SEJUMLAH pilihan partai terjungkal, sejumlah yang lain menang. Yang pasti, Mikhail Gorbachev tetap favorit Partai Komunis Uni Soviet. Sementara itu, seorang bintang muncul cemerlang di panggung pesta demokrasi Soviet Minggu pekan lalu: Boris Yeltsin bekas bos PKUS cabang Moskow. Kemenangan Yeltsin (90% suara memihak dia), orang yang ditendang karena terlalu ingin cepat melihat Soviet berubah, menimbulkan sejumlah dugaan tentang hubungan antara Gorbachev dan dia? Benarkah Yeltsin mencerminkan kehendak sebagian besar orang Soviet -- sebuah negeri dengan multipartai dan pasar bebas? Jawaban yang sekarang mulai populer, Gorbachev sebagai pemimpin proyek, sedangkan Yeltsin balon percobaan. Jelasnya, Gorby tampaknya mau menguji penerimaan dan pendapat rakyat tentang glasnost dan perestroika. Yeltsin, 58 tahun, lalu ditampilkan sebagai tokoh yang menghendaki agar konsep pembangunan politik dan ekonomi itu dipraktekkan secara radikal. Tak saja ia lontarkan tuntutan diterapkannya sistem multipartai. Bahkan dia sampai dibolehkan langsung menyerang Gorbachev, orang paling berkuasa di PKUS dan pemerintahan. Segera koran-koran milik berbagai organisasi politik tak resmi di Soviet memberi porsi istimewa kepada Yeltsin. Gorbachev sendiri menilai gagasan Yeltsin, "Sampah." Apa pun yang terjadi, popularitas Yeltsin tak bisa dibendung. Itu tercermin dalam pemilu parlemen yang dilangsungkan untuk pertama kalinya -- tidak dengan calon tunggal. Banyak calon dari partai yang gugur. Mereka adalah para ketua partai cabang Moskow, Leningrad, Kiev, Kishinev, dan Minks, serta sejumlah pejabat tinggi militer. Bahkan di Leningrad, kota terbesar kedua Soviet, Sekretans Satu PKUS Anatoly Gerasimov disingkirkan oleh seorang insinyur tak dikenal. Hasil Pemilu di tingkat republik juga tak kalah mengagetkan, terutama di 3 republik di kawasan Laut Balkan. Organisasi-organisasi separatis di sana menang mutlak. Kemenangan gemilang, setara kemenangan Yeltsin, diperoleh Alla Yaroshinkaya, wartawab sebuah koran lokal pemerintah. Dia mengantungi lebih dari 90% suara di Shitomir, ibu kota Republik Soviet Ukraina. Padahal, dia harus bersaing dengan calon dari partai. Mungkin rakyat memihak dia karena Yaroshinkaya pernah menulis artikel tentang ketidakberesan pemerintah mengurus perumahan rakyat. Melihat hasil pemilu, kata Gorby, "Pemilu telah membuktikan, bahwa rakyat yang sedang dalam proses demokratisasi bisa menghakimi pemimpin mereka dari segala tingkatan." Tapi sebagai bos tertinggi partai, Gorbachev menaruh harapan, "Mungkin mereka akan berubah." Gorbachev menganggap kemenangan kubu kaum radikal sebagai cermin kehendak rakyat, agar glasnost dan perestroika dijalankan lebih cepat. Itu berarti Gorbachev mendukung Yeltsin. Sebab, dengan itulah Sekjen PKUS ini bisa menekan kaum "konservatif" yang masih bercokol di banyak kursi strategis. Dengan begitu, ia lebih bisa melancarkan ide-ide pembaruannya. Kabar yang mulai santer terdengar, Gorbachev akan mendongkel tiga tokoh senior "konservatif" di komite sentral PKUS. Mereka adalah Ketua Komisi Ideology Vadim Medvedev, Ketua Komisi Pertanian Yigor Ligachev, dan Ketua Komisi Personalia Georgy Razumovsky. Setelah itu apa yang bakal terjadi? Ada sebuah anekdot, Gorbachev dan Yeltsin akan tampil bersama di depan umum sebagai sobat. Yakni ketika parlemen mengadakan pemungutan suara untuk memilih pemimpin Soviet. Setidaknya Yeltsin akan tetap dibebaskan berbicara. Sebab, dengan cara itulah Gorbachev bisa mendekati Barat yang sejak ada politik keterbukaan bersedia mengisi kekurangan modal di Soviet. Contohnya terakhir Kamis pekan lalu, perusahaan raksasa AS menandatangani akta joint venture dengan sejumlah kementerian dan perusahaan lokal Soviet. Kee namnya sepakat menanam modal US$ 10 milyar. Yang menarik, akta itu menyebut bahwa pihak AS boleh membawa keluar semua keuntungan yang diperoleh dari Soviet. Tampaknya Gorbachev tengah melemparkan dadu, dan angka berapa pun yang muncul dia tetap menang. Kemenangan Yeltsin adalah kemenangan glasnost dan perestroika. Kemenangan partai pun adalah kemenangan dia -- bukankah dari 600-an anggota elite PKUS hanya 12 orang yang tak mencalonkannya dalam pemilu yang baru lalu itu? Dari sisi pesimistis, berapa pun angka dadu adalah kekalahan bagi Gorbachev. Bila ternyata demokrasi terus menggelinding, jarak antara si kaya dan miskin bakal lebih terasa, ini memerlukan saluran. Kemungkinan besarnya, sarana itu belum mencukupi-pengadilan yang terbebas dari pengaruh pemerintah, koran-koran independen yang mendapat izin terbit, misalnya. Dan siapa lagi yang dituding sebagai biang kekisruhan bila bukan Gorby. Tapi bila bibit demokrasi mati, gagasan Gorbachev pun padam. Dia kalah. Semua akan jadi jelas nanti pada pemilihan presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini