SEMBOYANNYA praktis: Tidak penting apakah kucing itu berkulit
putih atau hitam. Yang penting bisakah ia menangkap tikus atau
tidak.
Sejak Deng Xiaoping berkuasa -- beberapa bulan setelah Mao
meninggal -- jalan fikiran pragmatis itu mengalir dari Peking
ke seluruh Cina. Ajaran Mao pun berangsur tersingkir, sedang
golongan ultra kiri yang populer sebagai "Gerombolan Empat"
terkena pembersihn. Kemudian secara terbuka berbagai kelompok,
terutama kaum muda, mengkampanyekan ide-ide pragmatis Deng.
Tingkah laku kaum muda ternyata kemudian memancing kemarahan
kaum tua yang masih konservatif. Timbul reaksi. Wakil PM Deng
diserang baik di dalam forum tingkat tinggi maupun lewat poster
dinding. Tidak ada jalan lain, Deng "mundur selangkah untuk maju
dua langkah."
Nopember 1978, Deng terpaksa menghentikan "Musim Semi di
Peking". Musim itu dengan kebebasan berekspresi bagi anak-anak
muda terhenti dengan alasan terjadinya "penyalah-gunaan
kebebasan". Tapi para pengamat Cina di Hongkong cenderung
menilai keadaan itu sebagai ujian berat bagi Deng. Terutama
ketika awal tahun ini dari Propinsi Hunan -- daerah asal Mao dan
Hua Guofeng -- muncul kecaman terhadap kebijaksanaan Deng.
Sejumlah anak muda kemudian ditangkap atas perintah Deng. Di
antara mereka, Ren-Wanding, Ketua Asosiasi Hak-Hak Asasi Manusia
dan Yuan Kuang, pemimpin majalah pemuda.
Seorang aktivis muda Cina, yang merahasiakan namanya, melahirkan
pendapat lewat sebuah publikasinya: "Musim semi itu gagal karena
kita tidak punya teori dasar dan model masyarakat baru untuk
melawan sistim yang Marxistis." Dan keadaan seperti ini
digambarkan aktivis muda itu sebagai akibat "ajaran resmi agama
politik yang membosankan dan membodohkan yang dulu dipompakan
kepada orang Cina."
Dari tulisan anak muda ini juga diketahui bahwa para penyokong
gagasan pragmatis Deng itu sama sekali tidak menduga bakal
terjadinya penangkapan mendadak. "Mereka umumnya mengharapkan
bapak memberi peringatan sebelumnya," tulis aktivis muda itu.
Peringatan tak pernah ada dan yang tertangkap memang anak-anak
muda yang lebih bermodalkan semangat dari pada pengetahuan
politik.
Penangkapan umumnya terjadi Maret lalu bersamaan dengan
dibukanya kembali mausoleum Mao serta beredarnya kembali fikiran
Mao dalam berbagai pidato dan artikel. Beberapa bulan
sebelumnya, di Cina orang sudah berbicara tentang "mencari
kebenaran pada fakta, tidak pada buku merah kecil Mao."
Kesempatan baru ini nampaknya secara tertutup dipergunakan oleh
musuh Deng untuk menyerang pembesar Cina itu dengan menyebutnya
"revisionis."
Anak-anak muda yang tadinya bergairah menyambut gagasan
modernisasi Deng kemudian juga menyerangnya. Majalah kaum
aktivis, Tan Suo menulis: "Apakah Deng tahu demokrasi Tidak. Ia
bahkan tidak tahu penderitaan rakyat . . . Deng memerintahkan
penangkapan untuk menjadikan rakyat sebagai kambing hitam atas
kegagalan rencana ekonominya yang terlalu ambisius."
Deng tidak tinggal diam. Sembari tunduk, ia terus juga menanduk.
Propinsi Hunan yang merupakan sumber kritik bagi
kebijaksanaannya, digarapnya dengan rapi. Di sana ia menempatkan
orangnya, menggantikan pilihan Mao maupun Ketua Hua. Segera
setelah itu penangkapan terjadi di Hunan. Alasannya: "Pengikut
Gerombolan Empat."
Gerakan Deng mulai memperlihatkan kembali giginya akhir Maret
yang lalu. Sejak itu -- lewat radio dan koran -- para
pengikutnya melakukan serangan balasan terhadap para pengeritik
Deng.
Para pengamat Cina di Hongkong melihat pergolakan yang melanda
kepemimpinan Cina itu sebagai bagian dari persidangan Kongres
Rakyat Cina yang akan berlangsung Juni ini. Serangan terhadap
Deng, selain oleh kaum ultra kiri, juga datang dari orang-orang
tua yang melihat anak muda sebagai ancaman. Di Peking sekarang,
akibat kampanye pragmatisasi Deng, anak muda dan kaum wanita
secara terbuka menyuarakan tuntutan mereka, hal yang tidak
pernah terjadi sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini