Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tak Ada TKI, India pun Jadi

Seiring dengan gelombang pemulangan pekerja ilegal asal Indonesia, Malaysia mulai merekrut pencari nafkah dari Asia Selatan.

28 Maret 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KISAH sedih itu masih terus berdatangan dari negeri jiran. Selasa pekan silam, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal asal Riau bernama Anik, 45 tahun, ditemukan tewas gantung diri di kamar mandi kantor polisi Tanah Merah, Kota Baru, Kelantan. Padahal, hari itu Anik akan dipindahkan ke pusat tahanan sementara di Semenyih, Selangor, untuk menjalani persidangan. Anik tahu hukuman yang akan ia hadapi: deportasi. "Tampaknya, dia tak mau pulang ke Indonesia dan memilih gantung diri," kata Ketua Badan Pemantau Masyarakat Indonesia di Malaysia, Khairuddin Harahap, kepada Tempo.

Kejadian ini mengundang reaksi keras dari lembaga swadaya masyarakat yang khusus menangani persoalan TKI di Malaysia, seperti Migrant Care, Labour Resources Center (LRC), Suara Rakyat Malaysia (Suaram), dan Aliansi Buruh Migran (ABM). Koordinator ABM di Malaysia, Syaiful Amin S.W., mengaku sudah mencari kepastian berita itu. "Saya minta kepada KBRI agar kejadian itu diinformasikan kepada keluarga korban secepatnya," ujar Syaiful.

Gelombang massal deportasi, yang diperkirakan akan mencapai jumlah 500 ribu pencari nafkah asal Indonesia, kini menjadi bumerang yang berbalik menghantam pemerintah Malaysia sendiri: kekurangan tenaga kerja dalam jumlah masif, terutama di pabrik-pabrik, restoran, industri konstruksi, dan perkebunan untuk minyak kelapa. Bila hal ini tak segera diatasi, kekuatan ekonomi Malaysia bisa limbung secara signifikan.

Masalahnya adalah tingkat pengangguran di negeri itu sangat kecil. Persentase penganggur terbesar adalah lulusan perguruan tinggi yang baru menyelesaikan kuliah mereka. Tapi, tenaga kerja muda yang terdidik ini jelas enggan menangani pekerjaan kasar dengan gaji rendah.

Kamis pekan lalu, para politisi Malaysia yang menangani masalah ini bertemu di Kuala Lumpur untuk mencari pemecahan. Hasilnya, sebuah rekomendasi untuk segera merekrut pekerja dari Nepal, India, Pakistan, dan Sri Lanka. Banyaknya kesamaan kultur antara masyarakat Asia Selatan dan masyarakat Malaysia dirasakan lebih memudahkan ketimbang mendatangkan pekerja dari negeri, misalnya, Filipina, yang sudah dikenal sebagai negara penyuplai tenaga kerja asing terbesar di dunia.

Meski begitu, usulan ini masih belum mendapat kesepakatan bulat. Tak sedikit juga yang menentang masuknya pekerja dari negara-negara Asia Selatan ini, terutama dari Pakistan. Ada kekhawatiran bahwa 100 ribu pekerja dari negeri itu akan disusupi anggota Al-Qaidah atau organisasi Islam radikal lainnya yang akan berdampak pada ketertiban dalam negeri.

Terhadap kekhawatiran ini, Menteri Dalam Negeri Azmi Khalid menyatakan Kuala Lumpur dan Islamabad telah sepakat akan melakukan pengecekan keamanan dan kriminal yang ketat terhadap calon tenaga kerja yang akan memasuki Malaysia. "Satu dari 10 tenaga kerja yang sudah terpilih secara acak akan tetap diseleksi lagi," katanya. Apa pun, paling tidak posisi tawar Malaysia, yang tadinya ciut lantaran perginya para TKI, kini bisa ditingkatkan lagi. Jadi, tampaknya hanya tinggal menunggu waktu sebelum peta pekerja asing di negeri jiran itu berubah secara drastis.

Akmal Nasery Basral, T.H. Salengke (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus