SEPARATIS Tamil masih merongrong Sri Lanka. Tengah malam Senin pekan silam, lebih dari 50 gerilyawan Tamil menyerang bank terbesar milik pemerintah di Jaffna ketika pasukan penjaga keamanan berpatroli di Ibu kota provinsi bagian utara negeri itu. Patroli ini ditingkatkan setelah kerusuhan yang ditimbulkan "pendatang" Tamil yang menuntut otonomi bagi bagian utara dan timur Sri Lanka yang mereka tempati. Warga Tamil kini mencapai 18% dari 15 juta penduduk Sri Lanka. Mereka beragama Hindu, dan punya hubungan kultural dengan 50 juta warga Tamil Nadu, negara bagian di India Timur. Orang-orang Tamil ini tak dapat hidup rukun bersama masyarakat Sinhalese, warga asli Sri Lanka yang memeluk agama Budha. Kerusuhan yang mereka kobarkan belakangan ini tampak bertujuan memancing perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan membicarakan masalah hak-hak asasi manusia di Jenewa, dalam waktu dekat ini. Pemerintahan Presiden. Jayewardene tak akan berkompromi dengan kelompok yang mereka pandang sebagai kaum separatis inl. Walaupun penyelesaian secara militer bukan dipandan sebagai jalan terbaik, pemerintah Sri Lankakini menolak untuk berunding dengan masyarakat Tamil tersebut. Dua setengah bulan lalu, kerusuhan seperti ini juga meledak di kawasan utara Sri Lanka. Itu terjadi setelah Presiden Jayewardene, yang pada mulanya menjanjikan amendemen konstitusional bagi masyarakat Tamil,menarik rencana itu karena mendapat tantangan dari anggota pemerintahannya sendiri. Persoalan ini membuat hubungan Kolombo dengan New Delhi jadi terganggu, apalagi karena orang Tamil Nadu disebut-sebut memberikan sokongan bagi saudara-saudaranya yang berada di Sri Lanka itu. Dalam peristiwa Mei lalu itu sekitar 75 orang tewas. Tapi Front Pembebasan Rakyat Revolusioner Tamil sempat menculik suami istri berkebangsaan Amerika, Stanley dan Mary Allen. Mereka menuntut tebusan US$ 2 juta serta pembebasan 20 orang kawannya dari penjara Kolombo. Tuntutan ini tak dipenuhi pemerintah. Sandera kemudian dibebaskan atas seruan PM India Ny. Indira Gandhi. Aksi orang Tamil belakangan ini makin gencar dilancarkan. Sebelum menyerang bank pemerintah di Jaffna itu, tentara dikabarkan telah mengepung tempat persembunyian kelompok Tamil bersenjata di Valvetiturai. Korban tak disebutkan. Tapi laporan yang menyatakan bahwa dalam penyergapan tersebut tentara Sri Lanka membunuh 100 penduduk sipil dibantah pemerintah Kolombo. Sehari sesudah itu, 4 Agustus, dilaporkan 300 orang ditangkap di daerah tersebut. Daerah Valvetiturai, di pantai utara Sri Lanka, kawasan yang dipandang sebagai tempat persembunyian strategis. Sebelum serangan tentara pemerintah, kononerilya Tamil menyergap konvoi militer serta menyerang pos polisi. Korban enam orang tewas dan 1l orang lainnya luka-luka. Semntara itu, dari Vavuniya, 235 kilometer di timur laut Kolombo, tersiar kabar bahwa 110 orang Tamil ditangkap, dan belasan mayat dltemukan di luar kota itu. Sejak April lalu daerah perairan di pantai utara Sri Lanka itu diumumkan Kolombo sebagai kawasan yang mendapat pengawasan ketat. Dari pantai utara itu, konon, warga Tamil selama ini bebas keluar masuk negeri tersebut lewat pelayaran beberapa menit di Selat Palk. Pantai utara Sri Lanka ini hanya 35 kilometer dari Madras, ibu kota Tamil Nadu. Tapi tuduhan Kolombo bahwa Tamil Nadu menjadi tempat persembunyian bagi Tamil Sri Lanka disangkal keras oleh New Delhi. Sementara itu, tersiar pula kabar bahwa Kolombo memakai tenaga antiteroris dari Israel dan Inggris dalam menghadapi kelompok Tamil ini. Akhir pekan silam, pemerintah Sri Lanka membantah tuduhan tadi. Walau patroli di kawasan pantai yang dihuni masyarakat Tamil diselenggarakan ketat, dari Kolombo sendiri belum terdengar rencana jelas untuk penyelesaian masalah ini. Sebab, kerusuhan yang mereka kobarkan selama ini lebih bersifat sentimen keagamaan. Tentang masalah otonomi provinsi di bagian utara dan timur Sri Lanka yang mereka tempati itu, konon, di kalangan orang Tamil sendiri belum ada kesepakatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini