Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru saja dibebaskan 20 hari lalu, pria berjanggut merah itu harus kembali masuk tahanan Israel. Tuduhannya sepele: tak punya kartu tanda penduduk. Sebetulnya, Muhammad Abu Thir punya kartu tanda penduduk. Namun Kementerian Dalam Negeri Israel mencabut izin tinggalnya di Yerusalem Timur.
Abu Thir ditangkap Rabu pekan lalu oleh beberapa orang tak berseragam berwajah Arab di kota dekat Yerusalem, Armon Hanatziv. Sebelumnya, selama empat tahun dia dipenjara Israel dengan tuduhan mendalangi penculikan dan penyekapan tentara Israel, Gilad Shalit. Saat itu, dia ditangkap bersama 65 orang Palestina lain.
Dengan dalih tak punya izin tinggal, Abu Thir bersama dua anggota parlemen lain, Muhammad Totach dan Ahmad Atun, serta bekas menteri Palestina, Khalid Abu Arafah, diusir Israel. Peringatan pengusiran sudah dikeluarkan kementerian Israel sejak Jumat dua pekan lalu.
Namun mereka berempat menolak meninggalkan Yerusalem. ”Kami tinggal di sini sejak lahir. Kami tak akan meninggalkan Yerusalem,” kata Totach kepada wartawan Tempo, Faisal Assegaf, pekan lalu. Keluarga Totach telah turun-temurun tinggal di Yerusalem selama ratusan tahun. Totach mengatakan Israel menolak perpanjangan izin tinggal mereka lantaran mereka menolak menyatakan setia kepada Israel.
Lantaran membangkang, dicari-carilah alasan untuk mengusir dan menahan Totach dan kawan-kawan. Salah satu tuduhan itu adalah afiliasi mereka kepada Hamas. ”Kami berjuang untuk Palestina, bukan untuk Hamas atau Fatah,” Totach menekankan ketika dihubungi.
Alasan serupa pernah dikenakan kepada dia dan Abu Thir ketika bersama-sama ditangkap empat tahun silam. Dengan alasan menjadi bagian dari kelompok Hamas, dua politikus senior Palestina itu ditangkap saat Kopral Gilad Shalit ditahan kelompok Hamas di Jalur Gaza.
Izin tinggal Abu Thir sebetulnya masih berlaku hingga 19 Juli mendatang, tapi dia sudah ditangkap akhir Juni lalu. Sekarang muncul kekhawatiran bahwa pengusiran akan berlaku juga buat keluarga mereka yang masih tinggal di Yerusalem. ”Knesset sedang membuat undang-undang untuk mengusir keluarga kami juga,” kata Totach.
Sebelum ditangkap Israel, Abu Thir sudah menyatakan kecurigaannya bahwa tindakan pengusiran dan penahanan merupakan upaya untuk memeras para politikus agar mendukung Israel. ”Mereka bilang saya mesti tetap di desa saya (Umm Tuba) dan tak boleh kembali ke kota (Yerusalem). Saya betul-betul tak bisa menerima alasan mereka.”
Pertemuan antara kedua tokoh Palestina itu berlangsung cukup lama. Abu Thir, politikus senior Palestina dan warga terkemuka di Yerusalem, berjumpa dengan Presiden Mahmud Abbas. Kendati berasal dari faksi yang berbeda, Fatah dan Hamas, keduanya adalah pejuang Palestina. Abbas dalam pertemuan itu mendukung sikap Abu Thir dan kawan-kawannya untuk membangkang terhadap Israel. ”Ini preseden buruk,” kata Abbas kepada wartawan seusai pertemuan mereka di Ramallah.
Pengusiran dan pencabutan izin tinggal memang bisa menjadi preseden buruk bagi masa depan Palestina. Israel ingin menukar kesetiaan para tokoh Palestina itu dengan izin tinggal mereka di Yerusalem, kota yang direbut Israel dalam perang 1967. Israel berdalih kepada publik bahwa keempat politikus itu berafiliasi dengan kelompok Hamas—kelompok pejuang Palestina yang dituding Israel sebagai organisasi teroris.
Mereka berempat dituduh berkomplot dengan kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza pada 2006 dan terus-menerus membombardir Israel dengan roket dan bom. Momentum penahanan mereka muncul ketika Kopral Gilad Shalit ditangkap Hamas.
Seusai pertemuan tersebut, Presiden Abbas langsung menghubungi Amerika dan beberapa negara Eropa untuk mencari dukungan. ”Tak boleh lantaran berbeda pandangan politik, orang diusir dari tempat tinggalnya,” ujar Abbas. Israel memang berencana mengusir keempatnya keluar dari Yerusalem ke daerah lain di Tepi Barat.
Rencana Israel ini sudah disusun sejak 2006. Izin tinggal keempatnya dicabut dan menunggu untuk habis hingga tahun ini. Sambil menunggu masa penahanan mereka yang berakhir tahun ini, perintah pengusiran ditunda. ”Ini peringatan buat Hamas dan siapa pun yang mendukung teror,” kata Menteri Dalam Negeri Israel Yigal Palmor.
Pengusiran bukan taktik baru dalam sejarah negeri zionis itu. Sejak mencaplok Yerusalem Timur pada 1967, Israel terus-menerus mengusir warga Palestina yang sudah hidup di wilayah itu sejak zaman nenek moyang mereka. Tapi pengusiran dengan modus izin tinggal baru terjadi kali ini. Alasan menukar afiliasi politik pun baru terjadi pada empat politikus tersebut.
Yerusalem sesungguhnya adalah kota suci bagi tiga agama: Islam, Kristen, dan Yahudi. Warga Palestina ingin Kota Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara mereka, tapi keinginan itu langsung ditolak Israel. Negeri zionis ini malah memindahkan 190 ribu penduduknya untuk bermukim di daerah itu. Warga Palestina praktis dipaksa mundur dan makin terkepung oleh pembangunan permukiman Yahudi.
Pembangunan permukiman Yahudi pula yang membuat 250 ribu warga Palestina di Yerusalem Timur mengajukan gugatan. Sebagai tanggapan, Israel mencabut sekitar 13 ribu dokumen warga Palestina yang menghalangi pembangunan permukiman buat warga Israel. Alasan yang selalu dikeluarkan Israel: warga Palestina itu sudah keluar dari Kota Yerusalem Timur terlalu lama.
Modus tersebut dilakukan Israel untuk mengurangi jumlah orang Palestina di Yerusalem. Lambat-laun hanya warga Israel yang tinggal di kota itu. Boleh dibilang kartu tanda penduduk dan izin tinggal itu merupakan modus Israel untuk terus menjalankan strategi menguasai kota tersebut. Sekarang praktis tinggal sepertiga daerah itu yang ditempati warga Palestina.
Yang jadi masalah, taktik Israel itu membuat Amerika—mediator perdamaian Palestina-Israel—dalam posisi sulit. ”Kami akan membicarakan soal ini,” kata utusan khusus Amerika untuk perundingan Israel dan Palestina, George Mitchell. Presiden Mahmud Abbas sudah menolak berkali-kali berunding langsung dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Selama ini, Mitchell, Wakil Presiden Joe Biden, bahkan Presiden Barack Obama sendiri langsung menemui dan menjadi perantara kedua pihak.
Abbas selama ini memang mengirim pesan yang amat jelas. Pemimpin Otoritas Palestina itu hanya mau berunding langsung bila Israel menghentikan pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, tempat sengketa dan pengusiran keempat politikus itu. ”Saya dan keluarga saya sudah 500 tahun tinggal di sini, sedangkan Anda baru di sini sejak 43 tahun lalu (1967) menjajah Palestina,” kata Abu Thir dengan getir.
Yophiandi (Haaretz, Huffington Post, YNet)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo