KORBAN hukuman mati buat Salman Rushdie dari Ayatullah Khomeini mulai berjatuhan. Bukan dia yang pertarna-tama kena, tapi orang lain. Rajendran, pengusaha alat tulis berkebangsaan Malaysia, tewas ditikam dari belakang di Stockholm, Swedia, Rabu dua pekan lalu. Polisi menduga ini pembunuhan salah alamat. Tetangga almarhum, penyair Pakistan Yousaf Jhelumi, diduga sebagai sasaran sebenarnya. Sebab, beberapa hari sebelumnya, Jhelumi menerima ancaman pembunuhan lewat telepon. Yakni setelah sekitar sebulan lalu ia tampil di TV Swedia dan menyatakan akan menerjemahkan novel Rushdie The Satanic Verses ke dalam bahasa Urdu. Namun, Jhelumi tak mundur dari rencana menerjemahkan itu. Seminggu kemudian, Imam masjid di Brussel yang juga pemuka Liga Muslim yang berpusat di London, Abdullah Ahdal, dan asistennya Salim Bahri, ditemukan tewas. Tubuh mereka masing-masing ditembus dua peluru 7,65 mm. Ahdal, sepekan setelah Khomeini menyerukan hukuman mati bagi Rushdie, mengomentarinya dalam wawancara di TV Belgia. Ia sependapat bahwa tulisan Rushdie menghina Islam. Tapi ia tak setuju dengan hukuman mati itu. "Rushdie harus diberi kesempatan mernberi keterangan dan membela diri," katanya. Sebuah pendapat yang sejalan dengan hasil pertemuan anggota Organisasi Konperensi Islam di Riyadh. Dalam wawancara dengan harian berbahasa Prancis La Derniere Heure, Ahdal mengatakan antara lain, "Bila Quran berisi ayat setan, Islam takkan mampu bertahan sampai 14 abad." Ia tak merasa terganggu bila Ayat-Ayat Setan terbit di Belgia. Sejak itulah Ahdal menerima ancaman mati. Sebenarnya pemerintah Belgia meneerahkan polisi menjaga ketat komplek masjid. Namun, Ahdal menolak pengamanan yang dianggapnya berlebihan. Sebagai gantinya ia menerima pinjaman sepucuk pistol untuk menjaga diri. Pistol itulah yang diacungkan janda Ahdal yang kalap kepada kerumunan wartawan di depan masjid Brussel. Dua hari setelah pembantaian itu sebuah kantor berita di Beirut menerima pernyataan dari kelompok yang menamakan diri "Tentara Kebenaran", yang mengaku telah mengeksekusi Ahdal dan asistennya. Umat Islam di Brussel, mayoritas Suni marah. Seusai sembahyang Jumat pekan lalu, mereka berdemonstrasi. "Apa hak mereka datang dan membunuh di sini? teriak seorang jemaat. Itu semua menyebabkan, setidaknya Ayatollah Mehdi Rouhani, yang tinggal di Paris, khawatir atas keselamatan dirinya. Ia minta perlidungan polisi, meski ia pemeluk Syiah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini