Berita-berita dari Kairo akhir
pekan silam menyebutkan bahwa Perdana Menteri Mesir, Mustapha
Khalil -- yang baru saja diangkat oleh Presiden Sadat -- telah
mulai menyibukkan diri dengan kasus penyogokan tersebut.
Kedutaan Besar Amerika di Kairo dimintai keterangan tambahan
mengenai soal itu, sementara jaksa agung telah pula
diperintahkan untuk melakukan penyelidikan. Ahmad Sultan sendiri
membantah keras berita tersebut. Menurut catatan hingga saat ini
belum pernah seorang pejabat tinggi Mesir dihukum karena
terlibat penyogokan. Tapi kali ini nampaknya Ahmad Sultan tidak
akan lolos dari tuntutan hukum. "Untuk membuktikan bahwa Kabinet
Sadat sekarang ini betul-betul akan melakukan tindakan
pembersihan," kata sebuah sumber di Kairo.
Di Pilipina sendiri ada cerita lain mengenai proyek Bataan itu.
Surat kabar NYT dalam salah satu penerbitannya di awal tahun ini
ada mengutip Vincente Paterno, Ketua BKPM-nya Pilipina,
meragukan nilai kontrak tersebut. "Pemerintah sebenarnya telah
membeli sebuah reaktor seharga dua reaktor." Menurut dugaan
Paterno, dalam nilai kontrak $1,1 milyar itu telah terjadi suatu
penggembungan harga (over pricing) sebanyak ratusan juta dollar.
Keterangan ketua BKPM Pilipina ini makin memperbesar kecurigaan
orang terhadap adanya permainan WEC dalam memperoleh kontrak di
Bataan itu.
Berakibat Fatal
Tapi mengapa justru Washington tidak bertindak terhadap kasus
Bataan ini? Jawaban yang ada hingga kini cuma dugaan. Bahwa
Amerika Serikat mempunyai kepentingan langsung pada proyek
tersebut, itu bukan rahasia lagi. Melalui kredit ekspor, sebesar
$668 juta dari Bank Eksim -- khusus diciptakan untuk promosi
ekspor Amerika -- Washington membuka kemungkinan luas bagi
Pilipina untuk membeli reaktor tersebut. Cuma anehnya, Bank
Eksim menyetujui kredit ekspor tersebut tanpa terlebih dulu
mempelajari tawaran terakhir dari WEC yang sudah menaikkan harga
sebanyak 400% dalam waktu cuma setahun (1974 - 1975). Surat
kabar WP, yang membongkar kasus ini, juga mengungkapkan bahwa
Bank Eksim tidak pula menuntut persyaratan keamanan yang ketat
untuk proyek yang dapat berakibat fatal bagi lingkungan
kehidupan di seputar pulau itu.
Nah, akibat dari tidak adanya rencana pengamanan yang ketat itu
ada pula menimbulkan soal baru bagi proyek Bataan tersebut.
Sejumlah sarjana Amerika kabarnya telah mengirimkan surat ke
Presiden Marcos mengenai akan adanya "200 cacad teknis utama"
dalam proyek itu nanti. Yang amat penting dari cacad itu -- yang
nampaknya telah pula disadari oleh Badan Tenaga Atom Pilipina
--adalah kepekaan proyek tersebut terhadap gempa, khususnya
gempa vulkanis. Dalam suatu laporan Komisi Pengawasan Nuklir
Amerika --yang menjadi sumber keresahan para sarjana negeri itu
-- antara lain tertulis: "Semua gangguan Vulkanis (mulai dari
debu, arus lahar, sampai gempa) mungkin terjadi di lokasi proyek
nuklir Bataan itu."
Ketakutan terhadap gempa bumi di Bataan itu tidak usah
mengherankan. Dari catatan para ahli geologi diketahui 10 tahun
lalu sebuah gempa bumi hebat melanda Bataan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini