Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tapi Deng Juga Nenanduk

Deng Xiaoping membawa Cina ke jalan modernisasi. Usahanya mendapat tantangan dari kaum ultra kiri dan dari kaum tua yang masih konservatif. Ajaran Mao pun berangsur tersingkir. (ln)

16 Juni 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMBOYANNYA praktis: Tidak penting apakah kucing itu berkulit putih atau hitam. Yang penting bisakah ia menangkap tikus atau tidak. Sejak Deng Xiaoping berkuasa -- beberapa bulan setelah Mao meninggal -- jalan fikiran pragmatis itu mengalir dari Peking ke seluruh Cina. Ajaran Mao pun berangsur tersingkir, sedang golongan ultra kiri yang populer sebagai "Gerombolan Empat" terkena pembersihn. Kemudian secara terbuka berbagai kelompok, terutama kaum muda, mengkampanyekan ide-ide pragmatis Deng. Tingkah laku kaum muda ternyata kemudian memancing kemarahan kaum tua yang masih konservatif. Timbul reaksi. Wakil PM Deng diserang baik di dalam forum tingkat tinggi maupun lewat poster dinding. Tidak ada jalan lain, Deng "mundur selangkah untuk maju dua langkah." Nopember 1978, Deng terpaksa menghentikan "Musim Semi di Peking". Musim itu dengan kebebasan berekspresi bagi anak-anak muda terhenti dengan alasan terjadinya "penyalah-gunaan kebebasan". Tapi para pengamat Cina di Hongkong cenderung menilai keadaan itu sebagai ujian berat bagi Deng. Terutama ketika awal tahun ini dari Propinsi Hunan -- daerah asal Mao dan Hua Guofeng -- muncul kecaman terhadap kebijaksanaan Deng. Sejumlah anak muda kemudian ditangkap atas perintah Deng. Di antara mereka, Ren-Wanding, Ketua Asosiasi Hak-Hak Asasi Manusia dan Yuan Kuang, pemimpin majalah pemuda. Seorang aktivis muda Cina, yang merahasiakan namanya, melahirkan pendapat lewat sebuah publikasinya: "Musim semi itu gagal karena kita tidak punya teori dasar dan model masyarakat baru untuk melawan sistim yang Marxistis." Dan keadaan seperti ini digambarkan aktivis muda itu sebagai akibat "ajaran resmi agama politik yang membosankan dan membodohkan yang dulu dipompakan kepada orang Cina." Dari tulisan anak muda ini juga diketahui bahwa para penyokong gagasan pragmatis Deng itu sama sekali tidak menduga bakal terjadinya penangkapan mendadak. "Mereka umumnya mengharapkan bapak memberi peringatan sebelumnya," tulis aktivis muda itu. Peringatan tak pernah ada dan yang tertangkap memang anak-anak muda yang lebih bermodalkan semangat dari pada pengetahuan politik. Penangkapan umumnya terjadi Maret lalu bersamaan dengan dibukanya kembali mausoleum Mao serta beredarnya kembali fikiran Mao dalam berbagai pidato dan artikel. Beberapa bulan sebelumnya, di Cina orang sudah berbicara tentang "mencari kebenaran pada fakta, tidak pada buku merah kecil Mao." Kesempatan baru ini nampaknya secara tertutup dipergunakan oleh musuh Deng untuk menyerang pembesar Cina itu dengan menyebutnya "revisionis." Anak-anak muda yang tadinya bergairah menyambut gagasan modernisasi Deng kemudian juga menyerangnya. Majalah kaum aktivis, Tan Suo menulis: "Apakah Deng tahu demokrasi Tidak. Ia bahkan tidak tahu penderitaan rakyat . . . Deng memerintahkan penangkapan untuk menjadikan rakyat sebagai kambing hitam atas kegagalan rencana ekonominya yang terlalu ambisius." Deng tidak tinggal diam. Sembari tunduk, ia terus juga menanduk. Propinsi Hunan yang merupakan sumber kritik bagi kebijaksanaannya, digarapnya dengan rapi. Di sana ia menempatkan orangnya, menggantikan pilihan Mao maupun Ketua Hua. Segera setelah itu penangkapan terjadi di Hunan. Alasannya: "Pengikut Gerombolan Empat." Gerakan Deng mulai memperlihatkan kembali giginya akhir Maret yang lalu. Sejak itu -- lewat radio dan koran -- para pengikutnya melakukan serangan balasan terhadap para pengeritik Deng. Para pengamat Cina di Hongkong melihat pergolakan yang melanda kepemimpinan Cina itu sebagai bagian dari persidangan Kongres Rakyat Cina yang akan berlangsung Juni ini. Serangan terhadap Deng, selain oleh kaum ultra kiri, juga datang dari orang-orang tua yang melihat anak muda sebagai ancaman. Di Peking sekarang, akibat kampanye pragmatisasi Deng, anak muda dan kaum wanita secara terbuka menyuarakan tuntutan mereka, hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus