Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=brown><B>Kanada</B></font><BR />Protes Panas di Kota Dingin

Untuk pertama kalinya polisi Kanada menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran penentang KTT G-20. Wartawan Tempo Dwi Wiyana melaporkan dari Toronto, Kanada.

5 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kerumunan demonstran itu bergerak menelusuri Jalan Esplanade dan berhenti tepat di depan Hotel Novotel, Toronto. Mungkin mereka tahu hotel itu merupakan tempat menginap wartawan yang meliput sidang Konferensi Tingkat Tinggi G-20. Mereka ingin protes mereka tersebar ke seluruh penjuru dunia.

Saat itu jarum jam menunjuk angka 21.45. Suhu dingin menusuk kulit. Tempo dan beberapa jurnalis Indonesia kebetulan sedang menikmati makan malam di Restoran KEG Steakhouse, tepat di seberang hotel. Dari balik tirai jendela restoran, terlihat jumlah pengunjuk rasa lebih dari 100 orang. Kedatangan mereka membuat pengelola restoran sigap menutup pintu. Semua pengunjung tanpa terkecuali terkurung di dalam restoran.

Hanya berselang menit, giliran polisi yang datang dari kedua ujung Jalan Esplanade. Jumlah mereka tak kalah banyak. Berseragam hitam-hitam dengan peralatan lengkap, mereka menjepit para demonstran. Di punggung para polisi itu terlihat kelip lampu kecil warna merah dan hijau. Itulah tetenger untuk membedakan bahwa penggunanya bukan demonstran, melainkan polisi.

Tak hanya polisi yang berjalan kaki yang dikerahkan menangani demonstran. Di belakang mereka, barisan polisi bersepeda, lalu polisi berkuda, ikut siap siaga. Di bagian paling belakang disiapkan beberapa mobil van bertulisan court services. Itulah mobil untuk melakukan peradilan kilat bagi para pengunjuk rasa.

Akhirnya, setelah aksi unjuk rasa berlangsung sekitar satu jam, polisi mulai menangkap para demonstran. "It's crazy!" seorang perempuan pengunjung Restoran KEG menggumam, sambil memotret aksi demonstrasi dengan kamera ponselnya.

Menyikapi aksi-aksi demonstrasi menentang KTT G-20, polisi Kanada tak mau setengah hati. Maklum, beberapa jam sebelumnya, di kawasan Queen's Park, sekitar dua kilometer dari Novotel, aksi unjuk rasa berlangsung panas.

Di lokasi itu, peserta demonstrasi diperkirakan mencapai 10 ribu orang. Mereka bertindak brutal dan anarkistik. Toko, kantor, dan bank dirusak, bahkan beberapa mobil polisi dibakar. Beberapa gerai produk terkenal seperti Starbuck dan McDonald's ikut kena sasaran. Di dinding kantor sebuah bank, aksi vandalisme juga mereka lakukan. Dengan cat semprot di tangan, seorang demonstran menuliskan kalimat, "Bomb the bank."

l l l

Unjuk rasa menentang KTT G-20 (kelompok 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia) di Toronto ini dimotori oleh kelompok "The Black Bloc". Seperti namanya, kostum yang mereka gunakan khas, serba hitam, termasuk bandana yang menutup wajah mereka sehingga tinggal terlihat matanya saja.

Slogan kelompok ini lugas: antikapitalis, antipolisi, dan antikolonial. Dengan mengusung slogan seperti itu, tak aneh jika mereka menjadikan bank dan perusahaan komersial lainnya sebagai simbol kapitalisme, juga mobil polisi dijadikan sasaran perusakan.

"Orang-orang takut. Kami semua bergegas menuju ke dalam toko," kata Ashley Lacoursiere, salah satu pekerja di toko sepatu di kawasan tersebut, seperti dikutip koran setempat, Toronto Star. Tentu, ia tak sendiri, petugas toko dan perkantoran di situ merasakan ketakutan yang sama.

Kendati aksi para demonstran membuat merinding warga setempat, toh pendukung Black Bloc ogah disebut telah melakukan aksi kekerasan. "Ini bukan kekerasan. Ini vandalisme melawan kekerasan yang dilakukan oleh perusahaan," kata mereka.

Polisi Kanada menyebut tindakan kelompok Black Bloc sebagai aksi kriminal, bukan lagi demonstrasi atawa unjuk rasa. "Saya benar-benar sangat kecewa dengan aksi kriminal yang terjadi di sini," kata Bill Blair, kepala kepolisian Toronto, dalam acara jumpa pers.

Untuk menangani demonstran yang tak lagi terkendali, polisi bersikap tegas. Mereka melakukan penangkapan dan menembakkan gas air mata. Ryan Bolton, warga Toronto yang mengikuti pergerakan para demonstran, seperti dilansir dalam http://blogto.com, bahkan menyebut adanya penggunaan peluru karet oleh polisi.

"Saya tidak percaya, saya baru saja terkena gas air mata," kata Nadih Fetaih, 22 tahun, di kawasan Queen's Park, "Ini Kanada, hal seperti ini semestinya tidak perlu terjadi."

Dalam konferensi pers, Bill Blair mengakui adanya penggunaan gas air mata untuk menangani demonstrasi. Ia menyebut hal itu sebagai tindakan pertama kali yang dilakukan polisi dalam sejarah Kanada. Adapun soal penggunaan peluru karet, ia membantahnya. Dalam penanganan aksi yang berujung terjadinya kebrutalan itu, polisi menangkap lebih dari 400 demonstran.

l l l

Aksi unjuk rasa sejatinya selalu terjadi saat KTT G-20 digelar. Tengok saja hajatan serupa di London, Inggris, pada April 2009, serta di Pittsburgh, Pennsylvania, AS, pada September 2009. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang hadir dalam konferensi di Toronto, menilai aksi demonstrasi sebagai hal yang lazim dan tidak luar biasa. Hal itu pula yang ia ketahui dalam pertemuan-pertemuan G-20 sebelumnya.

"Agaknya demonstrasi menjadi model," ujarnya kepada wartawan saat menyampaikan oleh-oleh dari Toronto dalam konferensi pers di Hotel Sheraton, Ankara, Turki. Tak hanya dalam forum internasional seperti G-20, Presiden melanjutkan, "Aksi unjuk rasa juga terjadi saat pertemuan G-8 atau APEC."

Meski begitu, Yudhoyono tegas menolak aksi demonstrasi yang anarkistis, seperti terjadi di Toronto. Unjuk rasa, menurut dia, mestinya bisa berlangsung secara damai dan mengikuti aturan yang berlaku. Yang penting, kata Yudhoyono, tujuan diadakannya demo bisa tercapai tanpa menimbulkan ekses.

Tentang jalannya konferensi, Yudhoyono mengakui adanya dua kutub berbeda saat KTT G-20 di Toronto. Kutub pertama memandang masih perlu adanya stimulus fiskal. Kutub kedua menghendaki dilakukannya konsolidasi fiskal dengan memotong defisit. Namun, sesudah pembahasan, para pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan yang hadir dalam G-20 sepakat membolehkan keduanya.

"Semangatnya untuk menuntaskan proses pemulihan ekonomi setelah krisis," katanya. Yudhoyono melanjutkan, "Seolah-olah akan terjadi dua kutub yang berhadapan. Itu tidak benar. Yang terjadi di Toronto tidak seseram atau seseru seperti yang diangkat oleh berbagai media."

Stimulus fiskal bisa dibenarkan karena kebijakan itu bertujuan agar tercipta lapangan kerja, permintaan bisa dijaga, dan ada proteksi bagi kaum miskin sehingga hasilnya ekonomi kembali bergerak. "Hal itu bisa dibenarkan tentu dalam ruang dan batas yang tepat, sesuai dengan kemampuan negara dan ruang fiskal yang tersedia," kata Yudhoyono.

Sebaliknya, negara-negara yang melakukan konsolidasi fiskal dengan mengurangi defisit, seperti dilakukan negara-negara di Eropa, juga tak bisa disalahkan. Jika defisit terus berlanjut dan terus dibiarkan, kata Yudhoyono, "Akan sangat tidak sehat dan bisa menimbulkan krisis baru."

Yudhoyono menambahkan, ada dua tujuan kembar dalam jangka pendek dan menengah yang disepakati dalam G-20, yakni menuntaskan pemulihan ekonomi dan berupaya mencegah terjadinya krisis baru.

l l l

Jarum jam menunjuk angka 02.00, Ahad dinihari. Kesibukan polisi menangani para demonstran di depan Hotel Novotel belum juga rampung. Dari balik tirai kamar di lantai 3, Tempo melihat polisi mengikat tangan para demonstran dengan tali nilon sebelum memasukkan mereka ke mobil tahanan. Demonstran laki-laki diikat kedua tangannya ke belakang punggung, sedangkan demonstran perempuan diikat tangannya ke depan.

Sebelum digelandang menuju mobil polisi, wajah mereka dipotret untuk keperluan identifikasi. Sebuah papan tulis putih bertulisan identitas masing-masing diletakkan di depan dada, lalu, klik..., wajah mereka pun tersimpan di bank data polisi. Setelah dipotret, tulisan identitas si demonstran pun dihapus. Selanjutnya, polisi memakai papan tulis yang sama untuk menuliskan identitas demonstran yang ditangkap berikutnya.

Kali ini polisi bekerja tanpa menimbulkan keributan. Setelah bertugas, mereka pun duduk sambil reriungan di depan Restoran KEG Steakhouse. Sesekali tawa mereka berderai. Saat matahari muncul di langit, yang tersisa tinggal tali-tali nilon yang sempat dijeratkan ke tangan para demonstran. Adapun wartawan, juga pengunjung yang sempat terkurung di restoran itu, sudah kembali menjalankan tugas masing-masing.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus