Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Westinghouse Dan Penyogokan

Westinghouse Electric Corporation diberitakan telah memberi komisi $ 322 ribu kepada PM Mesir, Ahmad Sultan Ismail untuk memperoleh kontrak peralatan listrik seharga $ 30 juta. (ln)

11 November 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELEWATI penyelidikan 10 bulan, Departemen Kehakiman Amerika Serikat, Oktober lalu menyatakan bahwa suatu kasus penyogokan Westinghouse Electric Corporation (WEC) di Pilipina sebagai tidak terbukti. WEC belum lagi selesai berurusan dengan pejabat hukum di Washington, sebuah kasus baru muncul pula. Surat kabar terkemuka Amerika lainnya, The Washington Post (WP), 26 Oktober lalu muncul dengan berita penyogokan lain. Berita yang bersumber pada dokumen-dokumen pengadilan menyebutkan bahwa WEC telah membayar komisi $ 322 ribu kepada Wakil Perdana Menteri Mesir, Ahmad Sultan Ismail, untuk memperoleh kontrak peralatan listrik bagi Mesir sebesar $ 30 juta. Untuk mendapatkan kontrak pembangunan reaktor nuklir di Bataan, Pilipina, Westinghouse memberi komisi $ 35 juta kepada salah seorang kerabat Presiden Marcos. Surat kabar The New York Times (NYT), yang mula-mula menyiarkan berita itu 14 Januari 1978, menyebut nama Herminio. Disini sebagai keluarga Marcos yang dituduh menerima sogokan itu. Orang Pilipina itu adalah pemimpin kelompok perusahaan Herdis (singkatan dari Herminio Disini) yang menangani seluruh pekerjaan sipil dan asuransi proyek reaktor nuklir di Bataan. Terhadap penyogokan yang menyangkut diri pembesar Mesir itu (kini telah meletakkan jabatan), badan peradilan Amerika menyatakan Westinghouse sebagai bersalah. Untuk itu denda yang harus dibayar oleh perusahaan alat-alat listrik itu meliputi $ 300 ribu. Keputusan pengadilan ini menimbulkan suatu masalah baru di Washington. Mengingat jumlah yang terlibat dalam kontrak dengan Mesir itu terlalu kecil dibanding dengan uang yang diperoleh dari kontrak di Bataan $ 1 milyar, tidakkah ada sesuatu permainan di balik putusan pengadilan itu? Begitu orang bertanya-tanya. Pertanyaan itu ternyata tidak menghalangi pejabat-pejabat peradilan Mesir untuk bertindak. Berita-berita dari Kairo akhir pekan silam menyebutkan bahwa Perdana Menteri Mesir, Mustapha Khalil -- yang baru saja diangkat oleh Presiden Sadat -- telah mulai menyibukkan diri dengan kasus penyogokan tersebut. Kedutaan Besar Amerika di Kairo dimintai keterangan tambahan mengenai soal itu, sementara jaksa agung telah pula diperintahkan untuk melakukan penyelidikan. Ahmad Sultan sendiri membantah keras berita tersebut. Menurut catatan hingga saat ini belum pernah seorang pejabat tinggi Mesir dihukum karena terlibat penyogokan. Tapi kali ini nampaknya Ahmad Sultan tidak akan lolos dari tuntutan hukum. "Untuk membuktikan bahwa Kabinet Sadat sekarang ini betul-betul akan melakukan tindakan pembersihan," kata sebuah sumber di Kairo. Di Pilipina sendiri ada cerita lain mengenai proyek Bataan itu. Surat kabar NYT dalam salah satu penerbitannya di awal tahun ini ada mengutip Vincente Paterno, Ketua BKPM-nya Pilipina, meragukan nilai kontrak tersebut. "Pemerintah sebenarnya telah membeli sebuah reaktor seharga dua reaktor." Menurut dugaan Paterno, dalam nilai kontrak $1,1 milyar itu telah terjadi suatu penggembungan harga (over pricing) sebanyak ratusan juta dollar. Keterangan ketua BKPM Pilipina ini makin memperbesar kecurigaan orang terhadap adanya permainan WEC dalam memperoleh kontrak di Bataan itu. Berakibat Fatal Tapi mengapa justru Washington tidak bertindak terhadap kasus Bataan ini? Jawaban yang ada hingga kini cuma dugaan. Bahwa Amerika Serikat mempunyai kepentingan langsung pada proyek tersebut, itu bukan rahasia lagi. Melalui kredit ekspor, sebesar $668 juta dari Bank Eksim -- khusus diciptakan untuk promosi ekspor Amerika -- Washington membuka kemungkinan luas bagi Pilipina untuk membeli reaktor tersebut. Cuma anehnya, Bank Eksim menyetujui kredit ekspor tersebut tanpa terlebih dulu mempelajari tawaran terakhir dari WEC yang sudah menaikkan harga sebanyak 400% dalam waktu cuma setahun (1974 - 1975). Surat kabar WP, yang membongkar kasus ini, juga mengungkapkan bahwa Bank Eksim tidak pula menuntut persyaratan keamanan yang ketat untuk proyek yang dapat berakibat fatal bagi lingkungan kehidupan di seputar pulau itu. Nah, akibat dari tidak adanya rencana pengamanan yang ketat itu ada pula menimbulkan soal baru bagi proyek Bataan tersebut. Sejumlah sarjana Amerika kabarnya telah mengirimkan surat ke Presiden Marcos mengenai akan adanya "200 cacad teknis utama" dalam proyek itu nanti. Yang amat penting dari cacad itu -- yang nampaknya telah pula disadari oleh Badan Tenaga Atom Pilipina --adalah kepekaan proyek tersebut terhadap gempa, khususnya gempa vulkanis. Dalam suatu laporan Komisi Pengawasan Nuklir Amerika --yang menjadi sumber keresahan para sarjana negeri itu -- antara lain tertulis: "Semua gangguan Vulkanis (mulai dari debu, arus lahar, sampai gempa) mungkin terjadi di lokasi proyek nuklir Bataan itu." Ketakutan terhadap gempa bumi di Bataan itu tidak usah mengherankan. Dari catatan para ahli geologi diketahui 10 tahun lalu sebuah gempa bumi hebat melanda Bataan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus